Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Widodo Ekatjahjana menanggapi dugaan 85 kades selewengkan dana bantuan hukum.
"Mekanisme penyaluran dana bantuan hukum harus memenuhi ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Aturan Pelaksanaannya. Mekanisme penyaluran dananya dilakukan dengan cara "reimbursement", bukan ditransfer terlebih dahulu," kata Widodo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (14/10).
Widodo menekankan bahwa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 telah menjelaskan bahwa bantuan hukum ditujukan pada kelompok marginal dan rentan, salah satunya meliputi kelompok masyarakat miskin.
Kemudian, mekanisme penyaluran dananya dilakukan dengan cara "reimbursement" setelah rangkaian penyelesaian perkara, baik litigasi maupun nonlitigasi selesai dilakukan pemberi bantuan hukum (PBH)
Hal ini sebagaimana diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2015 jo. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 63 Tahun 2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.
"Sukabumi telah memiliki lima PBH yang terverifikasi dan terakreditasi oleh BPHN Kemenkumham. Para kepala desa dapat melakukan kerja sama dalam hal pemberian bantuan hukum di wilayahnya dengan lima PBH tersebut," jelasnya.
Adapun lima PBH tersebut, antara lain Lembaga Bantuan Hukum Sukabumi Lawyers Association, Lembaga Bantuan Hukum Mahardika Satya Muda, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Pasundan, Lembaga Pelayanan Bantuan Hukum Elang Pasundan, dan Yayasan Tohaga Masagi.
"Apabila terdapat penyimpangan program bantuan hukum oleh oknum 'lawyer' dan 'law firm'-nya yang merusak citra program bantuan hukum pemerintah melalui BPHN, maka BPHN menjatuhkan sanksi 'black list' untuk menghapus hak mengajukan verifikasi akreditasinya di BPHN selama 10 tahun," tegas Widodo.
Widodo menambahkan tidak hanya mengambil langkah tegas dalam penerapan sanksi 'black list' kepada 'lawyer' dan 'law firm'-nya tersebut, tetapi memberikan sanksi 'black list' atau pencabutan status Desa/Kelurahan Sadar Hukumnya terhadap desa-desa tersebut.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN Kemenkumham Sofyan mengungkapkan bahwa BPHN tetap mendukung pemerintah daerah untuk menganggarkan dan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan bantuan hukum di daerah.
“Namun, penyelenggaraannya harus tetap sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan sebagaimana Buku Panduan Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Daerah yang disusun bersama antara BPHN Kemenkumham dengan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2018,” jelasnya.
Dalam menghadapi kontroversi ini, Bupati Sukabumi, Jawa Barat, telah mengambil langkah-langkah konkret. Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi diputuskan bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) akan menunda pencairan dana. Desa yang telah mencairkan dana akan diminta untuk mengajukan 'review' APBDes. Selain itu, lembaga bantuan hukum atau kantor hukum yang ditunjuk harus memiliki sertifikasi dan akreditasi oleh BPHN Kemenkumham.
Situasi ini masih terus berkembang dan masyarakat Sukabumi menanti klarifikasi dan tindak lanjut dari pihak berwenang. Skandal dana bantuan hukum ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kepatuhan dalam pengelolaan dana yang sangat penting bagi masyarakat rentan di Sukabumi.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan pengawasan secara eksternal terhadap seluruh Organisasi Pemberi Bantuan Hukum yang saat ini berjumlah 619 tersebar di seluruh provinsi dan dapat dilihat datanya di website www.sidbankum.bphn.go.id. Terlebih BPHN telah memiliki dasar penanganan dan penindakan atas pelanggaran bantuan hukum di dalam Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum.
Sebelumnya, sebanyak 85 kepala desa (kades) di Sukabumi diduga terlibat dalam pengelolaan dana bantuan hukum yang menuai polemik.
Bupati Sukabumi Marwan Hamami telah mengeluarkan surat perintah kepada para kades tersebut untuk mengembalikan uang bantuan hukum yang bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2023. Surat dengan Nomor 700/22/7960/inspektorat/2023 itu merujuk pada hasil laporan pemeriksaan khusus Inspektorat Kabupaten Sukabumi Nomor 700.1.2.12/12/3552/Sekret/2023 tanggal 21 September 2023.
Kasus ini bermula ketika sejumlah kades terlibat dalam kerja sama bantuan hukum desa dengan Firma Hukum Marpaung and Partner (MP Law Firm). Kerja sama ini menjadi sorotan karena diduga tidak mematuhi aturan yang berlaku. Beberapa kades bahkan diketahui telah melakukan pembayaran terlebih dahulu melalui transfer sejumlah Rp500 ribu per bulan untuk kurun waktu selama satu tahun ke MP Law Firm.
