Mataram (ANTARA) - Penyidik Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang atau TPPU dalam pengelolaan dana yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima dengan nilai sedikitnya Rp6 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Komisaris Besar Polisi Teddy Ristiawan di Mataram, Senin, menjelaskan bahwa indikasi TPPU itu muncul dari hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Jadi, uang itu (Rp6 miliar) diduga mengalir ke sejumlah pihak," kata Teddy.
Beberapa di antaranya terungkap mengalir ke rekening perbankan milik dua orang pengurus yayasan dan satu lagi dari luar kepengurusan.
"Siapa orang di luar kepengurusan? Ini yang masih kami telusuri," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa hasil penelusuran PPATK juga merekam adanya transaksi keuangan tanpa melalui perbankan. Hal tersebut kini menjadi tantangan penyidik dalam upaya pengungkapan.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa penyidikan ini akan terus berlanjut dan optimistis kasus TPPU dari pengelolaan dana yayasan STKIP Bima ini dapat terungkap jelas.
"Salah satu upaya kami dengan terus berkoordinasi dengan PPATK untuk mempelajari detail hasil audit yang diterima sebelumnya," ucap dia.
Pihak kepolisian menangani kasus ini berdasarkan adanya laporan yang merujuk pada putusan pidana penggelapan dana yayasan STKIP Bima.
Dalam perkara tersebut, muncul angka kerugian yang cukup besar. Hal itu telah ditindaklanjuti pihak kampus dalam bentuk laporan kepolisian sehingga masuk dalam penanganan kasus TPPU.
Untuk kasus pidana pokok dari penggelapan dana yayasan STKIP Bima, telah diperoleh putusan berkekuatan hukum tetap dari Hakim Banding Pengadilan Tinggi NTB, tanggal 21 Juli 2022.
Dalam putusan di tingkat banding tersebut, hakim menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Raba Bima dengan nomor perkara 69/Pid.B/ 2022/PN Rbi tertanggal 31 Mei 2022.
Putusan pada pengadilan tingkat pertama telah menjatuhkan pidana terhadap tiga terdakwa, yakni Muhammad Sopyan, tiga tahun penjara; Amran Amir, dua tahun penjara; dan Muhammad Fakhri, delapan bulan penjara.
Amran Amir, merupakan Mantan Ketua STKIP Bima periode 2016-2020. Kemudian Muhammad Fakhri Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019-2020, sedangkan Muhammad Sopyan, Kepala Bagian Administrasi Umum periode 2016-2019 dan Kepala bagian keuangan periode 2019-2020.
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Raba Bima, menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan secara berlanjut melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Putusan tersebut sesuai dengan dakwaan tunggal dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Namun, dalam putusan pidana tersebut tidak ada pernyataan yang membebankan tiga terpidana untuk mengganti kerugian yang muncul sesuai hasil audit independen pihak kampus senilai Rp19,34 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Komisaris Besar Polisi Teddy Ristiawan di Mataram, Senin, menjelaskan bahwa indikasi TPPU itu muncul dari hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Jadi, uang itu (Rp6 miliar) diduga mengalir ke sejumlah pihak," kata Teddy.
Beberapa di antaranya terungkap mengalir ke rekening perbankan milik dua orang pengurus yayasan dan satu lagi dari luar kepengurusan.
"Siapa orang di luar kepengurusan? Ini yang masih kami telusuri," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa hasil penelusuran PPATK juga merekam adanya transaksi keuangan tanpa melalui perbankan. Hal tersebut kini menjadi tantangan penyidik dalam upaya pengungkapan.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa penyidikan ini akan terus berlanjut dan optimistis kasus TPPU dari pengelolaan dana yayasan STKIP Bima ini dapat terungkap jelas.
"Salah satu upaya kami dengan terus berkoordinasi dengan PPATK untuk mempelajari detail hasil audit yang diterima sebelumnya," ucap dia.
Pihak kepolisian menangani kasus ini berdasarkan adanya laporan yang merujuk pada putusan pidana penggelapan dana yayasan STKIP Bima.
Dalam perkara tersebut, muncul angka kerugian yang cukup besar. Hal itu telah ditindaklanjuti pihak kampus dalam bentuk laporan kepolisian sehingga masuk dalam penanganan kasus TPPU.
Untuk kasus pidana pokok dari penggelapan dana yayasan STKIP Bima, telah diperoleh putusan berkekuatan hukum tetap dari Hakim Banding Pengadilan Tinggi NTB, tanggal 21 Juli 2022.
Dalam putusan di tingkat banding tersebut, hakim menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Raba Bima dengan nomor perkara 69/Pid.B/ 2022/PN Rbi tertanggal 31 Mei 2022.
Putusan pada pengadilan tingkat pertama telah menjatuhkan pidana terhadap tiga terdakwa, yakni Muhammad Sopyan, tiga tahun penjara; Amran Amir, dua tahun penjara; dan Muhammad Fakhri, delapan bulan penjara.
Amran Amir, merupakan Mantan Ketua STKIP Bima periode 2016-2020. Kemudian Muhammad Fakhri Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019-2020, sedangkan Muhammad Sopyan, Kepala Bagian Administrasi Umum periode 2016-2019 dan Kepala bagian keuangan periode 2019-2020.
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Raba Bima, menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan secara berlanjut melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Putusan tersebut sesuai dengan dakwaan tunggal dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Namun, dalam putusan pidana tersebut tidak ada pernyataan yang membebankan tiga terpidana untuk mengganti kerugian yang muncul sesuai hasil audit independen pihak kampus senilai Rp19,34 miliar.