Mataram (ANTARA) - Suatu malam tiba-tiba saya mendapat WhatsApp (WA) dari Sidzia Madvox mencetuskan ide merancang acara "BERBAGI CERITA seusai tour".
Berbagi cerita yang menampilkan Paris Hasan, Lavie, Sidzia Madvox, Pamela Pagannini, Yuga Anggana, ArJul dan yang lainnya di ErKaEm untuk membagikan kisah perjalanan pentas keliling nya masing-masing yang telah dilakoni beberapa bulan yang lalu.
Kemudian saya sarankan untuk sampaikan niat ini kepada Kang Yuga Anggana sebagai punggawa ErKaEm.
Maka Alhamdulillah akhirnya acara ngobrol santai ini pun terlaksana dengan lancar. Bahkan kebetulan juga sempat dihadiri oleh beberapa tokoh yang diantaranya ada mbk Maya dari Lombok Tengah, Pamela Pagannini, Kang Ari Garmono mantan ketua BPPD NTB beserta adiknya, Kang Anto. Juga ada " Street Mover " yang luar biasa menjaga stamina pendokumentasian.
Juga kemudian dihadiri pula oleh pelaku tour musik balada sejati, sang penyanyi pengelana bersepeda, Mr Yo'i Wing Sentot Irawan, perupa muda Reva Adhitama dll.
Inilah sebuah acara perayaan kecil di kawasan perumahan Montong Kedaton Lombok Barat yang tiba-tiba melayangkan lamunan saya teringat akan sebuah titik pertemuan para pengelana pedagang petualang di jaman Jalur Sutra kuno di masa lampau.
Ketika masih eksisnya Raja Negeri Ladakh Sangga Namgyal di kota Leh yang dikelilingi oleh ketinggian puncak es Pegunungan Himalaya diatas ketinggian 5.000 Mdpl.
Ketika pada kenyataannya pertemuan seperti ini tidak begitu banyak dihadiri ataupun direspons oleh sebagian lain para pelaku seni di Lombok, bisa jadi tampaknya memang belum dianggap hal penting bagi sebagian pelaku seni atau musik khususnya di Lombok.
Tapi mungkin juga karena banyak yang berhalangan atau karena memang pemberitahuan dadakan yang tidak memungkinkan mereka untuk hadir di sesi ngobrol Tour Musik ini.
Dari hasil saya menyimak kisah para musisi muda Lombok yang telah berani melakukan Tour Musik ini, akhirnya saya pun belajar memahami bagaimana mereka melakukan sebuah upaya untuk mempertanggung jawabkan menyampaikan karya-karyanya lewat sebuah perjalanan silaturahim ke setiap titik Temu Publik nya di banyak kota dan desa di Jawa dan wilayah lainnya di Nusantara.
Bagaimana mereka pun belajar membaca respons pendengarnya sekaligus menimba ilmu dan pengetahuan lainnya tentang banyak hal dalam kehidupan.
Misalkan seperti bagaimana ketika ternyata ada juga pendapat orang yang begitu kaget melihat keberanian Paris Hasan untuk memilih jenis musik yang tidak banyak diminati oleh kebanyakan pemusik yang ingin populer.
Atau bagaimana LaVie lewat karyanya mendapatkan pengalaman memaknai pentingnya mensyukuri nikmat bahwa sesulit apapun kita, ternyata ada orang yang lebih sulit lagi dalam menghadapi peristiwa kehidupan.
Pamela Pagannini berkisah tentang bagaimana para penyimak karyanya yang ada di Jawa, tidak menduga bahwa ternyata upaya eksplorasi pendalaman karya Pamela dan beberapa musisi di Lombok pun tidak kalah intensnya dibanding pergerakan pelaku musik di kota besar di Jawa.
Sidzia Madvox begitu gigihnya melawan kesulitan ber-DIY lewat kisah lagu Nasi Goreng nya yang mampu mematangkan masakan karya musik nya dihadapan publik di setiap titik singgah nya di Jawa dan Bali.
Kang Yuga akhirnya berkisah juga mengenai betapa masih banyak nya pe-er di negeri kita dalam hal penataan pembagian royality dari lagu karya kita sendiri.
Menurutnya, justru hitungan ekonomi lewat digitalisasi karya lewat platform musik jauh terasa lebih jelas resolusi nya ketimbang lewat cara-cara yang sekarang tengah disosialisasi kan oleh pihak tertentu yang berkepentingan dengan royality lagu ini.
Intinya pembicaraan dalam pertemuan kemarin di ErKaEm ini sepertinya memiliki bentuk dialog yang terjadi juga pada masa lampau ketika para pedagang, pengelana pejalan dari negeri-negeri yang jauh bertukar pikiran, tukar kisah pengalaman mencoba merentangkan peradaban semakin dekat dengan trend di zamannya.
Sebagai perbandingan bisa dibayangkan ketika rempah-rempah yang di masa terbangunnya Jalur Sutra itu hanya bisa diperoleh dan tumbuh di kawasan kepulauan Maluku itu pun akhirnya sampai juga ke tangan kehidupan peradaban yang ada di Mesir, India atau Persia juga Eropa.
Semoga sebentuk upaya Tour Musik Kecil para orang muda Lombok ini pun Insya Allah sedikitnya mampu menghadirkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan publik musik yang dilewatinya yang berada di jalur lintasan Tour Musik lanjutan mereka di kemudian hari. Aamiin.
