Ambon (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon meminta seluruh Negeri Adat di Pulau Ambon agar melakukan musyawarah dalam pemilihan raja definitif.
 

"Bicara adat itu berbicara soal kultur dan budaya. Maka itu, harus hindari pemungutan suara, dan lakukan dengan musyawarah dalam melahirkan seorang raja definitif," kata Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafry Taihuttu, Ambon, Rabu.

Menurutnya, sebagai sebuah negeri adat, tentu memiliki pranata-pranata adat yang telah berlangsung sejak negeri adat itu ada. Misalnya soal turunan matarumah mana yang menduduki jabatan raja, kepala soa, marinyo dan lainnya.

Ia mencontohkan, seperti di Negeri Seilale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, sampai sekarang belum memiliki peraturan negeri (perneg) tentang matarumah parentah di negeri setempat.

Ada marga/fam yang saling mengklaim soal kedudukannya sebagai matarumah parentah. Bahkan masalahnya telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Ambon maupun PTUN. Baiknya, ini harus diatur dengan baik di internal negeri sehingga kehadiran raja definitif di Seilale bukan atas hasil pemungutan suara (voting), namun secara musyawarah bersama.

"Jangan juga bicara soal mayoritas dan minoritas. Sebab semua pasti tau marga ini kedudukannya di negeri sebagai apa," terangnya.

Ia melanjutkan, adat itu membahas soal bagaimana mengekspor tatanan adat itu sendiri sehingga didapati inti sari siapa yang memerintah di negeri adat tersebut. Prinsipnya, DPRD akan terus mengawal dan memantau setiap tahapan suksesi raja di satu negeri adat.

Baca juga: Pavingisasi jadi aspirasi utama warga kampung di Surabaya
Baca juga: Legislatif Yogyakarta mengajukan raperda dukung program Rp1 miliar satu desa

"Kita akan mengawal ini dengan maksud mencari jalan keluar jika ada masalah. Kita juga minta Pemkot Ambon untuk melakukan tanggungjawab pendampingan bagi kerja-kerja di setiap negeri adat yang masih terkendala dalam mewujudkan raja definitif," ucapnya.


Pewarta : Winda Herman
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024