Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) pada Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Mataram.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman Asmara Syarifuddin melalui sambungan telepon, Selasa, membenarkan terkait penahanan kedua tersangka oleh penyidik tindak pidana korupsi.
"Iya, benar. Penyidik melakukan penahanan terhadap kedua tersangka di Rutan Polda NTB," kata Arman.
Sebelum menjalani penahanan, jelas dia, penyidik melakukan pemeriksaan kesehatan kepada kedua tersangka di Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda NTB.
Pemeriksaan kesehatan tersebut berlangsung sekitar pukul 11.00 WITA dalam agenda penyidik melakukan pemeriksaan keduanya sebagai tersangka.
"Jadi, pemeriksaan kesehatan ini untuk memastikan kondisi kesehatan keduanya sebelum menjalani penahanan," ujarnya.
Dua tersangka dalam kasus ini berinisial AD dan ZF. Tersangka AD berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan ZF sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Saat proyek tersebut bergulir pada tahun anggaran 2017, terungkap dalam struktur kepengurusan Poltekkes Mataram, AD menduduki jabatan Direktur Poltekkes Mataram dan ZF sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Keperawatan pada Poltekkes Mataram.
Penahanan terhadap kedua tersangka berlangsung sekitar pukul 13.00 WITA. Giat penahanan tersebut turut disaksikan kuasa hukum kedua tersangka.
Saat ditemui wartawan, kedua tersangka menolak untuk memberikan komentar terkait proyek pengadaan tahun 2017 tersebut.
Dalam kasus ini penyidik telah mendapatkan nilai kerugian negara Rp3,2 miliar. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Penyidik pun telah merampungkan proses penyidikan dan hasil penelitian jaksa menyatakan berkas perkara sudah lengkap atau P-21.
Dengan status penanganan demikian, kini penyidik tinggal melakukan tahap dua pelimpahan kedua tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
Pengadaan ABBM yang bersumber dari APBN tahun 2017 ini disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar.
Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog. Namun, ada yang secara langsung melalui sistem tender yang dimenangi tujuh perusahaan penyedia dengan melibatkan 11 distributor.
Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.
Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.
Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram, tetapi ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman Asmara Syarifuddin melalui sambungan telepon, Selasa, membenarkan terkait penahanan kedua tersangka oleh penyidik tindak pidana korupsi.
"Iya, benar. Penyidik melakukan penahanan terhadap kedua tersangka di Rutan Polda NTB," kata Arman.
Sebelum menjalani penahanan, jelas dia, penyidik melakukan pemeriksaan kesehatan kepada kedua tersangka di Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda NTB.
Pemeriksaan kesehatan tersebut berlangsung sekitar pukul 11.00 WITA dalam agenda penyidik melakukan pemeriksaan keduanya sebagai tersangka.
"Jadi, pemeriksaan kesehatan ini untuk memastikan kondisi kesehatan keduanya sebelum menjalani penahanan," ujarnya.
Dua tersangka dalam kasus ini berinisial AD dan ZF. Tersangka AD berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan ZF sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Saat proyek tersebut bergulir pada tahun anggaran 2017, terungkap dalam struktur kepengurusan Poltekkes Mataram, AD menduduki jabatan Direktur Poltekkes Mataram dan ZF sebagai Ketua Jurusan (Kajur) Keperawatan pada Poltekkes Mataram.
Penahanan terhadap kedua tersangka berlangsung sekitar pukul 13.00 WITA. Giat penahanan tersebut turut disaksikan kuasa hukum kedua tersangka.
Saat ditemui wartawan, kedua tersangka menolak untuk memberikan komentar terkait proyek pengadaan tahun 2017 tersebut.
Dalam kasus ini penyidik telah mendapatkan nilai kerugian negara Rp3,2 miliar. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Penyidik pun telah merampungkan proses penyidikan dan hasil penelitian jaksa menyatakan berkas perkara sudah lengkap atau P-21.
Dengan status penanganan demikian, kini penyidik tinggal melakukan tahap dua pelimpahan kedua tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
Pengadaan ABBM yang bersumber dari APBN tahun 2017 ini disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar.
Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog. Namun, ada yang secara langsung melalui sistem tender yang dimenangi tujuh perusahaan penyedia dengan melibatkan 11 distributor.
Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.
Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.
Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram, tetapi ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.
Penyidik pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, Itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.