Mataram, (Antara) - Enam warga Filipina belajar tentang madu alam di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang merupakan sentra produksi madu yang cukup terkenal di Indonesia.
"Warga Filipina itu tiba di Sumbawa kemarin. Mereka ingin melihat proses panen lestari madu alam yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa madu," kata Kepala Bidang Produksi dan Bina Usaha Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumbawa Khairuddin yang dihubungi dari Mataram, Jumat.
Menurut dia, warga Filipina itu tertarik untuk mempelajari sistem panen madu alam lestari di Sumbawa, selama empat hari karena madu Sumbawa sudah memiliki "brand" yang dikenal luas secara nasional.
Selain itu, madu alam Sumbawa sudah memiliki hak kekayaan atas intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang dipegang oleh Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS).
Khairuddin menjelaskan, madu hutan yang diambil oleh masyarakat merupakan salah satu komoditas HHBK yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan warga sekitar pinggir kawasan hutan. Madu yang dihasilkan oleh lebah jenis Apis Dorsata dijual dengan harga Rp100 ribu per liter.
"Selain JMHS, ada juga Asosiasi Perlebahan yang sudah terbentuk untuk mengakomodasi masyarakat yang tidak tergabung dalam JMHS yang merupakan bagian dari Jaringan Madu Hutan Indonesia," ujarnya.
Dalam melakukan panen madu hutan, kata dia, masyarakat sudah menerapkan cara-cara yang ramah lingkungan, yakni dengan cara meniriskan untuk mendapatkan kualitas madu dengan kadar air rendah.
Selain itu, dengan cara panen lestari atau menyisakan sebagian sarang lebah madu agar populasi lebah tetap terjaga, sehingga mereka terus memproduksi madu.
Upaya tersebut, lanjut Khairuddin, terus disosialisasikan melalui penyuluhan dan pelatihan kelompok tani.
"Kami terus mendorong petani untuk tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dalam memanfaatkan madu sebagai HHBK unggulan Kabupaten Sumbawa," katanya. ***2***
Masduki Attamami
(T.KR-WLD/B/M008/M008) 19-09-2014 14:15:18
"Warga Filipina itu tiba di Sumbawa kemarin. Mereka ingin melihat proses panen lestari madu alam yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa madu," kata Kepala Bidang Produksi dan Bina Usaha Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumbawa Khairuddin yang dihubungi dari Mataram, Jumat.
Menurut dia, warga Filipina itu tertarik untuk mempelajari sistem panen madu alam lestari di Sumbawa, selama empat hari karena madu Sumbawa sudah memiliki "brand" yang dikenal luas secara nasional.
Selain itu, madu alam Sumbawa sudah memiliki hak kekayaan atas intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang dipegang oleh Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS).
Khairuddin menjelaskan, madu hutan yang diambil oleh masyarakat merupakan salah satu komoditas HHBK yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan warga sekitar pinggir kawasan hutan. Madu yang dihasilkan oleh lebah jenis Apis Dorsata dijual dengan harga Rp100 ribu per liter.
"Selain JMHS, ada juga Asosiasi Perlebahan yang sudah terbentuk untuk mengakomodasi masyarakat yang tidak tergabung dalam JMHS yang merupakan bagian dari Jaringan Madu Hutan Indonesia," ujarnya.
Dalam melakukan panen madu hutan, kata dia, masyarakat sudah menerapkan cara-cara yang ramah lingkungan, yakni dengan cara meniriskan untuk mendapatkan kualitas madu dengan kadar air rendah.
Selain itu, dengan cara panen lestari atau menyisakan sebagian sarang lebah madu agar populasi lebah tetap terjaga, sehingga mereka terus memproduksi madu.
Upaya tersebut, lanjut Khairuddin, terus disosialisasikan melalui penyuluhan dan pelatihan kelompok tani.
"Kami terus mendorong petani untuk tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dalam memanfaatkan madu sebagai HHBK unggulan Kabupaten Sumbawa," katanya. ***2***
Masduki Attamami
(T.KR-WLD/B/M008/M008) 19-09-2014 14:15:18