Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat, Zaenal Abidin, yang menjadi salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi tambang pasir besi pada Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur, NTB, mengajukan upaya hukum praperadilan.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Jumat, membenarkan adanya pengajuan praperadilan atas nama pemohon Zaenal Abidin.
"Iya, sudah kami terima (pengajuan praperadilan), Kamis (13/4) kemarin masuk," kata Kelik.
Baca juga: Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur
Tindak lanjut pengajuan, dia meyakinkan bahwa pengadilan telah menerbitkan agenda perdana atas perkara nomor: 4/Pid.Pra/2023/PN Mtr tersebut.
"Sidangnya (agenda perdana) tanggal 2 Mei 2023," ujarnya.
Zaenal Abidin yang merupakan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat tersebut mengajukan praperadilan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka.
Sebagai pemohon, Zaenal Abidin mengajukan praperadilan dengan pihak termohon Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Zaenal Abidin melalui kuasa hukumnya, Umaiyah dalam keterangan sebelumnya menyampaikan alasan pengajuan praperadilan ini berkaitan dengan penerapan sangkaan pidana Pasal 2 ayat (1) Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Menurut Umaiyah, Zaenal Abidin sebagai Kepala Dinas ESDM NTB tidak berwenang mengeluarkan izin dalam kegiatan pertambangan. Melainkan, kewenangan itu mutlak ada di Kementerian ESDM. Untuk daerah, sifatnya hanya mengeluarkan rekomendasi.
Oleh karena itu, Umaiyah menilai kurang tepat penyidik menerapkan sangkaan pasal pidana yang mengatur tentang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut.
Terkait dengan adanya pengajuan praperadilan dari Zaenal Abidin, Kepala Kejati NTB Nanang Ibrahim Soleh menanggapi dengan menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan hak dari tersangka.
"Silakan, itu hak dari tersangka," ujar Nanang.
Dia pun menyatakan bahwa pihaknya akan mempersiapkan kebutuhan dalam menghadapi sidang praperadilan tersebut.
"Iya, tentu, kami persiapkan untuk menghadapi praperadilan itu," ucapnya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Jumat, membenarkan adanya pengajuan praperadilan atas nama pemohon Zaenal Abidin.
"Iya, sudah kami terima (pengajuan praperadilan), Kamis (13/4) kemarin masuk," kata Kelik.
Baca juga: Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur
Tindak lanjut pengajuan, dia meyakinkan bahwa pengadilan telah menerbitkan agenda perdana atas perkara nomor: 4/Pid.Pra/2023/PN Mtr tersebut.
"Sidangnya (agenda perdana) tanggal 2 Mei 2023," ujarnya.
Zaenal Abidin yang merupakan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat tersebut mengajukan praperadilan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka.
Sebagai pemohon, Zaenal Abidin mengajukan praperadilan dengan pihak termohon Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Zaenal Abidin melalui kuasa hukumnya, Umaiyah dalam keterangan sebelumnya menyampaikan alasan pengajuan praperadilan ini berkaitan dengan penerapan sangkaan pidana Pasal 2 ayat (1) Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Menurut Umaiyah, Zaenal Abidin sebagai Kepala Dinas ESDM NTB tidak berwenang mengeluarkan izin dalam kegiatan pertambangan. Melainkan, kewenangan itu mutlak ada di Kementerian ESDM. Untuk daerah, sifatnya hanya mengeluarkan rekomendasi.
Oleh karena itu, Umaiyah menilai kurang tepat penyidik menerapkan sangkaan pasal pidana yang mengatur tentang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut.
Terkait dengan adanya pengajuan praperadilan dari Zaenal Abidin, Kepala Kejati NTB Nanang Ibrahim Soleh menanggapi dengan menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan hak dari tersangka.
"Silakan, itu hak dari tersangka," ujar Nanang.
Dia pun menyatakan bahwa pihaknya akan mempersiapkan kebutuhan dalam menghadapi sidang praperadilan tersebut.
"Iya, tentu, kami persiapkan untuk menghadapi praperadilan itu," ucapnya.