Mataram (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat menyiapkan rencana teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan antisipasi kekeringan berkepanjangan akibat dampak El Nino.
Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi di Mataram, Kamis, mengatakan rencana hujan buatan ini terkait dengan kesiapsiagaan bencana alam kekeringan, kebakaran hutan dan lahan di NTB.
"Tahun ini kita akan mengalami El Nino ekstrem, artinya akan terjadi kekurangan curah hujan yang cukup berat sehingga pada musim kemarau saat ini sangat kering di wilayah NTB," katanya.
Ia mengatakan kekeringan panjang tersebut akan berdampak pada kekurangan air baku masyarakat sehingga otomatis banyak masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih untuk minum.
El Nino, katanya, juga menyebabkan kekurangan air untuk tanaman, berkurangnya produksi pertanian, sehingga berimplikasi pada harga komoditas pertanian menjadi lebih mahal, dan akhirnya konflik serta terjadi inflasi.
"Salah satu bentuk kita mengantisipasi kekeringan akibat kemarau panjang ini di izinkan membuat hujan buatan atau TMC," ujarnya.
Ahmadi mengatakan untuk metode TMC ini bergantung pada kondisi cuaca sehingga tidak sembarang dilakukan.
"TMC ini tidak sembarang waktu, di mana melihat kondisi cuaca. Artinya cuaca ini dilihat mengandung uap air yang cukup tinggi supaya bisa menghasilkan hujan. Perkiraan awal Mei ini sangat cocok hujan buatan. Kalau dilakukan pada Juni atau Juli tidak bisa dilakukan karena awan tidak mengandung uap air yang cukup kalau itu dilakukan," katanya.
Selain kondisi cuaca, pelaksanaan metode TMC perlu melihat sisi anggaran karena untuk satu kali hujan buatan butuh anggaran yang tidak sedikit atau bisa sampai ratusan juta rupiah, terutama terkait dengan pesawat.
"Makanya kemampuan SDM, anggaran harus disiapkan dan sistem koordinasi antarpihak harus ditingkatkan karena persoalan bencana ini tidak hanya BPBD tetapi semua pihak harus terlibat," katanya.
Terkait dengan teknis hujan buatan ini, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan PUPR dan BWS NTB karena terkait dengan ketersediaan air.
"Kita juga butuh dukungan BNPB karena soal biaya pesawat, dan garam," ujar dia.
Terkait dengan wilayah yang terparah kekeringan setiap tahun, yakni kawasan selatan Pulau Lombok, mulai Sekotong, Pujut, dan Keruak. Selanjutnya di bagian utara Pulau Sumbawa, seperti Soromandi, Wera, Moyo, Lunyuk, dan Sumbawa Barat.
"Untuk distribusi air tetap kita lakukan, termasuk dengan mengajak warga untuk membuat tempat-tempat penampungan air hujan. Kalau berharap dari sumur bor tidak semua bisa ada untuk wilayah selatan karena tidak kecekungan air tanah, sehingga kawasan selatan tidak bisa pakai air bor," katanya.
Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi di Mataram, Kamis, mengatakan rencana hujan buatan ini terkait dengan kesiapsiagaan bencana alam kekeringan, kebakaran hutan dan lahan di NTB.
"Tahun ini kita akan mengalami El Nino ekstrem, artinya akan terjadi kekurangan curah hujan yang cukup berat sehingga pada musim kemarau saat ini sangat kering di wilayah NTB," katanya.
Ia mengatakan kekeringan panjang tersebut akan berdampak pada kekurangan air baku masyarakat sehingga otomatis banyak masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih untuk minum.
El Nino, katanya, juga menyebabkan kekurangan air untuk tanaman, berkurangnya produksi pertanian, sehingga berimplikasi pada harga komoditas pertanian menjadi lebih mahal, dan akhirnya konflik serta terjadi inflasi.
"Salah satu bentuk kita mengantisipasi kekeringan akibat kemarau panjang ini di izinkan membuat hujan buatan atau TMC," ujarnya.
Ahmadi mengatakan untuk metode TMC ini bergantung pada kondisi cuaca sehingga tidak sembarang dilakukan.
"TMC ini tidak sembarang waktu, di mana melihat kondisi cuaca. Artinya cuaca ini dilihat mengandung uap air yang cukup tinggi supaya bisa menghasilkan hujan. Perkiraan awal Mei ini sangat cocok hujan buatan. Kalau dilakukan pada Juni atau Juli tidak bisa dilakukan karena awan tidak mengandung uap air yang cukup kalau itu dilakukan," katanya.
Selain kondisi cuaca, pelaksanaan metode TMC perlu melihat sisi anggaran karena untuk satu kali hujan buatan butuh anggaran yang tidak sedikit atau bisa sampai ratusan juta rupiah, terutama terkait dengan pesawat.
"Makanya kemampuan SDM, anggaran harus disiapkan dan sistem koordinasi antarpihak harus ditingkatkan karena persoalan bencana ini tidak hanya BPBD tetapi semua pihak harus terlibat," katanya.
Terkait dengan teknis hujan buatan ini, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan PUPR dan BWS NTB karena terkait dengan ketersediaan air.
"Kita juga butuh dukungan BNPB karena soal biaya pesawat, dan garam," ujar dia.
Terkait dengan wilayah yang terparah kekeringan setiap tahun, yakni kawasan selatan Pulau Lombok, mulai Sekotong, Pujut, dan Keruak. Selanjutnya di bagian utara Pulau Sumbawa, seperti Soromandi, Wera, Moyo, Lunyuk, dan Sumbawa Barat.
"Untuk distribusi air tetap kita lakukan, termasuk dengan mengajak warga untuk membuat tempat-tempat penampungan air hujan. Kalau berharap dari sumur bor tidak semua bisa ada untuk wilayah selatan karena tidak kecekungan air tanah, sehingga kawasan selatan tidak bisa pakai air bor," katanya.