Mamuju (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Sulbar mencatat 10 kasus kekerasan perempuan dan anak terjadi di Provinsi itu sepanjang 2023.
Kepala DP3AP2KB Provinsi Sulbar, Djamila Haruna di Mamuju, Selasa, mengatakan kasus kekerasan tersebut terjadi mulai dari tindak pelecehan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), percobaan penculikan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Menurut dia, sepanjang 2022 juga terjadi kasus serupa sebanyak 26 kasus. Kasus asusila terhadap anak di bawah umur terjadi di Dusun Bao Batu, Desa Bambu, Kabupaten Mamuju. Korban berinisial NH (13 tahun) diduga mendapat perlakuan bejat dari empat orang sekaligus.
"Kekerasan terhadap anak dan perempuan memang masih kerap terjadi di Sulbar, anak di bawah umur yang menjadi korban itu bahkan harus menjalani perawatan medis di rumah sakit, sehingga pemerintah melakukan pendampingan," katanya.
Ia mengatakan pihaknya akan berkomitmen mengawal pengusutan kasus dugaan korban kekerasan terhadap perempuan maupun anak serta melakukan pendampingan perawatan medis hingga pendampingan hukum.
"Pemerintah Sulbar akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Mamuju dan UPTD PPA Sulbar selain itu, setiap korban kekerasan juga akan tetap mendapat pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang telah bekerja sama dengan UPTD PPA Sulbar," katanya.
Baca juga: Kemen PPPA ajak aparat tangani kasus perempuan-anak harus berperspektif gender
Baca juga: Kasus KDRT terbanyak dilaporkan Komnas Perempuan
Ia mengatakan pemerintah Sulbar juga telah melakukan berbagai sosialisasi hingga ke tingkat desa agar kekerasan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. "Pemerintah Sulbar juga melakukan sosialisasi akan buruknya dampak dari perkawinan anak bekerjasama dengan Kanwil Kemenag, Dinas pendidikan, dan BKKBN dengan menginstruksikan kepada sekolah setingkat SMA agar melakukan pencegahan perkawinan anak," katanya.*
Kepala DP3AP2KB Provinsi Sulbar, Djamila Haruna di Mamuju, Selasa, mengatakan kasus kekerasan tersebut terjadi mulai dari tindak pelecehan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), percobaan penculikan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Menurut dia, sepanjang 2022 juga terjadi kasus serupa sebanyak 26 kasus. Kasus asusila terhadap anak di bawah umur terjadi di Dusun Bao Batu, Desa Bambu, Kabupaten Mamuju. Korban berinisial NH (13 tahun) diduga mendapat perlakuan bejat dari empat orang sekaligus.
"Kekerasan terhadap anak dan perempuan memang masih kerap terjadi di Sulbar, anak di bawah umur yang menjadi korban itu bahkan harus menjalani perawatan medis di rumah sakit, sehingga pemerintah melakukan pendampingan," katanya.
Ia mengatakan pihaknya akan berkomitmen mengawal pengusutan kasus dugaan korban kekerasan terhadap perempuan maupun anak serta melakukan pendampingan perawatan medis hingga pendampingan hukum.
"Pemerintah Sulbar akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Mamuju dan UPTD PPA Sulbar selain itu, setiap korban kekerasan juga akan tetap mendapat pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang telah bekerja sama dengan UPTD PPA Sulbar," katanya.
Baca juga: Kemen PPPA ajak aparat tangani kasus perempuan-anak harus berperspektif gender
Baca juga: Kasus KDRT terbanyak dilaporkan Komnas Perempuan
Ia mengatakan pemerintah Sulbar juga telah melakukan berbagai sosialisasi hingga ke tingkat desa agar kekerasan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. "Pemerintah Sulbar juga melakukan sosialisasi akan buruknya dampak dari perkawinan anak bekerjasama dengan Kanwil Kemenag, Dinas pendidikan, dan BKKBN dengan menginstruksikan kepada sekolah setingkat SMA agar melakukan pencegahan perkawinan anak," katanya.*