Jakarta (ANTARA) - Direktorat Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyusun materi ideologi Pancasila untuk membekali para diplomat. Dalam menyusun materi tersebut, BPIP menggelar acara “Diskusi Kelompok Terpumpun Penyusunan Materi PIP bagi Diplomat”, di Jakarta, Jumat (10/3), dengan mengundang para diplomat senior yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI.
“Dalam penyusunan materi tersebut, BPIP mengundang para narasumber yang merupakan diplomat senior yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di negara-negara sahabat,” kata Direktur Pengkajian Materi PIP BPIP Aris Heru Utomo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Menurut Aris, secara garis besar buku materi Pancasila bagi diplomat disusun berdasarkan dua pendekatan dasar, yaitu kognitif dan afektif. Dia menjelaskan bahwa melalui pendekatan kognitif dimuat antara lain materi terkait historisitas Pancasila, pemikiran tentang Pancasila dari para pendiri bangsa, dan peran Pancasila dalam sejarah diplomasi RI. “Adapun melalui pendekatan afektif dimasukkan materi Pancasila yang berhubungan dinamika praksis atau dimensi praktis kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri RI,” ujarnya.
Mantan Dubes RI untuk Polandia dan Austria Darmansjah Djumala mengingatkan kembali terkait urgensi Pancasila sebagai konsensus yang disepakati para pendiri bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Darmansjah, yang juga menjabat anggota Dewan Pakar Bidang Hubungan Luar Negeri BPIP bahwa Pancasila sebagai meja statis tidak dapat diubah, namun sebagai "leitstar" dinamis atau bintang penuntun, penafsirannya dapat didiskusikan dan dibahas lebih jauh.
"Karena itu dalam membahas tentang Pancasila, BPIP lebih menekankan pada Pancasila dalam tindakan. Narasi mengenai Pancasila dapat digambarkan dalam konteks dinamika praksis, yaitu Pancasila sebagai working ideology yang terefleksikan dalam kebijakan dan program kegiatan, serta living ideology yaitu ideologi yang hidup di tengah masyarakat," katanya.
Mantan Dubes RI untuk PBB di Jenewa dan New York Makarim Wibisono mengingatkan untuk memasukkan narasi mengenai kedudukan dan peran Pancasila dalam persaingan antara multilateralisme dan unilateralisme.
Baca juga: Pengentasan stunting wujud terapkan sila-sila Pancasila
Baca juga: Pelajar SMP belajar kebhinekaan dan Pancasila bersama Ganjar
Hal itu, menurut dia, sangat penting karena mencakup aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan dan politik luar negeri Indonesia seperti musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan internasional, kesetaraan, dan kepatuhan kepada hukum internasional.
Acara diskusi dihadiri mantan Dubes RI untuk Selandia Baru dan Vatikan Agus Sriyono, Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Hubungan Antarlembaga Muhsin Syihab, Kapusdiklat Kementerian Luar Negeri RI Mohammad Koba, dan Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kemlu Nina Kurnia Widhi.
“Dalam penyusunan materi tersebut, BPIP mengundang para narasumber yang merupakan diplomat senior yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI di negara-negara sahabat,” kata Direktur Pengkajian Materi PIP BPIP Aris Heru Utomo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Menurut Aris, secara garis besar buku materi Pancasila bagi diplomat disusun berdasarkan dua pendekatan dasar, yaitu kognitif dan afektif. Dia menjelaskan bahwa melalui pendekatan kognitif dimuat antara lain materi terkait historisitas Pancasila, pemikiran tentang Pancasila dari para pendiri bangsa, dan peran Pancasila dalam sejarah diplomasi RI. “Adapun melalui pendekatan afektif dimasukkan materi Pancasila yang berhubungan dinamika praksis atau dimensi praktis kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri RI,” ujarnya.
Mantan Dubes RI untuk Polandia dan Austria Darmansjah Djumala mengingatkan kembali terkait urgensi Pancasila sebagai konsensus yang disepakati para pendiri bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Darmansjah, yang juga menjabat anggota Dewan Pakar Bidang Hubungan Luar Negeri BPIP bahwa Pancasila sebagai meja statis tidak dapat diubah, namun sebagai "leitstar" dinamis atau bintang penuntun, penafsirannya dapat didiskusikan dan dibahas lebih jauh.
"Karena itu dalam membahas tentang Pancasila, BPIP lebih menekankan pada Pancasila dalam tindakan. Narasi mengenai Pancasila dapat digambarkan dalam konteks dinamika praksis, yaitu Pancasila sebagai working ideology yang terefleksikan dalam kebijakan dan program kegiatan, serta living ideology yaitu ideologi yang hidup di tengah masyarakat," katanya.
Mantan Dubes RI untuk PBB di Jenewa dan New York Makarim Wibisono mengingatkan untuk memasukkan narasi mengenai kedudukan dan peran Pancasila dalam persaingan antara multilateralisme dan unilateralisme.
Baca juga: Pengentasan stunting wujud terapkan sila-sila Pancasila
Baca juga: Pelajar SMP belajar kebhinekaan dan Pancasila bersama Ganjar
Hal itu, menurut dia, sangat penting karena mencakup aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan dan politik luar negeri Indonesia seperti musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan internasional, kesetaraan, dan kepatuhan kepada hukum internasional.
Acara diskusi dihadiri mantan Dubes RI untuk Selandia Baru dan Vatikan Agus Sriyono, Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Hubungan Antarlembaga Muhsin Syihab, Kapusdiklat Kementerian Luar Negeri RI Mohammad Koba, dan Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kemlu Nina Kurnia Widhi.