Mataram (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram menolak keras usulan kuasa hukum orang tua pengantin anak viral untuk menjadikan SMY dan SR sebagai duta antipernikahan dini.
"Tidak mungkin mereka korban menjadi duta perkawinan anak. LPA jelas menolak!," kata Ketua LPA Mataram Joko Jumadi usai menghadiri pertemuan dengan Gubernur NTB terkait pembahasan pencegahan tindak pidana kekerasan seksual di Mataram, Senin.
Joko menilai usulan itu tidak masuk akal, sebab duta antipernikahan usia anak adalah orang yang secara tegas menolak perkawinan anak.
Menurutnya, orang yang gagal atau bermasalah dalam perkawinan dini juga layak menjadi duta antipernikahan usia anak karena mereka bisa memberikan masukkan kepada teman-teman seusia mereka supaya tidak menjadi korban perkawinan usia anak.
"Itu yang bisa dilakukan. Kalau (pasangan pengantin) yang sekarang menjadi duta perkawinan anak, bukan duta antiperkawinan anak," kata Joko.
Baca juga: Video pernikahan anak di Lombok Tengah viral di medsos
Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 menyebut pernikahan diizinkan bagi pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun, meskipun pasangan di bawah usia tersebut dapat tetap menikah. Namun, pada 2019, DPR merevisi aturan tersebut, sehingga usia minimal menikah untuk pria dan wanita disamakan menjadi 19 tahun.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan usia ideal untuk menikah bagi pria minimal 25 tahun dan wanita minimal 21 tahun agar psikologis dan mental pasangan pengantin matang, serta terhindar dari risiko kanker serviks.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, kuasa hukum orang tua pengantin anak viral di media sosial bernama Muhanan mengusulkan agar SMY (14 tahun) dan SR (17 tahun) sebagai duta antipernikahan usia anak di Lombok Tengah.
Baca juga: Aktivis perempuan prihatin pernikahan anak 15 tahun di Lombok Tengah
Muhanan beralasan usulan menjadikan pasangan pengantin usia anak itu bahwa mereka adalah korban dari sistem pengawasan maupun pencegahan yang lemah.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) dari 2021 sampai 2024, Nusa Tenggara Barat selalu mencatatkan angka perkawinan usia anak paling tinggi secara nasional.
Persentase perempuan sebelum usia 18 tahun yang menikah pada 2021 mencapai 16,59 persen, tahun 2022 sebanyak 16,23 persen, dan mencapai puncak tertinggi 17,32 persen pada 2023. Sedangkan, tahun 2024 mengalami penurunan sedikit ke angka 14,96 persen.
Baca juga: Laskar Sasak: Pernikahan dini di Lombok Tengah bukan adat Sasak