Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menetapkan penanganan kasus dugaan korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) bank plat merah tahun 2020-2021 masuk tahap penyidikan.
"Status penanganan kami tingkatkan ke tahap penyidikan berdasarkan kesimpulan hasil gelar perkara di Kejati NTB," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Ida Bagus Putu Widnyana di Mataram, Kamis.
Dia mengungkapkan bahwa pertimbangan kuat kasus tersebut masuk penyidikan adalah hasil audit internal pihak perbankan yang menemukan angka kerugian dari proses pengelolaan dana KUR untuk kategori mikro dan kecil.
"Hasil audit internal perbankan menganggap sebagai 'total loss' karena permasalahan muncul mulai dari persyaratan di awal pengajuan," ujarnya.
Dia pun mengatakan bahwa kerugian yang muncul dalam pengelolaan dana KUR, bukan terpusat di Kantor Cabang Bank BUMN. Melainkan, ada pada dua unit kerja bank tersebut yang berada di wilayah Kebon Roek, Kota Mataram, dan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
"Jadi, persoalan ini bukan ada di cabang, tetapi di unit Kebon Roek, sama Gerung, karena pencairan di sana. Makanya kami buatkan dua berkas untuk kasus dana KUR ini," ucap dia.
Dari dua unit kerja, lanjut dia, muncul kerugian yang nilainya mencapai Rp6 miliar dengan perincian Rp4 miliar untuk Kantor Unit salah satu bank BUMN Kebon Roek dan Rp2 miliar untuk Kantor Unit Bank BUMN.
"Kenapa lebih banyak Kebon Roek karena lebih banyak nasabahnya, jumlahnya 112. Kalau di Gerung itu 49 nasabah," kata Widnyana.
Dia menambahkan bahwa nominal pencairan dana KUR per nasabah berbeda-beda, tergantung dari kategori pengajuan, baik KUR mikro maupun KUR kecil.
"Paling tinggi itu memang untuk platform KUR kecil, bisa ajukan sampai Rp500 juta. Tetapi, dari dua unit ini, data nasabah yang dapat pencairan paling tinggi itu Rp100 juta," ucapnya.
Lebih lanjut, Widnyana menyampaikan bahwa dalam proses penyidikan ini pihaknya belum mengungkap peran tersangka karena penyidik masih harus melakukan penguatan alat bukti.
"Itu makanya kami agendakan kembali pemeriksaan para pihak yang sebelumnya sudah memberikan keterangan di tahap penyelidikan untuk menelusuri peran yang akan bertanggung jawab dari kerugian yang muncul," ujar dia.
Para pihak yang sebelumnya sudah memberikan keterangan di tahap penyelidikan, dikatakan Widnyana berasal dari pihak nasabah penerima dana KUR dan pegawai maupun auditor internal perbankan.
Selain itu, ada juga barang bukti berupa dokumen pencairan anggaran maupun kelengkapan syarat administrasi dalam perjanjian KUR antara pihak perbankan dengan nasabah.
"Status penanganan kami tingkatkan ke tahap penyidikan berdasarkan kesimpulan hasil gelar perkara di Kejati NTB," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Ida Bagus Putu Widnyana di Mataram, Kamis.
Dia mengungkapkan bahwa pertimbangan kuat kasus tersebut masuk penyidikan adalah hasil audit internal pihak perbankan yang menemukan angka kerugian dari proses pengelolaan dana KUR untuk kategori mikro dan kecil.
"Hasil audit internal perbankan menganggap sebagai 'total loss' karena permasalahan muncul mulai dari persyaratan di awal pengajuan," ujarnya.
Dia pun mengatakan bahwa kerugian yang muncul dalam pengelolaan dana KUR, bukan terpusat di Kantor Cabang Bank BUMN. Melainkan, ada pada dua unit kerja bank tersebut yang berada di wilayah Kebon Roek, Kota Mataram, dan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
"Jadi, persoalan ini bukan ada di cabang, tetapi di unit Kebon Roek, sama Gerung, karena pencairan di sana. Makanya kami buatkan dua berkas untuk kasus dana KUR ini," ucap dia.
Dari dua unit kerja, lanjut dia, muncul kerugian yang nilainya mencapai Rp6 miliar dengan perincian Rp4 miliar untuk Kantor Unit salah satu bank BUMN Kebon Roek dan Rp2 miliar untuk Kantor Unit Bank BUMN.
"Kenapa lebih banyak Kebon Roek karena lebih banyak nasabahnya, jumlahnya 112. Kalau di Gerung itu 49 nasabah," kata Widnyana.
Dia menambahkan bahwa nominal pencairan dana KUR per nasabah berbeda-beda, tergantung dari kategori pengajuan, baik KUR mikro maupun KUR kecil.
"Paling tinggi itu memang untuk platform KUR kecil, bisa ajukan sampai Rp500 juta. Tetapi, dari dua unit ini, data nasabah yang dapat pencairan paling tinggi itu Rp100 juta," ucapnya.
Lebih lanjut, Widnyana menyampaikan bahwa dalam proses penyidikan ini pihaknya belum mengungkap peran tersangka karena penyidik masih harus melakukan penguatan alat bukti.
"Itu makanya kami agendakan kembali pemeriksaan para pihak yang sebelumnya sudah memberikan keterangan di tahap penyelidikan untuk menelusuri peran yang akan bertanggung jawab dari kerugian yang muncul," ujar dia.
Para pihak yang sebelumnya sudah memberikan keterangan di tahap penyelidikan, dikatakan Widnyana berasal dari pihak nasabah penerima dana KUR dan pegawai maupun auditor internal perbankan.
Selain itu, ada juga barang bukti berupa dokumen pencairan anggaran maupun kelengkapan syarat administrasi dalam perjanjian KUR antara pihak perbankan dengan nasabah.