Jakarta (ANTARA) - Perubahan iklim membawa Indonesia pada medan perjuangan untuk mencari solusi inovatif guna mengatasi dampaknya yang semakin meluas. Mari Elka Pangestu, perintis dan perwakilan khusus Global Blended Finance Alliance, menggambarkan horison perekonomian Indonesia dengan kekhawatiran mendalam mengenai dampak perubahan iklim. Ia menyoroti pentingnya tindakan segera untuk mencegah potensi penurunan dramatis pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Proyeksi yang gelap memberikan isyarat bahwa PDB Indonesia berisiko merosot sebesar 1,24 persen pada 2030. Namun, yang lebih mengejutkan adalah ancaman yang diproyeksi melanda pada 2050 dan 2060, dengan potensi penurunan mencapai 3 hingga 5 persen.

Dengan tegas Mari Elka Pangestu mengingatkan bahwa penurunan PDB seperti ujung gunung es, mengisyaratkan segala dampak negatif yang bisa menghantui dengan ganas. Di tengah gemuruh perubahan iklim, polusi udara melambung tinggi di negeri ini, menghadirkan ancaman serius yang membayangi kesejahteraan masyarakat dengan ketidakpastian yang memilukan.

Dampaknya sangat serius, diperkirakan dapat merenggut 1,2 tahun dari rata-rata harapan hidup serta menggerus pendapatan pekerja sebesar 0,6 persen dari PDB. Dengan kata lain, perubahan iklim bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengancam kualitas hidup secara signifikan. Untuk menghadapi tantangan yang menjulang tinggi ini, Indonesia perlu menyusun rencana jangka panjang yang tegas dan terarah. Kunci keberhasilannya adalah menciptakan kerangka kebijakan yang mendorong investasi swasta dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Dengan fondasi kebijakan yang kokoh, sektor swasta akan dapat menilai risiko dan peluang dengan lebih baik, yang pada gilirannya akan memicu aliran investasi yang mendesak.

Pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah efektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dengan mendorong peralihan dari penggunaan bahan bakar fosil ke kendaraan listrik sebagai bagian integral dari transformasi energi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen kuat Pemerintah dalam mengurangi konsumsi BBM dengan memacu pertumbuhan kendaraan listrik di dalam negeri.

Pada 2021, Indonesia mencatat keberadaan 118 juta unit sepeda motor konvensional, dengan penjualan mencapai 6,5 juta unit setiap tahun, serta pada tahun yang sama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) mencapai 35,9 miliar liter per tahun.

Sementara itu, jumlah mobil konvensional mencapai 23 juta unit pada 2021, dengan penjualan sekitar 1 juta unit per tahun dan konsumsi BBM mencapai 34 miliar liter per tahun. Dengan total konsumsi BBM mencapai 70 miliar liter per tahun, pengenalan kendaraan listrik menjadi salah satu solusi yang kian mendesak.


Kendaraan listrik

Indonesia, dengan populasi kendaraan konvensional yang melimpah, berdiri di ambang perubahan besar dalam sektor otomotifnya. Pemerintah dan pemangku kepentingan tengah melakukan transformasi kendaraan konvensional melalui pengadopsian kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Langkah ini sejalan dengan upaya negara dalam mengurangi konsumsi BBM untuk masa depan yang lebih hijau.

Oleh karena itu, Pemerintah merinci rencana yang mengesankan untuk meningkatkan pangsa pasar kendaraan listrik hingga 10 persen di dalam negeri. Upaya itu akan ditempuh melalui berbagai insentif, termasuk dukungan dalam bentuk insentif pembelian dan konversi motor listrik, serta pengurangan pajak untuk mobil listrik.

Pemerintah berencana memberikan insentif sebesar Rp7 juta untuk pembelian sepeda motor listrik dan mengurangi pajak sekitar 10 persen untuk mobil listrik. Angka itu setara dengan insentif yang diberikan oleh negara-negara seperti Thailand.

Demi meraih target 10 persen pangsa pasar, penjualan kendaraan listrik pada 2023-2024 harus mencapai sekitar 600 ribu unit untuk motor listrik dan sekitar 100 ribu unit untuk mobil listrik. “Dengan begitu kita bisa mengurangi emisi dan impor BBM,” kata Luhut.

Adapun dalam 5-10 tahun ke depan, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik. Selain itu, Pemerintah juga berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan pada BBM untuk melangkah ke masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Dalam upaya untuk melindungi lingkungan dan mengurangi emisi karbon, Indonesia telah membuka jalan menuju transformasi energi yang lebih bersih dan kemandirian energi yang lebih besar.

Di sisi lain Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier mengungkapkan bahwa dengan masyarakat beralih ke kendaraan listrik, subsidi BBM dapat dialihkan ke sektor kesehatan dan sektor lainnya. Ini adalah peluang besar untuk mengurangi beban keuangan negara sambil meningkatkan kualitas hidup masyarakat.


Pembentukkan ETM

Indonesia telah memulai perjalanan ini dengan langkah-langkah awal yang berani, termasuk pembentukan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform yang dirancang untuk menggandeng para investor.

Menurut data dari Kementerian Keuangan, Climate Investment Funds (CIF), salah satu lembaga multilateral terbesar di dunia yang mendukung aksi iklim di negara-negara berkembang, telah mengalokasikan 500 juta dolar AS untuk Indonesia melalui ETM Country Platform.

Dana ini diyakini dapat mempercepat pensiun dini sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan kapasitas total mencapai 2 gigawatt, dengan potensi mengurangi emisi karbondioksida sekitar 50 juta ton pada tahun 2030 dan 160 juta ton pada tahun 2040.

Baca juga: Bogor komitmen berperan aktif hadapi perubahan iklim
Baca juga: Indonesia kembangkan ekosistem EV mendukung ketahanan energi di ASEAN

Dengan langkah-langkah tegas dan kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia bakal muncul sebagai model positif dalam upaya mengatasi perubahan iklim dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.





















 
 

Pewarta : Rivan Awal Lingga
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024