Mataram (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, menekankan seruan moral dan peringatan keras terhadap maraknya kekerasan seksual di pesantren dan pernikahan dini yang merugikan generasi muda.
Hal ini disampaikan TGB melalui keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Senin, pada momen silaturahmi majelis dakwah yang digelar PB NWDI sekaligus perayaan istimewa hari ulang tahun TGB yang ke-53.
Menurut TGB, kejahatan seksual di lembaga pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap Allah dan amanah umat, serta pelanggaran terhadap hukum, agama, dan akal sehat. Untuk itu, ia menyerukan pentingnya pembaruan niat (tajdidun niyyah) dan perbaikan diri (islahun nafs) di kalangan pendidik, serta penguatan sistem pengawasan internal.
TGB juga mengumumkan secara resmi pembentukan Lajnah al-Hisbah, sebuah lembaga pengawasan internal di bawah PB NWDI yang akan mengawal jalannya pendidikan sesuai dengan nilai-nilai Islam dan menjaga kehormatan santri.
"Lembaga ini diharapkan menjadi sistem proteksi dini agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman, bersih, dan mendidik secara ruhani dan akhlak," ujarnya.
Baca juga: Aktivis perempuan prihatin pernikahan anak 15 tahun di Lombok Tengah
Baca juga: Tiga anak ajukan dispensasi nikah dini di Pengadilan Agama Mataram
Mengenai pernikahan dini, TGB menegaskan sikap PB NWDI yang menolak praktik tersebut dengan mengacu pada fatwa ulama internasional dan ketentuan usia legal 19 tahun.
Ia menyampaikan bahwa pernikahan sebelum usia matang secara mental dan fisik hanya akan membawa risiko lebih besar, terutama bagi anak-anak perempuan.
Dalam konteks lokal, TGB juga mengkritisi praktik merariq (kawin lari) yang menurutnya telah mengalami penyimpangan dari nilai asli keberanian dan tanggung jawab. Ia menilai praktik tersebut sekarang kerap disalahgunakan dan merugikan anak-anak, menyebabkan mereka kehilangan masa depan dan hak pendidikan.
Baca juga: Menkes: Pernikahan usia anak picu bayi lahir kerdil
Oleh karena itu, ia menyerukan agar adat tetap dijaga namun bentuknya diperbarui agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan prinsip perlindungan anak.
Selain itu, ia menyampaikan pentingnya menyatukan visi dakwah yang adaptif terhadap zaman dan berlandaskan nilai-nilai keilmuan, akhlak, serta strategi yang solutif.
"Lima prinsip utama dakwah NWDI yakni ilmu yang mendalam, akhlak yang mulia, pendekatan kontekstual, penggunaan media yang bijak, serta keteguhan niat dan kesabaran dalam berdakwah," katanya.
Majelis dakwah yang digelar PB NWDI dihadiri oleh jajaran Pengurus Harian PB NWDI, Ketua dan Wakil Ketua Majelis, Lajnah dan Badan PB NWDI, para Dewan Masayeikh MDQH NWDI Pancor, perwakilan tuan guru NWDI se-Pulau Lombok, peserta kaderisasi Majelis Dakwah, serta anggota Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Wilayah NTB.
Baca juga: Psikolog: Orang tua berperan krusial upaya mencegah pernikahan dini
Baca juga: Video pernikahan anak di Lombok Tengah viral di medsos