Mataram (ANTARA) - Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan Malaysia masih menjadi negara tujuan favorit para pekerja migran Indonesia asal provinsi itu untuk mengadu nasib di luar negeri.
Kepala BP3MI NTB Mangiring Hasoloan Sinaga mengatakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sektor perladangan baik di Malaysia Timur atau Barat mayoritas berasal dari NTB.
"Kami melihat kegiatan ini sangat strategis, mengingat 92 persen warga NTB bekerja di sektor perladangan kelapa sawit di Malaysia," ujarnya dalam diskusi yang digelar International Organization for Migration (IOM) dan International Labour Organization (ILO) di Mataram, Kamis.
Selain Malaysia, lanjutnya, Taiwan dan Hongkong juga menjadi negara yang tinggi peminat untuk PMI bekerja di luar negeri. Untuk ia berharap dengan memperkaya modul Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) dapat memberikan pemahaman pada calon PMI yang ingin bekerja sebagai PMI, khususnya di sektor kelapa sawit.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan masih ditemukan kasus penempatan PMI non-prosedural oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
"Sebagian besar kasus muncul karena masyarakat lebih percaya pada informasi yang disampaikan oleh calo. Ini menandakan kuatnya pemikiran lama dari implementasi regulasi sebelumnya," kata Putu Aryadi.
Contohnya, kata dia, pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang masih belum lepas dari bayang-bayang UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Peralihan pemikiran dari UU Nomor 39/2004 ke UU Nomor 18/2017 belum sepenuhnya karena masih banyak P3MI menggunakan UU 39/2004.
Padahal UU Nomor 18/2017 merupakan upaya pemerintah mengurangi jumlah penempatan non-prosedural dan tindakan preventif Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Aryadi mengungkapkan saat ini sedang gencar penindakan terhadap kasus TPPO. Sepanjang tahun 2022 ada 752 kasus di Indonesia, khusus di NTB ada 4 kasus yang mencuat dan sedang diproses hukum.
Baca juga: Imigrasi gratiskan pembuatan paspor pekerja migran Indonesia
Baca juga: Kacab P3MI di Mataram jadi tersangka TPPO
"Modus TPPO paling banyak yaitu para calo/tekong mengiming-iming calon PMI tempat kerja, pekerjaan dan gaji yang bagus tanpa perlu pengurusan dokumen," katanya.
Kepala BP3MI NTB Mangiring Hasoloan Sinaga mengatakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di sektor perladangan baik di Malaysia Timur atau Barat mayoritas berasal dari NTB.
"Kami melihat kegiatan ini sangat strategis, mengingat 92 persen warga NTB bekerja di sektor perladangan kelapa sawit di Malaysia," ujarnya dalam diskusi yang digelar International Organization for Migration (IOM) dan International Labour Organization (ILO) di Mataram, Kamis.
Selain Malaysia, lanjutnya, Taiwan dan Hongkong juga menjadi negara yang tinggi peminat untuk PMI bekerja di luar negeri. Untuk ia berharap dengan memperkaya modul Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) dapat memberikan pemahaman pada calon PMI yang ingin bekerja sebagai PMI, khususnya di sektor kelapa sawit.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan masih ditemukan kasus penempatan PMI non-prosedural oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
"Sebagian besar kasus muncul karena masyarakat lebih percaya pada informasi yang disampaikan oleh calo. Ini menandakan kuatnya pemikiran lama dari implementasi regulasi sebelumnya," kata Putu Aryadi.
Contohnya, kata dia, pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang masih belum lepas dari bayang-bayang UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Peralihan pemikiran dari UU Nomor 39/2004 ke UU Nomor 18/2017 belum sepenuhnya karena masih banyak P3MI menggunakan UU 39/2004.
Padahal UU Nomor 18/2017 merupakan upaya pemerintah mengurangi jumlah penempatan non-prosedural dan tindakan preventif Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Aryadi mengungkapkan saat ini sedang gencar penindakan terhadap kasus TPPO. Sepanjang tahun 2022 ada 752 kasus di Indonesia, khusus di NTB ada 4 kasus yang mencuat dan sedang diproses hukum.
Baca juga: Imigrasi gratiskan pembuatan paspor pekerja migran Indonesia
Baca juga: Kacab P3MI di Mataram jadi tersangka TPPO
"Modus TPPO paling banyak yaitu para calo/tekong mengiming-iming calon PMI tempat kerja, pekerjaan dan gaji yang bagus tanpa perlu pengurusan dokumen," katanya.