Jakarta (ANTARA) -
Aktivis antikorupsi Yudi Purnomo menyebut vonis bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti menjadi pembelajaran penting bahwa pejabat negara harus terbuka dan mau dikritik.
 
"Dengan adanya keputusan ini bisa menjadi pelajaran penting bahwa seorang pejabat mau tidak mau suka tidak suka harus terbuka dan mau dikritik sepedas apa pun, sebab itu adalah konsekuensi logis jabatan yang diembannya sebagai pelayan masyarakat dan juga selama ini digaji oleh uang rakyat," kata Yudi dalam keterangannya diterima di Jakarta, Selasa.
 
Mantan penyidik KPK ini menyambut baik vonis bebas Manjelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti, karena tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
 
Menurut Yudi peristiwa tersebut adalah kemenangan demokrasi, dan jaminan kebebasan bersuara bagi warga negara Indonesia dalam menyuarakan kebenaran.
 
Yudi menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur itu merupakan jaminan sekaligus Yurisprudensi bahwa pengadilan paham arti penting kritik bagi pejabat pemerintah dan negara sebagai mekanisme kontrol jalannya pemerintahan, apalagi konstitusi juga menjamin.
 
 Sehingga bagaimanapun kerasnya kritik merupakan masukan berharga untuk berubah atau introspeksi memperbaiki diri maupun kebijakan.  "Membawa kritik ke ranah hukum atau pidana tidak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.
 
Yudi yang mengikuti jalannya pembacaan vonis majelis hakim ini berharap putusan ini menjadi momentum bahwa UU ITE harusnya ramah terhadap warga negara Indonesia, termasuk mereka yang menjadi aktivis yang selama ini rentan dikriminalisasi akibat kritikan dan suara lantangnya, sebab posisi aktivis dianggap lemah ketika berhadapan dengan pejabat.
 
"Bahwa putusan bebasnya Haris dan Fatia setelah dituntut masing masing 4 tahun dan 3,5 tahun merupakan kerja keras dari penasihat hukum untuk membuktikan klien mereka (Haris-Fatia) tidak bersalah dan juga kebijakan Hakim dalam memutus sehingga berhasil membuktikan bahwa keadilan di Indonesia masih ada," tutur Yudi.
 
Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim PN Jaktim menganggap tuntutan pertama kepada Haris Azhar dan Fatia tidak memenuhi unsur hukum, sebab yang diperbincangkan oleh mereka bukanlah hal yang termasuk dalam dugaan penghinaan. Dengan demikian keduanya pun terbebas dari dakwaan pertama.
 
Tak hanya itu, Haris sebagai Direktur Lokataru dan Fatia Maulidiyanti sebagai Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga lepas dari dakwaan kedua dan subsider yakni penyebaran berita bohong.

Baca juga: Capres Prabowo sebut hilirisasi, antikorupsi, dan digitalisasi kunci RI maju
Baca juga: Kejati NTB menggelar penyuluhan antikorupsi pengadaan barang dan jasa
 
Keduanya dianggap oleh majelis hakim tidak memenuhi unsur pidana penyebaran berita bohong.  Haris dan Fatia didakwa tim jaksa penuntut umum (JPU) karena mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
 
Kasus bermula karena keduanya disebut telah menyebar berita bohong terkait keterlibatan LBP dalam bisnis tambang di Intan Jaya pada kegiatan siniar video atau podcast di YouTube berjudul "Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1!".
 

Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024