Garut (ANTARA) - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Garut, Jawa Barat mengatakan mahasiswa sebagai pemuda Indonesia harus bisa menangkal radikalisme dan intoleransi karena paham itu mengakibatkan kerawanan terhadap persatuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Mahasiswa perlu dikenalkan, perlu mengetahui, dan perlu diberikan pengetahuan apa itu intoleransi, apa itu radikalisme, bagaimana pintu masuk radikalisme di kalangan mahasiswa dan di kalangan masyarakat, sehingga insyaallah mereka punya daya tangkal yang tinggi," kata Kepala Bakesbangpol Garut Nurrodhin saat acara diskusi bersama mahasiswa di Kampus Institut Teknologi Garut (ITG) di Garut, Sabtu (28/10).
Kgiatan itu diselenggarakan Bakesbangpol Garut bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Bersatu ITG dengan tema "Peran Mahasiswa dalam Memperkuat Kewaspadaan terhadap Paham Radikalisme dan Intoleransi".
Diskusi itu, kata dia, bertujuan membangun semangat mahasiswa dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 2023 yang difokuskan tentang peran pemuda untuk mampu memahami bahaya paham radikalisme dan intoleransi.
Menurut dia, paham tersebut bisa saja muncul di lingkungan mahasiswa, untuk itu semua pihak, khususnya mahasiswa sebagai kaum pemuda intelektual, harus memiliki kemampuan untuk menangkal.
"Kita tidak bisa menutup mata bahwa paham radikalisme dan intoleransi di Kabupaten Garut cukup merebak, dan kita akan melakukan upaya-upaya bagaimana paham ini bisa kita tangani bersama-sama," katanya.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Administrasi Umum, Perencanaan, dan Sumber Daya Manusia ITG Andri Ikhwana menyatakan pihaknya di lingkungan kampus ITG sudah melakukan upaya untuk mewaspadai paham radikalisme dan intoleransi yang disampaikan dalam setiap kegiatan kampus, termasuk saat perkuliahan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Selain itu, ITG mewajibkan seluruh mahasiswa baru mengikuti Program Bela Negara atau kegiatan latihan disiplin dan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sesuai dengan arahan dari Kementerian Pendidikan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) diwajibkan untuk bela negara, jadi kita mewajibkan bela negara sebagai manifestasi untuk mewaspadai terhadap gerakan intoleransi dan radikalisme," katanya.
Seorang perwakilan BEM Kabinet Bersatu ITG Fahmi M Taufik mengatakan kegiatan tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap isu radikalisme dan intoleransi di Kabupaten Garut.
Ia berharap, kegiatan itu bisa mengedukasi tentang ketahanan bangsa, kebangsaan, dan ideologi Pancasila kepada masyarakat, terutama pemuda di Kabupaten Garut, agar terwujud kehidupan yang harmonis dan maju.
Baca juga: Menpora Dito sebut desain besar kepemudaan harus kolaborasi semua pihak
Baca juga: Sumpah Pemuda momen menuju Indonesia Emas
"Kabupaten Garut bisa menjadi lebih harmonis lagi, yang mana di dalamnya tidak ada intoleransi, tidak ada radikalisme dan sebagainya, Kabupaten Garut menjadi kabupaten yang maju dengan mengedepankan persatuan daripada pemuda-pemuda yang ada di Kabupaten Garut," katanya.
"Mahasiswa perlu dikenalkan, perlu mengetahui, dan perlu diberikan pengetahuan apa itu intoleransi, apa itu radikalisme, bagaimana pintu masuk radikalisme di kalangan mahasiswa dan di kalangan masyarakat, sehingga insyaallah mereka punya daya tangkal yang tinggi," kata Kepala Bakesbangpol Garut Nurrodhin saat acara diskusi bersama mahasiswa di Kampus Institut Teknologi Garut (ITG) di Garut, Sabtu (28/10).
Kgiatan itu diselenggarakan Bakesbangpol Garut bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Bersatu ITG dengan tema "Peran Mahasiswa dalam Memperkuat Kewaspadaan terhadap Paham Radikalisme dan Intoleransi".
Diskusi itu, kata dia, bertujuan membangun semangat mahasiswa dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 2023 yang difokuskan tentang peran pemuda untuk mampu memahami bahaya paham radikalisme dan intoleransi.
Menurut dia, paham tersebut bisa saja muncul di lingkungan mahasiswa, untuk itu semua pihak, khususnya mahasiswa sebagai kaum pemuda intelektual, harus memiliki kemampuan untuk menangkal.
"Kita tidak bisa menutup mata bahwa paham radikalisme dan intoleransi di Kabupaten Garut cukup merebak, dan kita akan melakukan upaya-upaya bagaimana paham ini bisa kita tangani bersama-sama," katanya.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Administrasi Umum, Perencanaan, dan Sumber Daya Manusia ITG Andri Ikhwana menyatakan pihaknya di lingkungan kampus ITG sudah melakukan upaya untuk mewaspadai paham radikalisme dan intoleransi yang disampaikan dalam setiap kegiatan kampus, termasuk saat perkuliahan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Selain itu, ITG mewajibkan seluruh mahasiswa baru mengikuti Program Bela Negara atau kegiatan latihan disiplin dan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Sesuai dengan arahan dari Kementerian Pendidikan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) diwajibkan untuk bela negara, jadi kita mewajibkan bela negara sebagai manifestasi untuk mewaspadai terhadap gerakan intoleransi dan radikalisme," katanya.
Seorang perwakilan BEM Kabinet Bersatu ITG Fahmi M Taufik mengatakan kegiatan tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap isu radikalisme dan intoleransi di Kabupaten Garut.
Ia berharap, kegiatan itu bisa mengedukasi tentang ketahanan bangsa, kebangsaan, dan ideologi Pancasila kepada masyarakat, terutama pemuda di Kabupaten Garut, agar terwujud kehidupan yang harmonis dan maju.
Baca juga: Menpora Dito sebut desain besar kepemudaan harus kolaborasi semua pihak
Baca juga: Sumpah Pemuda momen menuju Indonesia Emas
"Kabupaten Garut bisa menjadi lebih harmonis lagi, yang mana di dalamnya tidak ada intoleransi, tidak ada radikalisme dan sebagainya, Kabupaten Garut menjadi kabupaten yang maju dengan mengedepankan persatuan daripada pemuda-pemuda yang ada di Kabupaten Garut," katanya.