Berbagi cerita yang menampilkan Paris Hasan, Lavie, Sidzia Madvox, Pamela Pagannini, Yuga Anggana, ArJul dan yang lainnya di ErKaEm untuk membagikan kisah perjalanan pentas keliling nya masing-masing yang telah dilakoni beberapa bulan yang lalu.
Kemudian saya sarankan untuk sampaikan niat ini kepada Kang Yuga Anggana sebagai punggawa ErKaEm.
Maka Alhamdulillah akhirnya acara ngobrol santai ini pun terlaksana dengan lancar. Bahkan kebetulan juga sempat dihadiri oleh beberapa tokoh yang diantaranya ada mbk Maya dari Lombok Tengah, Pamela Pagannini, Kang Ari Garmono mantan ketua BPPD NTB beserta adiknya, Kang Anto. Juga ada " Street Mover " yang luar biasa menjaga stamina pendokumentasian.
Juga kemudian dihadiri pula oleh pelaku tour musik balada sejati, sang penyanyi pengelana bersepeda, Mr Yo'i Wing Sentot Irawan, perupa muda Reva Adhitama dll.
Inilah sebuah acara perayaan kecil di kawasan perumahan Montong Kedaton Lombok Barat yang tiba-tiba melayangkan lamunan saya teringat akan sebuah titik pertemuan para pengelana pedagang petualang di jaman Jalur Sutra kuno di masa lampau.
Ketika masih eksisnya Raja Negeri Ladakh Sangga Namgyal di kota Leh yang dikelilingi oleh ketinggian puncak es Pegunungan Himalaya diatas ketinggian 5.000 Mdpl.
Ketika pada kenyataannya pertemuan seperti ini tidak begitu banyak dihadiri ataupun direspons oleh sebagian lain para pelaku seni di Lombok, bisa jadi tampaknya memang belum dianggap hal penting bagi sebagian pelaku seni atau musik khususnya di Lombok.
Tapi mungkin juga karena banyak yang berhalangan atau karena memang pemberitahuan dadakan yang tidak memungkinkan mereka untuk hadir di sesi ngobrol Tour Musik ini.
Dari hasil saya menyimak kisah para musisi muda Lombok yang telah berani melakukan Tour Musik ini, akhirnya saya pun belajar memahami bagaimana mereka melakukan sebuah upaya untuk mempertanggung jawabkan menyampaikan karya-karyanya lewat sebuah perjalanan silaturahim ke setiap titik Temu Publik nya di banyak kota dan desa di Jawa dan wilayah lainnya di Nusantara.
Bagaimana mereka pun belajar membaca respons pendengarnya sekaligus menimba ilmu dan pengetahuan lainnya tentang banyak hal dalam kehidupan.
Misalkan seperti bagaimana ketika ternyata ada juga pendapat orang yang begitu kaget melihat keberanian Paris Hasan untuk memilih jenis musik yang tidak banyak diminati oleh kebanyakan pemusik yang ingin populer.
Atau bagaimana LaVie lewat karyanya mendapatkan pengalaman memaknai pentingnya mensyukuri nikmat bahwa sesulit apapun kita, ternyata ada orang yang lebih sulit lagi dalam menghadapi peristiwa kehidupan.
Pamela Pagannini berkisah tentang bagaimana para penyimak karyanya yang ada di Jawa, tidak menduga bahwa ternyata upaya eksplorasi pendalaman karya Pamela dan beberapa musisi di Lombok pun tidak kalah intensnya dibanding pergerakan pelaku musik di kota besar di Jawa.
Sidzia Madvox begitu gigihnya melawan kesulitan ber-DIY lewat kisah lagu Nasi Goreng nya yang mampu mematangkan masakan karya musik nya dihadapan publik di setiap titik singgah nya di Jawa dan Bali.
Kang Yuga akhirnya berkisah juga mengenai betapa masih banyak nya pe-er di negeri kita dalam hal penataan pembagian royality dari lagu karya kita sendiri.
Menurutnya, justru hitungan ekonomi lewat digitalisasi karya lewat platform musik jauh terasa lebih jelas resolusi nya ketimbang lewat cara-cara yang sekarang tengah disosialisasi kan oleh pihak tertentu yang berkepentingan dengan royality lagu ini.
Intinya pembicaraan dalam pertemuan kemarin di ErKaEm ini sepertinya memiliki bentuk dialog yang terjadi juga pada masa lampau ketika para pedagang, pengelana pejalan dari negeri-negeri yang jauh bertukar pikiran, tukar kisah pengalaman mencoba merentangkan peradaban semakin dekat dengan trend di zamannya.
Sebagai perbandingan bisa dibayangkan ketika rempah-rempah yang di masa terbangunnya Jalur Sutra itu hanya bisa diperoleh dan tumbuh di kawasan kepulauan Maluku itu pun akhirnya sampai juga ke tangan kehidupan peradaban yang ada di Mesir, India atau Persia juga Eropa.
Semoga sebentuk upaya Tour Musik Kecil para orang muda Lombok ini pun Insya Allah sedikitnya mampu menghadirkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan publik musik yang dilewatinya yang berada di jalur lintasan Tour Musik lanjutan mereka di kemudian hari. Aamiin.