Mataram (ANTARA) - Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Iskandar mengakui dirinya ikut mengesahkan dokumen hasil pemeriksaan meskipun mengetahui ada dua jenis barang yang belum lengkap.

"Karena kadis (kepala dinas) mau bertanggung jawab, sehingga kami ikut menandatangani (dokumen hasil pemeriksaan)," kata Iskandar saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim perkara korupsi pada proyek pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya dengan terdakwa Sri Suzana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat.

Iskandar yang turut menjadi terdakwa mengatakan hal demikian atas dasar menerima keterangan dari Sri Suzana yang saat itu bertindak Kepala Dinas (Kadis) Perindag Kabupaten Dompu bahwa sisa barang yang belum lengkap dalam proses pengiriman ke Dompu.

"Menurut kadis, dua jenis barang itu dalam perjalanan sehingga kami mau menandatangani," ujar mantan Kabid Perdagangan Dinas Perindag Dompu ini.

Dokumen yang ditandatangani Iskandar itu merupakan berita acara hasil pemeriksaan tim panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP) pada 12 Desember 2018.

Sebelum menandatangani dokumen, Iskandar mengaku telah melihat adanya pengesahan hasil pemeriksaan dalam bentuk penandatanganan dari Sri Suzana yang merangkap sebagai pengguna anggaran (PA), kuasa pengguna anggaran (KPA), maupun pejabat pembuat komitmen (PPK).

Saat tim PPHP melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan, Iskandar mengaku bahwa dirinya turut hadir bersama terdakwa Sri Suzana dan Yanrik, penyedia proyek yang turut menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.

"Waktu itu, seingat saya, saya yang ikut mendampingi pemeriksaan melihat faktanya memang ada dua (jenis barang) yang belum terpenuhi," ujarnya.

Atas temuan itu, kata dia, Sri Suzana menggelar rapat bersama tim PPHP, namun keikutsertaan Yanrik dalam rapat tersebut, Iskandar mengaku tidak mengetahuinya.

"Kesimpulan dari rapat itu yang kemudian muncul pengesahan dokumen berita acara hasil pemeriksaan barang. Jadi hasilnya (rapat) menyatakan barang terpenuhi semua, itu dituangkan dalam berita acara hasil pemeriksaan tim PPHP," kata Iskandar.

Dengan adanya pengesahan hasil pemeriksaan tim PPHP, dinas tersebut melakukan pencairan anggaran sisa sebesar 70 persen dari total anggaran pengadaan Rp1,42 miliar.

"Kapan pencairannya? Itu saya tidak tahu, karena bukan dalam kewenangan saya," ucapnya.

Dia pun mengatakan dua jenis barang yang belum lengkap itu kemudian tiba di Dompu pada Januari 2019, dan Iskandar meyakinkan bahwa barang itu tiba melampaui batas waktu perjanjian kontrak yang tertuang dalam addendum.


"Iya, lewat dari addendum perpanjangan kontrak itu. Lewat dari tahun anggaran 2018," ujar dia.

Dia mengatakan bahwa dirinya turut mendampingi tim PPHP melakukan pemeriksaan. "Kadis? Tidak datang (pemeriksaan barang), tetapi saya sudah sampaikan kepada kadis bahwa barang itu sudah datang," ucapnya.

Pemenang lelang dari proyek ini adalah CV Fahriza. Perusahaan itu muncul sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp1,42 miliar. Namun, yang bertindak sebagai pelaksana proyek bukan Fathurrahman selaku direktur CV Fahriza, melainkan Yanrik.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaan, mengungkap adanya persekongkolan jahat antara Sri Suzana dengan bawahannya, Iskandar yang lebih dahulu mendapatkan amanah dari Muhammad, Kepala Disperindag Dompu sebelum Sri Suzana sebagai PPTK.

Persekongkolan itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Sri Suzana sebagai pengguna anggaran dari pelaksanaan proyek tahun 2018 yang menggunakan dana alokasi khusus Kementerian Perdagangan RI sebesar Rp1,5 miliar.

Sri Suzana terungkap meminta Iskandar sebagai PPTK untuk menyusun dokumen rencana pelaksanaan pengadaan berupa spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan kerangka acuan kerja.

Iskandar yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini terungkap menyusun dokumen kelengkapan tersebut tidak sesuai ketentuan, salah satunya dalam menetapkan nilai HPS tanpa survei dan komunikasi secara langsung kepada distributor barang.

Dengan adanya persoalan itu, jaksa penuntut umum menyatakan dalam dakwaan bahwa hasil pekerjaan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan hingga muncul hasil audit inspektorat dengan nilai kerugian Rp398 juta dari total anggaran Rp1,5 miliar.
 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024