Kupang (ANTARA) - Senyum semringah terpancar dari wajah perempuan itu kala menyambut pengunjung yang membuka pintu kaca di sebuah ruangan Gedung Dewan Kerajinan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, di bilangan Kuanino, Kota Kupang.
Seketika ia mengangkat tangan sebagai bahasa isyarat menerima tamu yang datang di Cafein, tempat usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang menyuguhkan minuman dan makanan lokal.
Perempuan bernama Michelle Elik (23) dan akrab disapa Michelle itu merupakan pelaku UMKM bersama tujuh rekannya sejak 2021.
Sedari kecil, Michelle memiliki keterbatasan dalam mendengar dan berbicara (tuna rungu wicara). Itulah sebabnya ia berinteraksi menggunakan bahasa tubuh kala menyambut setiap pengunjung.
Tak hanya Michelle, ada empat rekannya yang lain, juga memiliki keterbatasan serupa. Dengan kemampuan bahasa tubuh, mereka berinteraksi dan dengan cepat memahami setiap keinginan pengunjung.
Pengunjung bisa memesan makanan atau minuman dengan mengarahkan jari tangan mereka ke menu yang diinginkan pada lembaran daftar menu yang disodorkan.
Jika ada keinginan lain, pengunjung juga bisa menuliskan pada kertas yang disediakan atau pun menyampaikan secara lisan, sehingga pesan mereka dapat dipahami melalui gerakan bibir.
Pelayanan yang disuguhkan Michelle dan rekan-rekannya menghadirkan pengalaman unik bagi pengunjung yang sering membeludak pada waktu akhir pekan.
Sebagian pengunjung tidak hanya datang untuk menikmati kuliner, namun momentum kunjungan diisi dengan belajar menggunakan bahasa isyarat bersama Michelle dan rekan-rekan.
Bagi Michelle, bekerja sebagai pelaku UMKM di tempat itu merupakan penghargaan terbesar dalam hidupnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ia juga berinteraksi dengan banyak orang, serta belajar menghadirkan pelayanan terbaik dalam dunia bisnis.
Hal serupa juga dirasakan Frengky Riwu bersama tiga rekan rekan Michelle yang berkebutuhan khusus. Mereka seperti menemukan dunia mereka di tempat usaha itu, sehingga terus menghargai pekerjaan yang dijalani dengan memberikan pelayanan terbaik bagi setiap pengunjung.
Kuliner lokal
UMKM Cafein tampil menyuguhkan produk unggulan, berupa kopi lokal atau Kopi Arabika Timor yang dipasok dari wilayah Leloboko, Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, Pulau Timor.
Kopi arabika Timor menjadi suguhan andalan karena memiliki kualitas yang sudah teruji. Kopi Arabika Timor ini pernah meraih juara pertama dari 15 arabika dry terbaik ketika mengikuti kompetisi kopi terbaik Nusantara dalam ajang "Jogja Coffe Week".
Di tempat itu, pengunjung bisa menikmati kopi lokal itu dalam wujud sajian kopi murni maupun minuman campuran lain yang berbahan dasar kopi, seperti es kopi maupun kopi susu dengan aneka rasa, seperti caramel, almond, tiramisu.
Sementara itu, untuk suguhan makanan, sederet menu lokal menjadi pilihan utama, seperti pisang, ubi, jagung, kacang, yang direbus, digoreng, serta dibakar.
Pemilik tempat usaha itu Kichy Jacob menuturkan minuman Kopi Arabika Timor tidak asal disuguhkan, melainkan diseleksi melalui Laboratorium Kopi milik Dekranasda Provinsi NTT.
Proses itu yang membuat aroma dan rasa kopi tetap terjaga serta kafein dan zat lain yang terkandung dalam kopi ditakar secara terukur, sehingga lebih nikmat dan aman dikonsumsi.
UMKM itu tidak menghadapi kendala besar dalam menyuguhkan produk bisnis kuliner karena mengandalkan bahan baku utama dari pasokan petani lokal yang mudah didapatkan.
Tidak semua produk yang disuguhkan berupa menu lokal, namun ada pula produk minuman dan makanan lain, seperti expresso, americano, long black, serta beragam makanan olahan juga disuguhkan untuk memperbanyak pilihan selera para pengunjung.
Semua produk itu disuguhkan oleh Michelle dan rekan-rekan yang telah dibekali dengan keterampilan melayani konsumen, baik dari kalangan masyarakat umum maupun para pejabat pemerintahan, yang berkunjung ke Kantor Dekranasda NTT.
Kichy Jacob memiliki harapan besar melalui UMKM itu, potensi keunggulan pangan lokal NTT dapat semakin dikenal dan diminati secara luas.