Belakangan diketahui bahwa status MP Law Firm belum terverifikasi dan terakreditasi sebagai organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) oleh BPHN selaku penyelenggara Program Bantuan Hukum. Kejanggalan ini kemudian dilaporkan ke Polres Sukabumi oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi pada tanggal 27 Juli 2023.
Hal ini sebagaimana diatur secara teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2015 jo. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 63 Tahun 2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.
"Sukabumi telah memiliki lima PBH yang terverifikasi dan terakreditasi oleh BPHN Kemenkumham. Para kepala desa dapat melakukan kerja sama dalam hal pemberian bantuan hukum di wilayahnya dengan lima PBH tersebut," jelasnya.
Adapun lima PBH tersebut, antara lain Lembaga Bantuan Hukum Sukabumi Lawyers Association, Lembaga Bantuan Hukum Mahardika Satya Muda, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Pasundan, Lembaga Pelayanan Bantuan Hukum Elang Pasundan, dan Yayasan Tohaga Masagi.
"Apabila terdapat penyimpangan program bantuan hukum oleh oknum 'lawyer' dan 'law firm'-nya yang merusak citra program bantuan hukum pemerintah melalui BPHN, maka BPHN menjatuhkan sanksi 'black list' untuk menghapus hak mengajukan verifikasi akreditasinya di BPHN selama 10 tahun," tegas Widodo.
Widodo menambahkan tidak hanya mengambil langkah tegas dalam penerapan sanksi 'black list' kepada 'lawyer' dan 'law firm'-nya tersebut, tetapi memberikan sanksi 'black list' atau pencabutan status Desa/Kelurahan Sadar Hukumnya terhadap desa-desa tersebut.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN Kemenkumham Sofyan mengungkapkan bahwa BPHN tetap mendukung pemerintah daerah untuk menganggarkan dan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan bantuan hukum di daerah.
“Namun, penyelenggaraannya harus tetap sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan sebagaimana Buku Panduan Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Daerah yang disusun bersama antara BPHN Kemenkumham dengan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2018,” jelasnya.
Dalam menghadapi kontroversi ini, Bupati Sukabumi, Jawa Barat, telah mengambil langkah-langkah konkret. Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi diputuskan bahwa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) akan menunda pencairan dana. Desa yang telah mencairkan dana akan diminta untuk mengajukan 'review' APBDes. Selain itu, lembaga bantuan hukum atau kantor hukum yang ditunjuk harus memiliki sertifikasi dan akreditasi oleh BPHN Kemenkumham.
Situasi ini masih terus berkembang dan masyarakat Sukabumi menanti klarifikasi dan tindak lanjut dari pihak berwenang. Skandal dana bantuan hukum ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kepatuhan dalam pengelolaan dana yang sangat penting bagi masyarakat rentan di Sukabumi.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan pengawasan secara eksternal terhadap seluruh Organisasi Pemberi Bantuan Hukum yang saat ini berjumlah 619 tersebar di seluruh provinsi dan dapat dilihat datanya di website www.sidbankum.bphn.go.id. Terlebih BPHN telah memiliki dasar penanganan dan penindakan atas pelanggaran bantuan hukum di dalam Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum.
Sebelumnya, sebanyak 85 kepala desa (kades) di Sukabumi diduga terlibat dalam pengelolaan dana bantuan hukum yang menuai polemik.
Bupati Sukabumi Marwan Hamami telah mengeluarkan surat perintah kepada para kades tersebut untuk mengembalikan uang bantuan hukum yang bersumber dari Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2023. Surat dengan Nomor 700/22/7960/inspektorat/2023 itu merujuk pada hasil laporan pemeriksaan khusus Inspektorat Kabupaten Sukabumi Nomor 700.1.2.12/12/3552/Sekret/2023 tanggal 21 September 2023.
Kasus ini bermula ketika sejumlah kades terlibat dalam kerja sama bantuan hukum desa dengan Firma Hukum Marpaung and Partner (MP Law Firm). Kerja sama ini menjadi sorotan karena diduga tidak mematuhi aturan yang berlaku. Beberapa kades bahkan diketahui telah melakukan pembayaran terlebih dahulu melalui transfer sejumlah Rp500 ribu per bulan untuk kurun waktu selama satu tahun ke MP Law Firm.
Belakangan diketahui bahwa status MP Law Firm belum terverifikasi dan terakreditasi sebagai organisasi Pemberi Bantuan Hukum (PBH) oleh BPHN selaku penyelenggara Program Bantuan Hukum. Kejanggalan ini kemudian dilaporkan ke Polres Sukabumi oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sukabumi pada tanggal 27 Juli 2023.