Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Efi Laila Kholis mengungkapkan dasar pihaknya melakukan penyidikan korupsi proyek sumur bor untuk irigasi pertanian yang menelan anggaran pusat senilai Rp1,13 miliar.
"Jadi, dasar kami melakukan penyidikan, melihat proyek dari kementerian itu tidak bisa dimanfaatkan masyarakat, bisa dibilang mangkrak," kata Efi di Mataram, Senin.
Namun, kata dia, untuk menyatakan hal tersebut pihaknya harus menguatkan dengan alat bukti. Selain mengorek dari keterangan para saksi, penyidik menguatkan alat bukti melalui pengumpulan dokumen maupun mendengarkan pendapat ahli.
"Jadi, tidak serta merta kasusnya langsung jadi. Penguatan alat bukti kami lakukan dengan mengagendakan serangkaian pemeriksaan," ujarnya.
Dalam rangkaian penyidikan, Efi mengatakan sudah ada belasan saksi yang menjalani pemeriksaan. Hal ini dikatakan masih terus berjalan.
Selain saksi, penyidik menunggu hasil koordinasi dengan Inspektorat Lombok Timur untuk meyakinkan adanya potensi kerugian negara.
Kejari Lombok Timur menetapkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada 10 November 2023 berdasarkan hasil gelar perkara yang melihat temuan pada tahap penyelidikan. Hasil penyelidikan ditemukan perbuatan pidana yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Proyek sumur bor yang diduga bermasalah terkait pekerjaan pembangunannya itu berada di Dusun Tejong Daya, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur. Pembangunannya dianggarkan pada tahun 2017.
Anggaran pembangunan senilai Rp1,13 miliar, kata dia, bersumber dari Direktorat Pengembangan Daerah Tertentu pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI.
Dari data kementerian, pelaksana proyek ini merupakan sebuah perusahaan yang berkantor di Kota Mataram, CV SAMAS. Perusahaan tersebut muncul sebagai pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp1,13 miliar dari pagu Rp1,24 miliar.
"Jadi, dasar kami melakukan penyidikan, melihat proyek dari kementerian itu tidak bisa dimanfaatkan masyarakat, bisa dibilang mangkrak," kata Efi di Mataram, Senin.
Namun, kata dia, untuk menyatakan hal tersebut pihaknya harus menguatkan dengan alat bukti. Selain mengorek dari keterangan para saksi, penyidik menguatkan alat bukti melalui pengumpulan dokumen maupun mendengarkan pendapat ahli.
"Jadi, tidak serta merta kasusnya langsung jadi. Penguatan alat bukti kami lakukan dengan mengagendakan serangkaian pemeriksaan," ujarnya.
Dalam rangkaian penyidikan, Efi mengatakan sudah ada belasan saksi yang menjalani pemeriksaan. Hal ini dikatakan masih terus berjalan.
Selain saksi, penyidik menunggu hasil koordinasi dengan Inspektorat Lombok Timur untuk meyakinkan adanya potensi kerugian negara.
Kejari Lombok Timur menetapkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada 10 November 2023 berdasarkan hasil gelar perkara yang melihat temuan pada tahap penyelidikan. Hasil penyelidikan ditemukan perbuatan pidana yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Proyek sumur bor yang diduga bermasalah terkait pekerjaan pembangunannya itu berada di Dusun Tejong Daya, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur. Pembangunannya dianggarkan pada tahun 2017.
Anggaran pembangunan senilai Rp1,13 miliar, kata dia, bersumber dari Direktorat Pengembangan Daerah Tertentu pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI.
Dari data kementerian, pelaksana proyek ini merupakan sebuah perusahaan yang berkantor di Kota Mataram, CV SAMAS. Perusahaan tersebut muncul sebagai pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp1,13 miliar dari pagu Rp1,24 miliar.