Di sisi lain, juga membuktikan bisnis kuliner berbasis pangan lokal mampu menggerakkan perekonomian, tidak hanya bagi pelaku UMKM, namun juga petani lokal di sisi hulu melalui penyerapan hasil komoditi.
Dukungan pemerintah
Bisnis kuliner lokal saat ini sudah banyak bermunculan, sehingga mudah ditemukan saat berkunjung ke berbagai daerah di NTT. Namun UMKM di bawah binaan Dekranasda ini memiliki keunikan tersendiri karena usaha mereka digerakkan oleh para kaum difabel.
Kondisi itu memberikan kesan tersendiri bagi setiap pengunjung yang menyaksikan bagaimana kaum penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama dengan warga normal lain dalam menjalankan usaha ekonomi.
Kesempatan itu hadir atas dukungan Ketua Dekranasda Provinsi NTT Julie Sutrisno Laiskodat beserta jajaran yang memfasilitasi tempat usaha maupun memberikan pelatihan untuk pelayanan yang profesional.
Pemberdayaan warga penyandang disabilitas sudah menjadi bagian dari prioritas kerja Dekranasda NTT. Michelle dan rekan-rekan diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka berkarya menuju kemandirian.
Potret pemberdayaan itu tak hanya tampak di UMKM itu. Dalam momentum lain, warga penyandang disabilitas di NTT juga difasilitasi mempromosikan kain tenun ikat yang mereka hasilkan sendiri pada ajang Presidensi G20 Indonesia pada 2022.
Penyandang disabilitas dari Sekolah Luar Biasa (SLB) di NTT dipersiapkan Dekranasda untuk tampil dalam ajang tersebut melalui dua sesi, yakni di Danau Toba dan di Bali, melalui acara bertema "Disability Arts Festivals".
Baca juga: Bandara Lombok memberikan bantuan dana bagi sekolah difabel
Baca juga: Kampung Difabel jadi lokasi khusus disabilitas di Bali
Di lingkungan pemerintah provinsi, diangkatnya seorang warga penyandang disabilitas Dina Novista Noach (24) sebagai Staf Khusus Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menambah deretan upaya nyata pemerintah memberdayakan warga berkebutuhan khusus.
Di balik dukungan pemerintah itu, perjuangan Michelle dan rekan-rekannya telah menunjukkan kemampuan menaklukkan keterbatasan fisik untuk mewujudkan kemandirian ekonomi melalui usaha kuliner. Mereka mampu membuktikan diri untuk dapat berkarya dan turut berperan membangun daerah ketika mendapatkan kesempatan, seperti warga lainnya.
Seketika ia mengangkat tangan sebagai bahasa isyarat menerima tamu yang datang di Cafein, tempat usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang menyuguhkan minuman dan makanan lokal.
Perempuan bernama Michelle Elik (23) dan akrab disapa Michelle itu merupakan pelaku UMKM bersama tujuh rekannya sejak 2021.
Sedari kecil, Michelle memiliki keterbatasan dalam mendengar dan berbicara (tuna rungu wicara). Itulah sebabnya ia berinteraksi menggunakan bahasa tubuh kala menyambut setiap pengunjung.
Tak hanya Michelle, ada empat rekannya yang lain, juga memiliki keterbatasan serupa. Dengan kemampuan bahasa tubuh, mereka berinteraksi dan dengan cepat memahami setiap keinginan pengunjung.
Pengunjung bisa memesan makanan atau minuman dengan mengarahkan jari tangan mereka ke menu yang diinginkan pada lembaran daftar menu yang disodorkan.
Jika ada keinginan lain, pengunjung juga bisa menuliskan pada kertas yang disediakan atau pun menyampaikan secara lisan, sehingga pesan mereka dapat dipahami melalui gerakan bibir.
Pelayanan yang disuguhkan Michelle dan rekan-rekannya menghadirkan pengalaman unik bagi pengunjung yang sering membeludak pada waktu akhir pekan.
Sebagian pengunjung tidak hanya datang untuk menikmati kuliner, namun momentum kunjungan diisi dengan belajar menggunakan bahasa isyarat bersama Michelle dan rekan-rekan.
Bagi Michelle, bekerja sebagai pelaku UMKM di tempat itu merupakan penghargaan terbesar dalam hidupnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ia juga berinteraksi dengan banyak orang, serta belajar menghadirkan pelayanan terbaik dalam dunia bisnis.
Hal serupa juga dirasakan Frengky Riwu bersama tiga rekan rekan Michelle yang berkebutuhan khusus. Mereka seperti menemukan dunia mereka di tempat usaha itu, sehingga terus menghargai pekerjaan yang dijalani dengan memberikan pelayanan terbaik bagi setiap pengunjung.
Kuliner lokal
UMKM Cafein tampil menyuguhkan produk unggulan, berupa kopi lokal atau Kopi Arabika Timor yang dipasok dari wilayah Leloboko, Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, Pulau Timor.
