Mataram (ANTARA) - Tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir besi berinisial RA mengakui bahwa dirinya sebagai Kepala Cabang PT Anugrah Mitra Graha (AMG) Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, hanya menjalankan perintah dari atasan untuk melaksanakan kegiatan penambangan di Blok Dedalpak.

"Di atas saya 'kan ada direktur, jadi saya hanya menjalankan perintah atasan," kata tersangka RA yang ditemui setelah menjalani pemeriksaan penyidik pidana khusus di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Mataram, Senin.

Baca juga: Ini peran Kepala Dinas ESDM NTB dalam dugaan korupsi tambang pasir besi
Baca juga: Mantan Kadis ESDM NTB resmi diberhentikan sementara dari ASN

Dia pun menyampaikan hal demikian meskipun mengetahui kegiatan penambangan berjalan secara ilegal tanpa memegang dokumen persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM RI.

Tersangka RA membenarkan bahwa dokumen RKAB yang belum mendapat persetujuan tersebut berlangsung dalam periode kegiatan penambangan pada tahun 2021 sampai 2022. "Memang waktu itu (RKAB) masih evaluasi," ujarnya.

Dia pun membenarkan bahwa direktur yang memberikan perintah untuk tetap menjalankan kegiatan penambangan tanpa mengantongi RKAB dari Kementerian ESDM RI itu berkantor pusat di Jakarta Utara. "Iya, kurang lebih begitu," ucap dia.

Terkait pemeriksaan tersangka RA di hadapan penyidik pidana khusus ini pun turut dibenarkan oleh Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera. "Iya, terhadap tersangka RA penyidik melakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan dimulai sekitar pukul 09.30 Wita," kata Efrien.

Untuk tersangka lain berinisial ZA yang merupakan mantan Kepala Dinas ESDM NTB, dia meyakinkan bahwa penyidik telah melakukan pemeriksaan pada pekan lalu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram.
"Pemeriksaan tersangka ZA dilaksanakan penyidik di Lapas Mataram pada pekan lalu itu biar situasi tetap kondusif," ujarnya.

Penyidik menetapkan ZA dan RA sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang menemukan indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam kegiatan tambang pasir besi oleh PT AMG di Blok Dedalpak.

Setelah penetapan, penyidik melakukan penahanan dengan menitipkan kedua tersangka di Rumah Tahanan Negara (Rutan) pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rahmawati dalam keterangan sebelumnya meyakinkan bahwa penyidikan kasus ini belum tuntas sampai penetapan dan penahanan kedua tersangka.

Saat ini, katanya, masih ada serangkaian kegiatan untuk menguatkan alat bukti, baik dari keterangan saksi, kedua tersangka, dan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Dengan agenda demikian, Ely menyebutkan adanya potensi penetapan tersangka baru dari kasus yang berjalan di tahap penyidikan sejak 18 Januari 2023 sesuai dengan surat perintah dari Kepala Kejati NTB nomor: Print-01/N.2/Fd.1/01/2023.

Dalam kasus ini PT AMG terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di atas lahan seluas 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.

Izin itu pun terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024