Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menjatuhkan vonis 1 tahun 5 bulan penjara kepada Iskandar, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pengadaan alat metrologi pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dompu.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Iskandar dengan hukuman 1 tahun dan 5 bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa membacakan putusan perkara milik terdakwa Iskandar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Majelis hakim menetapkan pidana itu dengan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa sebagai PPTK telah terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait kerugian keuangan negara yang muncul, majelis hakim menyatakan sependapat dengan hasil audit Inspektorat NTB sebesar Rp398 juta.
Namun, dalam perkara milik terdakwa Iskandar, majelis hakim tidak menemukan fakta di persidangan yang menyatakan bahwa terdakwa Iskandar menerima dan/atau mengambil keuntungan dari adanya kerugian keuangan negara tersebut.
"Karena tidak ada fakta yang mengungkap terdakwa menerima keuntungan dari perkara ini sehingga majelis hakim tidak perlu membebankan terdakwa uang pengganti kerugian keuangan negara," ujarnya.
Dari uraian putusan perkara, majelis hakim turut menyampaikan pertimbangan dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindag Dompu tersebut.
"Dalam pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya yang berjalan pada tahun anggaran 2018 ini terdakwa sebagai PPTK tidak cermat dalam menjalankan tugas sehingga terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan," ucap dia.
Selain itu, munculnya kerugian keuangan negara dari pengadaan ini hanya memberikan dampak untuk wilayah kabupaten sehingga majelis hakim menyatakan perbuatan pidana terdakwa masuk dalam kategori ringan.
Usai mendengarkan pembacaan putusan, terdakwa bersama penuntut umum belum menyatakan sikap sehingga hakim memberikan batas waktu hingga tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Pelaksanaan dari pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya ini berjalan menggunakan APBD Dompu sekitar Rp1,42 miliar.
Pengadaan dikerjakan oleh terdakwa lain, yakni Yanrik yang menerima kuasa sebagai pelaksana proyek dari CV Fahriza yang berkantor di Kabupaten Dompu.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Iskandar dengan hukuman 1 tahun dan 5 bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa membacakan putusan perkara milik terdakwa Iskandar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Majelis hakim menetapkan pidana itu dengan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa sebagai PPTK telah terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait kerugian keuangan negara yang muncul, majelis hakim menyatakan sependapat dengan hasil audit Inspektorat NTB sebesar Rp398 juta.
Namun, dalam perkara milik terdakwa Iskandar, majelis hakim tidak menemukan fakta di persidangan yang menyatakan bahwa terdakwa Iskandar menerima dan/atau mengambil keuntungan dari adanya kerugian keuangan negara tersebut.
"Karena tidak ada fakta yang mengungkap terdakwa menerima keuntungan dari perkara ini sehingga majelis hakim tidak perlu membebankan terdakwa uang pengganti kerugian keuangan negara," ujarnya.
Dari uraian putusan perkara, majelis hakim turut menyampaikan pertimbangan dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindag Dompu tersebut.
"Dalam pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya yang berjalan pada tahun anggaran 2018 ini terdakwa sebagai PPTK tidak cermat dalam menjalankan tugas sehingga terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan," ucap dia.
Selain itu, munculnya kerugian keuangan negara dari pengadaan ini hanya memberikan dampak untuk wilayah kabupaten sehingga majelis hakim menyatakan perbuatan pidana terdakwa masuk dalam kategori ringan.
Usai mendengarkan pembacaan putusan, terdakwa bersama penuntut umum belum menyatakan sikap sehingga hakim memberikan batas waktu hingga tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Pelaksanaan dari pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya ini berjalan menggunakan APBD Dompu sekitar Rp1,42 miliar.
Pengadaan dikerjakan oleh terdakwa lain, yakni Yanrik yang menerima kuasa sebagai pelaksana proyek dari CV Fahriza yang berkantor di Kabupaten Dompu.