Jakarta (Antara NTB) - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan kesejahteraan sosial sebagai peran negara hadir di tengah-tengah masyarakat, salah satunya pemberian akta kelahiran anak-anak panti sebagai anak negara.
"Jumlah anak-anak yang dipelihara oleh panti-panti terus bertambah sebagai dampak dari 'unwanted pragnant' dan 'unwanted children' yang membutuhkan peran negara," katanya di acara HUT ke-49 dan peresmian gedung Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan akta dari pendirian negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 oleh para pendiri bangsa atau "founding father" untuk segenap warga tanpa terkecuali.
Khofifah menegaskan pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA), serta Kepolisian.
"Komunikasi dan koordinasi sudah dilakukan agar status anak-anak di panti itu jelas sebagai anak negara yang dilegalkan dan diusulkan tidak perlu ke pangadilan cukup notaris didatangkan ke panti untuk mengurusnya," ujarnya.
Kemensos juga menyiapkan draft Peraturan Presiden (Perpres) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait anak negara dan hampir semuanya lembaga memiliki komitmen yang sama untuk status dan legalitas anak negara.
"Kami sudah menyiapkan SKB dan draft Perpres untuk legalitas anak-anak di panti dengan status sebagai anak negara yang dibuktikan dengan akta kelahiran," ucapnya.
Data Insitut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) yang melakukan advokasi menyebutkan baru 40 juta atau 50 persen dari 83 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran.
Selain itu, Kemensos turut memberikan perhatian terhadap persoalan yang dialami kota-kota besar di Indonesia, khusunya DKI Jakarta yang terkait dengan tunawisma.
"PBB 15 hari lalu merilis lima negara dengan jumlah tunawisma tertinggi di dunia, dan salah satunya memasukan DKI Jakarta di dalamnya setelah kota New York, Amerika Serikat," katanya.
Untuk itu, kata Mensos, dibutuhkan "Private Public Partnership" untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi di kota-kota besar dengan melibatkan berbagi pihak terkait lainnya.
"DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia itu ibarat gula jadi banyak semut yang datang. Hal itu, berbanding lurus dengan persoalan yang terjadi dan dengan PPP diharapkan menjadi solusi tepat," ujarnya. (*)
"Jumlah anak-anak yang dipelihara oleh panti-panti terus bertambah sebagai dampak dari 'unwanted pragnant' dan 'unwanted children' yang membutuhkan peran negara," katanya di acara HUT ke-49 dan peresmian gedung Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan akta dari pendirian negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 oleh para pendiri bangsa atau "founding father" untuk segenap warga tanpa terkecuali.
Khofifah menegaskan pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA), serta Kepolisian.
"Komunikasi dan koordinasi sudah dilakukan agar status anak-anak di panti itu jelas sebagai anak negara yang dilegalkan dan diusulkan tidak perlu ke pangadilan cukup notaris didatangkan ke panti untuk mengurusnya," ujarnya.
Kemensos juga menyiapkan draft Peraturan Presiden (Perpres) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait anak negara dan hampir semuanya lembaga memiliki komitmen yang sama untuk status dan legalitas anak negara.
"Kami sudah menyiapkan SKB dan draft Perpres untuk legalitas anak-anak di panti dengan status sebagai anak negara yang dibuktikan dengan akta kelahiran," ucapnya.
Data Insitut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) yang melakukan advokasi menyebutkan baru 40 juta atau 50 persen dari 83 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran.
Selain itu, Kemensos turut memberikan perhatian terhadap persoalan yang dialami kota-kota besar di Indonesia, khusunya DKI Jakarta yang terkait dengan tunawisma.
"PBB 15 hari lalu merilis lima negara dengan jumlah tunawisma tertinggi di dunia, dan salah satunya memasukan DKI Jakarta di dalamnya setelah kota New York, Amerika Serikat," katanya.
Untuk itu, kata Mensos, dibutuhkan "Private Public Partnership" untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi di kota-kota besar dengan melibatkan berbagi pihak terkait lainnya.
"DKI Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia itu ibarat gula jadi banyak semut yang datang. Hal itu, berbanding lurus dengan persoalan yang terjadi dan dengan PPP diharapkan menjadi solusi tepat," ujarnya. (*)