Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengupayakan pemulihan kerugian negara Rp36 miliar yang muncul berdasarkan hasil audit BPKP di kasus dugaan korupsi tambang pasir besi PT Anugrah Mitra Graha (AMG) di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur.
"Tujuan penanganan kasus korupsi 'kan bukan saja mengenai penindakan hukum. Tetapi, juga bagaimana memulihkan kerugian negara. Untuk itu kami upayakan agar para tersangka bisa memulihkan kerugian di tahap penuntutan," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Senin.
Dalam proses penanganan, salah seorang tersangka berinisial PSW yang merupakan Direktur PT AMG telah menunjukkan itikad baik dengan menitipkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp800 juta. Uang tersebut dititipkan pada tahap penyidikan.
Efrien meyakinkan bahwa pihaknya telah menitipkan uang pengganti tersebut dalam rekening kejaksaan.
"Uang itu sudah dititipkan. Sudah tercatat sebagai uang pengganti," ucap dia.
Terkait dengan hal tersebut, tersangka lain berinisial RAW yang berperan sebagai Kepala Cabang PT AMG Lombok Timur melalui kuasa hukum Kukuh Kharisma menegaskan bahwa kliennya tetap berniat untuk mengembalikan kerugian negara.
"Niat itu tetap ada, tetapi kami masih menunggu hasil resmi perhitungan dari BPKP. Kami belum melihat hasil resmi kerugian negaranya itu," kata Kukuh.
Selain melihat secara resmi, pihaknya juga harus mengetahui nominal kerugian negara yang dibebankan kepada kliennya.
"Tidak mungkin klien kami ganti seluruhnya. Jadi, kami akan menunggu hasil pembagian yang harus ditanggung klien kami berapa," ucapnya.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, selain dari pihak PT AMG, jaksa turut menetapkan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkembangan penanganan, penyidik telah melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti. Penuntut umum melanjutkan hal tersebut dengan menitipkan penahanan terhadap ketiga tersangka di Lapas Kelas IIA Mataram.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Menurut aturan, persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.
"Tujuan penanganan kasus korupsi 'kan bukan saja mengenai penindakan hukum. Tetapi, juga bagaimana memulihkan kerugian negara. Untuk itu kami upayakan agar para tersangka bisa memulihkan kerugian di tahap penuntutan," kata Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Senin.
Dalam proses penanganan, salah seorang tersangka berinisial PSW yang merupakan Direktur PT AMG telah menunjukkan itikad baik dengan menitipkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp800 juta. Uang tersebut dititipkan pada tahap penyidikan.
Efrien meyakinkan bahwa pihaknya telah menitipkan uang pengganti tersebut dalam rekening kejaksaan.
"Uang itu sudah dititipkan. Sudah tercatat sebagai uang pengganti," ucap dia.
Terkait dengan hal tersebut, tersangka lain berinisial RAW yang berperan sebagai Kepala Cabang PT AMG Lombok Timur melalui kuasa hukum Kukuh Kharisma menegaskan bahwa kliennya tetap berniat untuk mengembalikan kerugian negara.
"Niat itu tetap ada, tetapi kami masih menunggu hasil resmi perhitungan dari BPKP. Kami belum melihat hasil resmi kerugian negaranya itu," kata Kukuh.
Selain melihat secara resmi, pihaknya juga harus mengetahui nominal kerugian negara yang dibebankan kepada kliennya.
"Tidak mungkin klien kami ganti seluruhnya. Jadi, kami akan menunggu hasil pembagian yang harus ditanggung klien kami berapa," ucapnya.
Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan tiga tersangka, selain dari pihak PT AMG, jaksa turut menetapkan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkembangan penanganan, penyidik telah melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti. Penuntut umum melanjutkan hal tersebut dengan menitipkan penahanan terhadap ketiga tersangka di Lapas Kelas IIA Mataram.
PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.
Dalam kasus ini terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Menurut aturan, persetujuan rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB) tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan, ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.
Aturannya sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.
Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual.