Banda Aceh (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyarankan pemerintah untuk memastikan tersedianya lokasi penampungan bagi para pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh.
"Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral pengungsi Rohingya yang saat ini ada di Aceh," kata Koordinator Sub-Komisi Penegakan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Banda Aceh, Jumat.
Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM setelah melakukan pemantauan keberadaan pengungsi Rohingya di wilayah Aceh sejak November sampai Desember 2023.
Pemantauan Komnas HAM menitikberatkan pada aspek penanganan pengungsi serta dinamika sosial yang muncul berupa aksi penolakan dari masyarakat terhadap Rohingya dan dilakukan sesuai dengan mandat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca juga: Polisi tetapkan dua lagi tersangka penyelundup Rohingya ke Aceh
Uli Parulian menyampaikan lokasi penampungan Rohingya juga harus memenuhi kriteria, seperti tidak terlalu dekat dengan permukiman masyarakat, terjangkau aksesibilitas terkait penyediaan kebutuhan dasar, serta jaminan keamanan.
"Terutama memastikan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri agar sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi dimaksud sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016," ujarnya.
Dengan alasan kemanusiaan, kata Uli, pemerintah bersama UNHCR dan IOM tetap perlu mengedepankan penanganan etnis Rohingya sesuai ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang menjadi landasan normatif dan koordinatif bagi pemerintah dalam mengambil langkah serta kebijakan penanganan pengungsi luar negeri.
Komnas HAM juga merekomendasikan pemerintah agar memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya yang bersumber dari APBN dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan sesuai ketentuan perundang-undangan serta mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.
Kemudian, lanjut Uli, juga meminta kepolisian memastikan keamanan pengungsi Rohingya, terutama dalam rangka memberikan perlindungan, mencegah terjadinya benturan dengan masyarakat serta mencegah upaya melarikan diri atau praktik penyelundupan lebih lanjut terhadap pengungsi sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2016, dan fungsi kamtibmas Polri.
"Memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerjasama dengan otoritas keamanan di ASEAN serta interpol untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia terutama terhadap pengungsi Rohingya," kata Uli.
Baca juga: Pj Gubernur belum bisa pastikan soal relokasi Rohingya dari Aceh
Tak hanya itu, Komnas HAM juga meminta Kemenkumham melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi secara maksimal sesuai mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Perpres 125 tahun 2016 tersebut.
Selanjutnya, Komnas HAM mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan proaktif memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Lalu, mendorong Kemenlu mengambil langkah diplomasi dan intervensi lebih maksimal melalui forum-forum bilateral, regional maupun multilateral terkhusus forum PBB dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar, terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional etnis Rohingya.
"Kami juga mendorong Kemenlu mengambil langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) dalam rangka memastikan negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya," ujarnya.
Baca juga: Polres Aceh Timur tetapkan tiga imigran Rohingya sebagai tersangka
Baca juga: Isu Rohingya relevan dibicarakan dalam KTT ASEAN-Jepang
Uli menambahkan perlu juga adanya opsi terbaik selama penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Mengingat pilihan mengembalikan Rohingya ke negara asal tidak dapat dilakukan karena berpotensi berada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat kemanusiaan.
Hal itu sesuai dengan prinsip non-refoulement yang tercantum dalam konvensi anti penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia.
Terakhir, tambah Uli, perlu adanya upaya pencegahan melalui Kemendagri dan Polri guna menghindari keterlibatan (pemanfaatan) warga negara Indonesia (terutama warga lokal di Aceh) sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia maupun perdagangan orang.
"Komnas HAM juga mengapresiasi upaya kepolisian dalam penegakan hukum terhadap adanya dugaan perdagangan manusia dan penyelundupan manusia pengungsi Rohingya di Aceh," unar Uli Parulian Sihombing.
"Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral pengungsi Rohingya yang saat ini ada di Aceh," kata Koordinator Sub-Komisi Penegakan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya di Banda Aceh, Jumat.
Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM setelah melakukan pemantauan keberadaan pengungsi Rohingya di wilayah Aceh sejak November sampai Desember 2023.
Pemantauan Komnas HAM menitikberatkan pada aspek penanganan pengungsi serta dinamika sosial yang muncul berupa aksi penolakan dari masyarakat terhadap Rohingya dan dilakukan sesuai dengan mandat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca juga: Polisi tetapkan dua lagi tersangka penyelundup Rohingya ke Aceh
Uli Parulian menyampaikan lokasi penampungan Rohingya juga harus memenuhi kriteria, seperti tidak terlalu dekat dengan permukiman masyarakat, terjangkau aksesibilitas terkait penyediaan kebutuhan dasar, serta jaminan keamanan.
"Terutama memastikan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri agar sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi dimaksud sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016," ujarnya.
Dengan alasan kemanusiaan, kata Uli, pemerintah bersama UNHCR dan IOM tetap perlu mengedepankan penanganan etnis Rohingya sesuai ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang menjadi landasan normatif dan koordinatif bagi pemerintah dalam mengambil langkah serta kebijakan penanganan pengungsi luar negeri.
Komnas HAM juga merekomendasikan pemerintah agar memberikan bantuan kepada pengungsi Rohingya yang bersumber dari APBN dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan sesuai ketentuan perundang-undangan serta mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.
Kemudian, lanjut Uli, juga meminta kepolisian memastikan keamanan pengungsi Rohingya, terutama dalam rangka memberikan perlindungan, mencegah terjadinya benturan dengan masyarakat serta mencegah upaya melarikan diri atau praktik penyelundupan lebih lanjut terhadap pengungsi sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2016, dan fungsi kamtibmas Polri.
"Memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerjasama dengan otoritas keamanan di ASEAN serta interpol untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia terutama terhadap pengungsi Rohingya," kata Uli.
Baca juga: Pj Gubernur belum bisa pastikan soal relokasi Rohingya dari Aceh
Tak hanya itu, Komnas HAM juga meminta Kemenkumham melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi secara maksimal sesuai mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Perpres 125 tahun 2016 tersebut.
Selanjutnya, Komnas HAM mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan proaktif memberikan pemahaman kepada masyarakat, bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Lalu, mendorong Kemenlu mengambil langkah diplomasi dan intervensi lebih maksimal melalui forum-forum bilateral, regional maupun multilateral terkhusus forum PBB dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar, terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional etnis Rohingya.
"Kami juga mendorong Kemenlu mengambil langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) dalam rangka memastikan negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya," ujarnya.
Baca juga: Polres Aceh Timur tetapkan tiga imigran Rohingya sebagai tersangka
Baca juga: Isu Rohingya relevan dibicarakan dalam KTT ASEAN-Jepang
Uli menambahkan perlu juga adanya opsi terbaik selama penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Mengingat pilihan mengembalikan Rohingya ke negara asal tidak dapat dilakukan karena berpotensi berada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat kemanusiaan.
Hal itu sesuai dengan prinsip non-refoulement yang tercantum dalam konvensi anti penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia.
Terakhir, tambah Uli, perlu adanya upaya pencegahan melalui Kemendagri dan Polri guna menghindari keterlibatan (pemanfaatan) warga negara Indonesia (terutama warga lokal di Aceh) sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia maupun perdagangan orang.
"Komnas HAM juga mengapresiasi upaya kepolisian dalam penegakan hukum terhadap adanya dugaan perdagangan manusia dan penyelundupan manusia pengungsi Rohingya di Aceh," unar Uli Parulian Sihombing.