Mataram (Antara NTB) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi menyayangkan rencana Bulog NTB yang ingin mendatangkan beras sebanyak 7.000 ton dari Provinsi Jawa Timur saat produksi beras di daerah itu sedang melimpah.
"Selama ini kita tidak pernah menyiapkan stok ataupun menambah stok dari produksi beras dari luar daerah, apalagi saat ini produksi beras kita sedang melimpah," katanya di Mataram, Selasa.
Menurut gubernur, seharusnya saat produksi beras lokal sedang melimpah, bahkan hingga surplus, tidak semestinya pihak Bulog mendatangkan beras dari luar NTB.
"Justru seharusnya, pihak Bulog membeli beras dari petani lokal, sebab jika rencana itu terjadi akan mematikan kehidupan petani di daerah itu. Karena akan menurunkan semangat dan antusiasme para petani untuk tidak menanam padi," katanya.
Ia mengaku tidak habis pikir ada hal darurat apa sehingga Bulog ingin mendatangkan beras dari Jawa Timur (Jatim), padahal kita juga sudah menolak masuknya beras impor. "Saya segera meminta laporan Bulog untuk mengetahui apa alasannya," ujarnya.
Disinggung terkait kemungkinan beras yang akan didatangkan dari Jatim tersebut merupakan beras impor, gubernur belum bisa berkomentar lebih jauh, sebab pihaknya ingin mendengar terlebih dahulu alasan langsung dari pihak Bulog yang ingin mendatangkan beras asal Jatim.
Secara terpisah, pihak Perum Bulog NTB menegaskan bahwa rencana mendatangkan beras komersial dari Jatim sebanyak 7.000 ton itu dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga dan kekurangan stok di daerah ini.
"Rencana beras dari Jatim itu akan tiba hari Kamis (21/1). Itu bukan beras impor, tapi beras komersial untuk stok, bukan untuk disalurkan menjadi raskin," kata Humas Bulog Divisi Regional NTB Marlinda.
Menurut dia, beras komersial yang didatangkan dari Bulog Jatim tersebut merupakan bagian dari program pemerataan stok beras secara nasional dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di masing-masing daerah.
Di Bulog Divre NTB sendiri, kata Marlinda, stok beras komersial hasil pengadaan pada 2015 sebanyak 73 ribu ton sudah habis terjual, sedangkan pengadaan beras hasil produksi petani saat ini baru mencapai 255 ton, yang berasal dari Kabupaten Bima 105 ton, Sumbawa 105 ton dan Kota Mataram 45 ton.
Pihaknya menargetkan pengadaan beras pada 2016 sebanyak 211 ribu ton. Angka itu hampir sama dengan target pada tahun sebelumnya.
Untuk target pengadaan selama Januari 2016 sebanyak 500 ton karena panen masih terjadi secara sporadik di beberapa sentra produksi yang memiliki jaringan irigasi teknis.
Target pengadaan setiap bulan akan terus meningkat karena terjadi panen padi setiap bulan dan puncaknya pada April 2015.
"Nanti Februari kami targetkan pengadaan 10 ribu ton, naik lagi menjadi 25 ribu ton pada Maret, dan puncaknya nanti pada April dengan target pengadaan sebanyak 50 ribu ton, kemudian pada Mei turun menjadi 45 ribu ton karena panen mulai berkurang," katanya.
Meskipun saat ini stok beras yang ada di gudang hanya cukup untuk dua bulan, Marlinda menegaskan, NTB tidak mendapatkan pasokan beras yang diimpor pemerintah dari Vietnam.
"Tidak ada beras impor yang masuk ke NTB, hanya beras komersial dari Jatim, itu pun bukan untuk raskin," katanya. (*)
"Selama ini kita tidak pernah menyiapkan stok ataupun menambah stok dari produksi beras dari luar daerah, apalagi saat ini produksi beras kita sedang melimpah," katanya di Mataram, Selasa.
Menurut gubernur, seharusnya saat produksi beras lokal sedang melimpah, bahkan hingga surplus, tidak semestinya pihak Bulog mendatangkan beras dari luar NTB.
"Justru seharusnya, pihak Bulog membeli beras dari petani lokal, sebab jika rencana itu terjadi akan mematikan kehidupan petani di daerah itu. Karena akan menurunkan semangat dan antusiasme para petani untuk tidak menanam padi," katanya.
Ia mengaku tidak habis pikir ada hal darurat apa sehingga Bulog ingin mendatangkan beras dari Jawa Timur (Jatim), padahal kita juga sudah menolak masuknya beras impor. "Saya segera meminta laporan Bulog untuk mengetahui apa alasannya," ujarnya.
Disinggung terkait kemungkinan beras yang akan didatangkan dari Jatim tersebut merupakan beras impor, gubernur belum bisa berkomentar lebih jauh, sebab pihaknya ingin mendengar terlebih dahulu alasan langsung dari pihak Bulog yang ingin mendatangkan beras asal Jatim.
Secara terpisah, pihak Perum Bulog NTB menegaskan bahwa rencana mendatangkan beras komersial dari Jatim sebanyak 7.000 ton itu dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga dan kekurangan stok di daerah ini.
"Rencana beras dari Jatim itu akan tiba hari Kamis (21/1). Itu bukan beras impor, tapi beras komersial untuk stok, bukan untuk disalurkan menjadi raskin," kata Humas Bulog Divisi Regional NTB Marlinda.
Menurut dia, beras komersial yang didatangkan dari Bulog Jatim tersebut merupakan bagian dari program pemerataan stok beras secara nasional dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di masing-masing daerah.
Di Bulog Divre NTB sendiri, kata Marlinda, stok beras komersial hasil pengadaan pada 2015 sebanyak 73 ribu ton sudah habis terjual, sedangkan pengadaan beras hasil produksi petani saat ini baru mencapai 255 ton, yang berasal dari Kabupaten Bima 105 ton, Sumbawa 105 ton dan Kota Mataram 45 ton.
Pihaknya menargetkan pengadaan beras pada 2016 sebanyak 211 ribu ton. Angka itu hampir sama dengan target pada tahun sebelumnya.
Untuk target pengadaan selama Januari 2016 sebanyak 500 ton karena panen masih terjadi secara sporadik di beberapa sentra produksi yang memiliki jaringan irigasi teknis.
Target pengadaan setiap bulan akan terus meningkat karena terjadi panen padi setiap bulan dan puncaknya pada April 2015.
"Nanti Februari kami targetkan pengadaan 10 ribu ton, naik lagi menjadi 25 ribu ton pada Maret, dan puncaknya nanti pada April dengan target pengadaan sebanyak 50 ribu ton, kemudian pada Mei turun menjadi 45 ribu ton karena panen mulai berkurang," katanya.
Meskipun saat ini stok beras yang ada di gudang hanya cukup untuk dua bulan, Marlinda menegaskan, NTB tidak mendapatkan pasokan beras yang diimpor pemerintah dari Vietnam.
"Tidak ada beras impor yang masuk ke NTB, hanya beras komersial dari Jatim, itu pun bukan untuk raskin," katanya. (*)