Mataram,  (Antara NTB)- Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, mengembangkan budi daya lebah jenis Apis penghasil madu di kawasan hutan Gunung Sasak, Desa Tempos yang saat ini telah berkembang sekitar 500 "stup" (kandang berupa kotak).

"Kendati produksinya belum maksimal, yakni rata-rata 375 liter per tahun, namun puluhan warga di wilayah hutan Gunung Sasak terus memaksimalkan potensi yang ada," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Lalu Syaiful Arifin di Mataram, Senin.

Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, telah mengembangkan budi daya madu dengan jenis lebah Apis di kawasan hutan Gunung Sasak, Desa Tempos yang saat ini telah berkembang cukup bagus.

"Kendati puluhan warga di wilayah hutan Gunung Sasak yang kini sudah mengembangkan sekitar 500 `stup` (kandang berupa kotak) lebah produksi belum maksimal yakni rata-rata 375 liter per tahun," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lombok Barat Lalu Syaiful Arifin di Mataram, Senin.

Dikatakannya, pengembangan budi daya madu di hutan Gunung Sasak ini dimulai sejak tahun 2010, yang diawali dengan pemberian pelatihan tentang budi daya madu, pengelolaan hasil produksi hingga pengemasannya.

"Setelah warga yang ada disekitar Gunung Sasak memiliki keahlian itu, secara perlahan budi daya dikembangkan mulai tahun 2011 hingga kini," katanya.

Ia menilai, salah satu keunggulan budi daya madu di Gunung Sasak adalah para pembeli bisa memeras langsung madu dari "stup" yang ada, sehingga keasliannya dapat terjamin tanpa campuran apapun.

"Sementara jika kita membeli madu dari luar, kualitas dan keaslianya masih kita ragukan, sebab harus melewati beberap proses hingga sampai di pasaran," katanya.

Namun demikian, lajutnya, harga madu di Gunung Sasak lebih mahal jika dibandingkan madu di luar, yakni berkisar Rp150 ribu per botol atau sekitar 650 milliliter (ml).

"Semetara jenis madu-madu yang dijual dari luar bisa didapatkan dengan harga di bawah itu," ujarnya.

Menurut dia, dengan keunggulan yang dimiliki budi daya madu di hutan Gunung Sasak, ke depan akan dikembangkan sebagai lokasi wisata pengambilan madu langsung dari "stup".

Dengan demikian, para wisatawan bisa melihat secara langsung cara budi daya lebah hingga menghasilkan madu, pengelolaan madu sampai pengemasannya.

"Saat ini memang sudah ada wisatawan yang datang karena mendapatkan informasi dari beberapa pihak, tetapi secara resmi kami belum menyatakan kawasan itu sebagai lokasi wisata karena harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang," katanya.

Selain di hutan Gunung Sasak, pengembangan budi daya lebah juga ada di Karang Bayan dengan jumlah yang lebih banyak yakni tidak kurang dari 1.000 "stup" dengan jenis lebah Trigona. (*)

Pewarta : Nirkomala
Editor :
Copyright © ANTARA 2024