Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memaparkan bahwa tren kejadian bencana di Provinsi Aceh mulai bergeser dari banjir menjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menjelaskan meski tidak memiliki lahan gambut yang luas, Aceh merupakan wilayah yang rawan karhutla.

“Karena memang hari tanpa hujan di Aceh cukup panjang, dan hutan-hutan yang ada di Aceh pada posisi kering sehingga sedikit saja terpercik, apakah itu puntung rokok ataupun kondisi-kondisi yang dipengaruhi oleh faktor manusia pada umumnya, sangat gampang memicu kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya dalam pemaparan secara daring di acara Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin (19/6).

Ia memaparkan bahwa faktanya, Aceh bukan termasuk provinsi prioritas, karena secara historis daerah yang rawan karhutla dengan proporsi lahan gambut yang tidak cukup besar. Wilayah dengan dominan gambut, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

"Meskipun Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur juga dominan lahan gambut, tetapi di beberapa hari ke belakang masih cukup dominan hujan sehingga kejadian-kejadian karhutla tidak signifikan," ujar Abdul.

Baca juga: BNBP sebut hidrometeorologi kering mendominasi di Indonesia jumlahnya masih fluktuatif
Baca juga: Petugas BNPB berusaha padamkan kebakaran lahan di Barito Selatan

BNPB mencatat bencana di Indonesia terjadi 1.759 kali. Karhutla mulai mendominasi sebanyak 144 kali, meskipun secara umum ini masih didominasi oleh banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor karena masih dalam akhir periode La Nina di awal 2023.

"Sejak awal Mei, proporsi kejadian banjir sudah mulai imbang dengan karhutla yang mendominasi ini sebanyak kali, banjir yang cuma tiga kali dan cuaca ekstrem puting beliung yang saat ini sudah terjadi sembilan kali, yang diiringi hujan dan tidak ada hujan sama sekali," katanya.

 



 


Pewarta : Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024