Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong penerapan layanan pembinaan kesehatan reproduksi yang lebih inklusif dan menjangkau kalangan difabel, mengingat mereka masih cukup rentan menjadi korban kekerasan seksual.
"Semua orang berhak atas informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kelompok difabel," kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina saat dihubungi di Jakarta, Selasa. Menurut Eni selama ini kelompok difabel masih rentan menjadi korban kekerasan seksual karena adanya hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Oleh karena itu, lanjut Eni, pembinaan kespro harus dilakukan kepada kelompok difabel mengenai alat-alat reproduksi serta cara merawatnya, pornografi, maupun informasi pubertas. Kendati demikian, Eni menekankan perlu perhatian yang lebih besar dan pendekatan berbeda dalam pembinaan kespro bagi kelompok difabel. "Informasi kepada kelompok difabel tentunya lebih baik dilakukan secara individu (personal education)," kata Eni.
Atas dasar itu, BKKBN juga terus menggencarkan program pembinaan kesehatan reproduksi bagi kelompok risiko tinggi untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perilaku positif kepada kaum difabel.
Baca juga: Kontrasepsi berkontribusi turunkan angka kelahiran total
Baca juga: Penganggaran stunting di daerah harus transparan dan jelas
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sepanjang tahun 2022 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak difabel. Jumlah tersebut dialami oleh 84 anak laki-laki difabel dan 786 anak perempuan difabel.
"Semua orang berhak atas informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kelompok difabel," kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina saat dihubungi di Jakarta, Selasa. Menurut Eni selama ini kelompok difabel masih rentan menjadi korban kekerasan seksual karena adanya hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Oleh karena itu, lanjut Eni, pembinaan kespro harus dilakukan kepada kelompok difabel mengenai alat-alat reproduksi serta cara merawatnya, pornografi, maupun informasi pubertas. Kendati demikian, Eni menekankan perlu perhatian yang lebih besar dan pendekatan berbeda dalam pembinaan kespro bagi kelompok difabel. "Informasi kepada kelompok difabel tentunya lebih baik dilakukan secara individu (personal education)," kata Eni.
Atas dasar itu, BKKBN juga terus menggencarkan program pembinaan kesehatan reproduksi bagi kelompok risiko tinggi untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perilaku positif kepada kaum difabel.
Baca juga: Kontrasepsi berkontribusi turunkan angka kelahiran total
Baca juga: Penganggaran stunting di daerah harus transparan dan jelas
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sepanjang tahun 2022 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak difabel. Jumlah tersebut dialami oleh 84 anak laki-laki difabel dan 786 anak perempuan difabel.