Kopi arabika Timor menjadi suguhan andalan karena memiliki kualitas yang sudah teruji. Kopi Arabika Timor ini pernah meraih juara pertama dari 15 arabika dry terbaik ketika mengikuti kompetisi kopi terbaik Nusantara dalam ajang "Jogja Coffe Week".
Di tempat itu, pengunjung bisa menikmati kopi lokal itu dalam wujud sajian kopi murni maupun minuman campuran lain yang berbahan dasar kopi, seperti es kopi maupun kopi susu dengan aneka rasa, seperti caramel, almond, tiramisu.
Sementara itu, untuk suguhan makanan, sederet menu lokal menjadi pilihan utama, seperti pisang, ubi, jagung, kacang, yang direbus, digoreng, serta dibakar.
Pemilik tempat usaha itu Kichy Jacob menuturkan minuman Kopi Arabika Timor tidak asal disuguhkan, melainkan diseleksi melalui Laboratorium Kopi milik Dekranasda Provinsi NTT.
Proses itu yang membuat aroma dan rasa kopi tetap terjaga serta kafein dan zat lain yang terkandung dalam kopi ditakar secara terukur, sehingga lebih nikmat dan aman dikonsumsi.
UMKM itu tidak menghadapi kendala besar dalam menyuguhkan produk bisnis kuliner karena mengandalkan bahan baku utama dari pasokan petani lokal yang mudah didapatkan.
Tidak semua produk yang disuguhkan berupa menu lokal, namun ada pula produk minuman dan makanan lain, seperti expresso, americano, long black, serta beragam makanan olahan juga disuguhkan untuk memperbanyak pilihan selera para pengunjung.
Semua produk itu disuguhkan oleh Michelle dan rekan-rekan yang telah dibekali dengan keterampilan melayani konsumen, baik dari kalangan masyarakat umum maupun para pejabat pemerintahan, yang berkunjung ke Kantor Dekranasda NTT.
Kichy Jacob memiliki harapan besar melalui UMKM itu, potensi keunggulan pangan lokal NTT dapat semakin dikenal dan diminati secara luas.
Di sisi lain, juga membuktikan bisnis kuliner berbasis pangan lokal mampu menggerakkan perekonomian, tidak hanya bagi pelaku UMKM, namun juga petani lokal di sisi hulu melalui penyerapan hasil komoditi.
Dukungan pemerintah
Bisnis kuliner lokal saat ini sudah banyak bermunculan, sehingga mudah ditemukan saat berkunjung ke berbagai daerah di NTT. Namun UMKM di bawah binaan Dekranasda ini memiliki keunikan tersendiri karena usaha mereka digerakkan oleh para kaum difabel.
Kondisi itu memberikan kesan tersendiri bagi setiap pengunjung yang menyaksikan bagaimana kaum penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama dengan warga normal lain dalam menjalankan usaha ekonomi.
Kesempatan itu hadir atas dukungan Ketua Dekranasda Provinsi NTT Julie Sutrisno Laiskodat beserta jajaran yang memfasilitasi tempat usaha maupun memberikan pelatihan untuk pelayanan yang profesional.
Pemberdayaan warga penyandang disabilitas sudah menjadi bagian dari prioritas kerja Dekranasda NTT. Michelle dan rekan-rekan diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka berkarya menuju kemandirian.
Potret pemberdayaan itu tak hanya tampak di UMKM itu. Dalam momentum lain, warga penyandang disabilitas di NTT juga difasilitasi mempromosikan kain tenun ikat yang mereka hasilkan sendiri pada ajang Presidensi G20 Indonesia pada 2022.
Penyandang disabilitas dari Sekolah Luar Biasa (SLB) di NTT dipersiapkan Dekranasda untuk tampil dalam ajang tersebut melalui dua sesi, yakni di Danau Toba dan di Bali, melalui acara bertema "Disability Arts Festivals".
Baca juga: Bandara Lombok memberikan bantuan dana bagi sekolah difabel
Baca juga: Kampung Difabel jadi lokasi khusus disabilitas di Bali
Di lingkungan pemerintah provinsi, diangkatnya seorang warga penyandang disabilitas Dina Novista Noach (24) sebagai Staf Khusus Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menambah deretan upaya nyata pemerintah memberdayakan warga berkebutuhan khusus.
Di balik dukungan pemerintah itu, perjuangan Michelle dan rekan-rekannya telah menunjukkan kemampuan menaklukkan keterbatasan fisik untuk mewujudkan kemandirian ekonomi melalui usaha kuliner. Mereka mampu membuktikan diri untuk dapat berkarya dan turut berperan membangun daerah ketika mendapatkan kesempatan, seperti warga lainnya.