Jakarta (ANTARA) - Analis senior Lukman Leong menyatakan penguatan rupiah dipengaruhi antisipasi investor terkait data inflasi Indonesia pada Mei 2023, yang diperkirakan akan kembali lebih rendah. "Dolar AS sebenarnya masih rebound menguat secara umum setelah data tenaga kerja AS NFP (nonfarm payrolls), yang lebih kuat memicu kenaikan imbal hasil obligasi AS dan ekspektasi tingkat suku bunga The Fed yang lebih tinggi," kata dia ketika dihubungi di Jakarta, Senin.

Selain itu, data inflasi diperkirakan akan kembali turun dan kian mendekati target Bank Indonesia, sehingga bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada pembukaan perdagangan Senin ini, nilai tukar (kurs) rupiah, yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 0,66 persen atau 100 poin menjadi Rp14.894 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.994 per dolar AS. "Indeks dolar AS pada umumnya naik, dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang, kecuali rupiah," ucap Lukman.

Sementara itu, menurut analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan pagi ini disebabkan faktor eksternal, yakni kesepakatan senat AS terkait debt-ceilling Pemerintah AS menjadi rancangan undang-undang (RUU) dan data pengangguran AS pada Mei 2023 yang memburuk.

Baca juga: Senin pagi, kurs rupiah Rp14.894 per dolar AS
Baca juga: Selasa pagi, kurs Rupiah Rp4.963 per dolar AS

Adapun faktor domestik yang mendorong penguatan rupiah adalah ekspektasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 yang tinggi di level 5,7 persen. "(Faktor lainnya adalah) laju inflasi Mei (2023) diperkirakan masih pada level yang rendah," ungkapnya.

 

Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024