Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melimpahkan tiga tersangka beserta barang bukti perkara dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur, ke penuntut umum.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat, menjelaskan pelimpahan ini merupakan kegiatan tahap dua yang menandakan bahwa penyidikan telah tuntas.
"Jadi, tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum yang berlangsung hari ini kami laksanakan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap," kata Efrien.
Baca juga: Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur
Tindak lanjut dari pelaksanaan tahap dua, kata dia, penuntut umum menitipkan penahanan terhadap ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Mataram.
Untuk kebutuhan persidangan, Efrien meyakinkan bahwa pihak penuntut umum dari kejaksaan kini sedang mempersiapkan kelengkapan formil materiil dakwaan.
"Kelengkapan formil materiil ini untuk kebutuhan pelimpahan perkara ketiganya ke pengadilan. Semoga dalam waktu dekat bisa disegerakan," ujarnya.
Pelimpahan tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti dilaksanakan di Kantor Kejati NTB. Ketiganya hadir ke hadapan jaksa mulai pukul 10.00 Wita dengan pendampingan kuasa hukum.
Pemeriksaan kelengkapan berkas pelimpahan selesai sekitar pukul 12.00 Wita. Usai pemeriksaan, ketiganya langsung dibawa petugas kejaksaan ke Lapas Kelas II A Mataram yang berada di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Cabang PT AMG Kabupaten Lombok Timur berinisial RA, Direktur PT AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai dengan 2022.
Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Jumat, menjelaskan pelimpahan ini merupakan kegiatan tahap dua yang menandakan bahwa penyidikan telah tuntas.
"Jadi, tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti ke penuntut umum yang berlangsung hari ini kami laksanakan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap," kata Efrien.
Baca juga: Kepala Dinas ESDM NTB jadi tersangka korupsi pasir besi Lombok Timur
Tindak lanjut dari pelaksanaan tahap dua, kata dia, penuntut umum menitipkan penahanan terhadap ketiga tersangka di Lapas Kelas II A Mataram.
Untuk kebutuhan persidangan, Efrien meyakinkan bahwa pihak penuntut umum dari kejaksaan kini sedang mempersiapkan kelengkapan formil materiil dakwaan.
"Kelengkapan formil materiil ini untuk kebutuhan pelimpahan perkara ketiganya ke pengadilan. Semoga dalam waktu dekat bisa disegerakan," ujarnya.
Pelimpahan tahap dua untuk ketiga tersangka dan barang bukti dilaksanakan di Kantor Kejati NTB. Ketiganya hadir ke hadapan jaksa mulai pukul 10.00 Wita dengan pendampingan kuasa hukum.
Pemeriksaan kelengkapan berkas pelimpahan selesai sekitar pukul 12.00 Wita. Usai pemeriksaan, ketiganya langsung dibawa petugas kejaksaan ke Lapas Kelas II A Mataram yang berada di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, yakni Kepala Cabang PT AMG Kabupaten Lombok Timur berinisial RA, Direktur PT AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai dengan 2022.
Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.