Mataram (ANTARA) - Paguyuban Laskar Sasak memberikan tanggapan terkait peristiwa viral pernikahan dini sepasang pelajar di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat bahwa peristiwa itu bukan peristiwa adat, karena tokoh yang menikahkan bukan tokoh adat.
"Posisi adat di pernikahan dini yang kemarin itu masyarakat banyak yang menyalahkan tokoh-tokoh adat kita, padahal yang menikahkan itu bukan tokoh adat, tetapi tokoh agama 'kan," kata Ketua Umum Paguyuban Laskar Sasak, Lalu Muhammad Sodikin di Mataram, Senin.
Dia menjelaskan bahwa muruah adat Sasak sebenarnya pengawal dari nilai-nilai adat dan adat Sasak tidak pernah bertentangan dengan hukum negara maupun hukum agama.
"Nah, kita sama-sama tahu bahwa di dalam agama pun saat ini melalui tafsir-tafsir, melalui kiasannya bahwa pernikahan dini itu tidak dibolehkan, begitu juga dengan hukum positif di negara kita," ujarnya.
Baca juga: Video pernikahan anak di Lombok Tengah viral di medsos
Namun, peristiwa pernikahan dini yang kembali terjadi dan viral di media sosial tersebut masih menjustifikasi kesalahan ada pada tokoh adat Sasak.
"Padahal, konsep dari pada adat Sasak ini mencari titik temu di mana menjadi fungsi menyelesaikan permasalahan," ucap dia.
Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa peristiwa pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah tersebut di luar kebiasaan masyarakat adat Sasak.
"Kasuistik, maksudnya kasus yang khusus itu. Jadi, ada cara adat untuk menyelesaikannya," kata dia.
Baca juga: Aktivis perempuan prihatin pernikahan anak 15 tahun di Lombok Tengah
Dalam kasus semacam itu, adat Sasak mengenal nama "kawin tadong". Mekanismenya tidak serta merta harus melalui tahap mencuri atau melarikan mempelai wanita.
"Tidak serta merta kita harus mencuri atau 'memaling' atau 'melaik' atau 'belakoq'. Karena memang itu tidak dibenarkan," ujarnya.
Justru, lanjut dia, untuk memfasilitasi pernikahan dini yang dia sebut sebagai kasus tidak normal tersebut, penyelesaian secara adat seharusnya bisa lebih dikedepankan.
"Nah yang kemarin itu, pernikahan dini itu (informasinya) tidak boleh disebarkan. 'Kawin tadong' itu dikawinkan khusus, di tempat, sudah, selesai. Itu penyelesaiannya secara adat," katanya.
Tidak ada lagi prosesi atau tahapan yang harus mengikuti cara adat, seperti "nyelabar" maupun "nyongkolan".
"Syiar-nya itu tidak digembar-gemborkan. Jadi, prosesi adat-nya itu tidak ada. Cukup nikah dengan agama, tidak ada 'nyongkolan'. Itu bentuk adat Sasak yang sangat taat dalam nilai-nilai hukum pemerintah dan hukum agama," ucap dia.
Baca juga: TGB tekankan penolakan pernikahan dini dan kekerasan seksual di pesantrenBaca juga: Psikolog: Orang tua berperan krusial upaya mencegah pernikahan dini
Baca juga: Menkes: Pernikahan usia anak picu bayi lahir kerdil