Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) sepakat meningkatkan kolaborasi untuk restorasi ekosistem gambut sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan meningkatkan penghidupan masyarakat di Kalimantan Barat.
Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Anang Setiawan Achmadi mengatakan kerja sama itu merupakan bentuk dukungan atas kebijakan pemerintah dalam mengurangi emisi karbon melalui restorasi ekosistem gambut.
"Indonesia sebagai pemilik ekosistem gambut terbesar kedua di dunia telah menargetkan 2,5 juta hektare lahan gambut untuk direstorasi. Upaya ini tidaklah mudah dan perlu didukung berbagai pihak melalui kolaborasi stakeholder," ujarnya di Jakarta, Jumat.
BRIN dan YKAN memiliki tiga program kegiatan yang tercakup dalam kerja sama riset selama tiga tahun di Kalimantan Barat. Pertama, kajian teknis dan sosial-ekonomi terkait optimalisasi pembangunan sekat kanal dalam pengelolaan muka air gambut secara partisipatif. Kedua, evaluasi dampak pembasahan kembali lahan gambut yang terdegradasi terhadap emisi gas rumah kaca dan ekspor karbon akuatik.
Kemudian, program ketiga adalah penerapan praktik pertanian berkelanjutan sebagai opsi peningkatan ekonomi masyarakat. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 13,4 juta hektare menyimpan 57 gigaton karbon atau 55 persen dari total karbon gambut tropis dunia.
Berdasarkan hasil kajian Natural Climate Solutions, ekosistem gambut memiliki potensi terbesar dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia dibandingkan ekosistem mangrove dan lahan kering, yakni sebesar 74 persen.
Oleh karena itu, perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan dalam mencapai target iklim nasional melainkan juga untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara global. Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto mengatakan pihaknya menetapkan Kalimantan Barat sebagai salah satu provinsi prioritas untuk penerapan solusi iklim alami mengingat ada tutupan lahan gambut seluas 1,6 juta hektare dan potensi mitigasi yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
"Kami mengkaji dampak dari restorasi gambut terhadap penurunan emisi, serta mendukung upaya berkelanjutan untuk melindungi gambut dari degradasi dan deforestasi yang melibatkan seluruh pihak,” kata Herlina.
Sementara itu, Manajer Senior Karbon Hutan dan Iklim YKAN Nisa Novita menyampaikan pembasahan kembali area gambut merupakan salah satu upaya yang efektif secara biaya dalam mencapai target penurunan emisi karbon nasional.
Baca juga: El Nino melipatgandakan potensi kerentanan karhutla
Baca juga: KLHK deteksi 81 titik panas kebakaran hutan di Indonesia
Baca juga: El Nino melipatgandakan potensi kerentanan karhutla
Baca juga: KLHK deteksi 81 titik panas kebakaran hutan di Indonesia
Kegiatan pembasahan kembali lahan gambut melalui pembuatan sekat kanal di perkebunan kelapa sawit pada lokasi penelitian di Kalimantan Barat, dapat mengurangi sepertiga dari emisi karbon dioksida dan tidak berpengaruh pada emisi metana dibandingkan areal yang tidak dibasahi kembali. "Pada skala nasional, pembasahan gambut berpotensi menyumbang 34 persen terhadap target pengurangan emisi nasional dari sektor forest and other land uses (FOLU),” pungkas Nisa.