Mataram (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat mengedukasi kalangan perbankan terkait perlindungan bagi debitur kredit usaha rakyat (KUR) terhadap risiko kecelakaan kerja.
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan NTB Boby Foriawan, di Mataram, Selasa, menjelaskan perlindungan bagi debitur KUR tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Dalam regulasi tersebut, perbankan diminta oleh negara untuk berkontribusi dalam jaminan sosial bagi usaha atau industri kecil," katanya dalam focus group discussion (FGD) jaminan sosial ketenagakerjaan bagi penerima KUR.
Melalui FGD ini, kata dia, pihaknya berharap perbankan mengimplementasikan Permenko Perekonomian terkait pedoman pelaksanaan KUR.
Para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi nasabah KUR di bank didaftarkan sebagai peserta aktif program BPJAMSOSTEK minimal dua program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
Bobby juga meminta Disnakertrans NTB berkontribusi dalam melakukan evaluasi di daerah mana saja yang belum bekerja sama dan kelak laporan tersebut akan dilanjutkan ke BPJSAMSOSTEK pusat beserta Kemenko Perekonomian.
"Masih banyak warga kita yang perlu dilindungi. Para pemuka agama juga perlu kita bantu. Saya harap kontribusi dari pihak bank dapat membantu pemerintah daerah dalam memberikan jaminan perlindungan sosial bagi masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan penyelenggaraan program jaminan sosial adalah tugas banyak pihak, bukan hanya pemerintah daerah, tetapi juga lembaga swasta, seperti perbankan.
"Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan," katanya.
Ia menyebutkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di NTB, sebanyak 2,80 juta orang dengan penduduk yang bekerja sebanyak 2,72 juta orang.
Dari angka tersebut, yang menjadi pekerja penuh waktu sebanyak 1,6 juta orang dan yang mendapat perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 365.177 orang atau hanya 22,69 persen," katanya.
Gede menambahkan jumlah tenaga kerja formal sebanyak 550.898 orang dengan yang mendapat jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 285.564 orang atau sebesar 51,84 persen.
Sementara jumlah tenaga kerja informal sebanyak 1.058.473 orang dan sudah mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebesar 7,52 persen atau sebanyak 79.613 orang.
"Pekerja informal seperti petani dan pedagang yang modalnya banyak dari KUR masih banyak yang belum mendapatkan perlindungan. Ini pekerjaan rumah (PR) besar untuk kita, karena ketiadaan perlindungan sosial bagi tenaga kerja merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya masalah turunan lainnya, seperti kemiskinan ekstrem, kondisi sosial budaya, keamanan dan lainnya," ucapnya.
Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah telah mencanangkan program perlindungan sosial untuk pekerja informal seperti petani, nelayan, tokoh masyarakat, marbot masjid, penjaga pura, mangku, penjaga gereja dan lainnya.
"Semua pihak harus mengambil peran untuk mewujudkan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja baik di sektor formal dan informal, dengan harapan ini dapat mengurangi masyarakat miskin," katanya.*
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan NTB Boby Foriawan, di Mataram, Selasa, menjelaskan perlindungan bagi debitur KUR tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Dalam regulasi tersebut, perbankan diminta oleh negara untuk berkontribusi dalam jaminan sosial bagi usaha atau industri kecil," katanya dalam focus group discussion (FGD) jaminan sosial ketenagakerjaan bagi penerima KUR.
Melalui FGD ini, kata dia, pihaknya berharap perbankan mengimplementasikan Permenko Perekonomian terkait pedoman pelaksanaan KUR.
Para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi nasabah KUR di bank didaftarkan sebagai peserta aktif program BPJAMSOSTEK minimal dua program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
Bobby juga meminta Disnakertrans NTB berkontribusi dalam melakukan evaluasi di daerah mana saja yang belum bekerja sama dan kelak laporan tersebut akan dilanjutkan ke BPJSAMSOSTEK pusat beserta Kemenko Perekonomian.
"Masih banyak warga kita yang perlu dilindungi. Para pemuka agama juga perlu kita bantu. Saya harap kontribusi dari pihak bank dapat membantu pemerintah daerah dalam memberikan jaminan perlindungan sosial bagi masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan penyelenggaraan program jaminan sosial adalah tugas banyak pihak, bukan hanya pemerintah daerah, tetapi juga lembaga swasta, seperti perbankan.
"Oleh karena itu, pemerintah pusat membuat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan," katanya.
Ia menyebutkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di NTB, sebanyak 2,80 juta orang dengan penduduk yang bekerja sebanyak 2,72 juta orang.
Dari angka tersebut, yang menjadi pekerja penuh waktu sebanyak 1,6 juta orang dan yang mendapat perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 365.177 orang atau hanya 22,69 persen," katanya.
Gede menambahkan jumlah tenaga kerja formal sebanyak 550.898 orang dengan yang mendapat jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 285.564 orang atau sebesar 51,84 persen.
Sementara jumlah tenaga kerja informal sebanyak 1.058.473 orang dan sudah mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sebesar 7,52 persen atau sebanyak 79.613 orang.
"Pekerja informal seperti petani dan pedagang yang modalnya banyak dari KUR masih banyak yang belum mendapatkan perlindungan. Ini pekerjaan rumah (PR) besar untuk kita, karena ketiadaan perlindungan sosial bagi tenaga kerja merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya masalah turunan lainnya, seperti kemiskinan ekstrem, kondisi sosial budaya, keamanan dan lainnya," ucapnya.
Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah telah mencanangkan program perlindungan sosial untuk pekerja informal seperti petani, nelayan, tokoh masyarakat, marbot masjid, penjaga pura, mangku, penjaga gereja dan lainnya.
"Semua pihak harus mengambil peran untuk mewujudkan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja baik di sektor formal dan informal, dengan harapan ini dapat mengurangi masyarakat miskin," katanya.*