Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengambil alih penanganan laporan aduan dari korban investasi bodong Future E-Comerce (FEC) yang sebelumnya di Kepolisian Resor Lombok Tengah.
"Jadi, penanganan laporan aduan yang di Polres Lombok Tengah sudah diambil alih Polda NTB," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman Asmara Syarifuddin di Mataram, Jumat.
Dia mengatakan laporan aduan yang diambil alih Polda NTB dari Polres Lombok Tengah tersebut berasal dari tiga korban.
Dengan adanya pengambilalihan ini, kata dia, kini Polda NTB menangani 13 laporan aduan korban FEC.
"Penanganannya kini di bawah Subdit Perbankan Reskrimsus Polda NTB," ucap dia.
Dalam penanganan lanjutan, penyidik tidak menutup kemungkinan akan melibatkan lembaga yang ahli dalam bidang perbankan tersebut, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Ini untuk merekonstruksi transaksi keuangan perbankan," ujar Arman.
Pihaknya juga melakukan upaya penelusuran tersebut dengan meminta keterangan ahli pidana. Tujuannya untuk melihat hubungan hukum dalam laporan aduan yang mengarah pada dugaan pidana penipuan dan penggelapan tersebut.
"Akan ada juga nantinya permintaan keterangan dari para pelapor, ini untuk menguatkan dasar penanganan. Jadi, masih puldata dan pulbaket," katanya.
"Jadi, penanganan laporan aduan yang di Polres Lombok Tengah sudah diambil alih Polda NTB," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Arman Asmara Syarifuddin di Mataram, Jumat.
Dia mengatakan laporan aduan yang diambil alih Polda NTB dari Polres Lombok Tengah tersebut berasal dari tiga korban.
Dengan adanya pengambilalihan ini, kata dia, kini Polda NTB menangani 13 laporan aduan korban FEC.
"Penanganannya kini di bawah Subdit Perbankan Reskrimsus Polda NTB," ucap dia.
Dalam penanganan lanjutan, penyidik tidak menutup kemungkinan akan melibatkan lembaga yang ahli dalam bidang perbankan tersebut, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Ini untuk merekonstruksi transaksi keuangan perbankan," ujar Arman.
Pihaknya juga melakukan upaya penelusuran tersebut dengan meminta keterangan ahli pidana. Tujuannya untuk melihat hubungan hukum dalam laporan aduan yang mengarah pada dugaan pidana penipuan dan penggelapan tersebut.
"Akan ada juga nantinya permintaan keterangan dari para pelapor, ini untuk menguatkan dasar penanganan. Jadi, masih puldata dan pulbaket," katanya.