Semarang (ANTARA) - Sebagai warga negara Indonesia, mereka yang berprofesi wartawan tidak masalah berpihak kepada pasangan calon maupun calon anggota legislatif (caleg) tertentu dalam pemilihan umum (pemilu).
Bahkan, tidak ada larangan bagi wartawan untuk menjadi tim sukses pasangan calon dan/atau caleg tertentu, asalkan yang bersangkutan nonaktif terlebih dahulu dari profesinya itu.
Akan tetapi, ketika menjalankan profesi, wartawan harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan perundang-undangan lain yang bersentuhan dengan kewartawanan.
Jika tetap berada di rel KEJ, tidak mudah pasangan calon dan/atau caleg tertentu menjadikan wartawan dan/atau media "alat" untuk menyerang paslon dan/atau caleg lain.
Tidak mudah pula percaya dengan narasi-narasi peserta pemilu yang menjadikan suatu kejadian sebagai "amunisi" untuk menjatuhkan lawan politiknya. Apalagi, di tubuh berita yang berdasarkan opini narasumber itu tidak menyajikan fakta peristiwa sesungguhnya.
Dalam KEJ sudah ditegaskan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen. Dalam memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers.
Berita harus akurat (sesuai dengan fakta di lapangan), berimbang (memberi kesempatan semua pihak), dan tidak beriktikad buruk atau tidak ada maksud tertentu mendiskreditkan pasangan calon dan/atau caleg gegara tidak suka/tidak mendukung mereka.
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. (Vide Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang KEJ)
Pernyataan pasangan calon dan/atau caleg terkait dengan suatu peristiwa seyogianya jangan ditelan mentah-mentah. Perlu menguji informasi dengan melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Jangan sampai narasi yang mereka bangun justru menghakimi pihak tertentu yang seolah instansi tersebut tidak netral pada Pemilu 2024. Padahal, perbuatan oknum itu belum tentu representasi dari sebuah institusi yang menjunjung tinggi kenetralan dalam pesta demokrasi.
Di sinilah pentingnya wartawan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, jangan sampai isi pemberitaan menghakimi pasangan calon dan/atau caleg tertentu yang akan berdampak pada keterpilihan (elektabilitas) dalam Pemilu 2024.
Oleh karena itu, setiap opini sumber berita yang berisi tuduhan kepada peserta pemilu dan/atau institusi, wartawan dan/atau media memberi ruang atau waktu pemberitaan kepada si tertuduh secara proporsional.
Kode Etik Jurnalistik juga menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Di sinilah pentingnya mengedepankan kejujuran ketika menjalankan profesi sehingga tidak menyajikan berita hoaks dan fitnah terhadap peserta pemilu tertentu. Ibarat sebuah mata uang, kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana dan bernilai sepanjang masa.
Bab gratifikasi juga termaktub dalam KEJ. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Wartawan harus berani menolak pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pasangan calon dan/atau caleg tertentu yang memengaruhi independensi.
Kemandirian dalam menjalankan profesi ini sangat penting agar informasi kepemiluan tidak menyesatkan publik yang akan berujung salah pilih ketika mereka menggunakan hak konstitusinya di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari Rabu, 14 Februari 2024.
Jangan sampai gegara memburu kesenangan sesaat dengan menerima uang, barang, dan/atau fasilitas dari pasangan calon, caleg tertentu, dan/atau pihak tertentu berpengaruh pada proses demokrasi yang tengah berjalan.
KEJ juga melarang menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Hal yang patut mendapat perhatian wartawan adalah menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Di dalam KEJ, wartawan segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa. Hal ini perlu dilakukan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Jika ada pasangan calon, caleg, partai politik, penyelenggara pemilu, dan/atau pihak lain memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, wartawan harus melayani hak jawab.
Begitu pula, apabila mereka ada pembaca yang membetulkan kekeliruan informasi dalam pemberitaan, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain, wartawan harus melayani hak koreksi secara proporsional.
Dalam konteks kepemiluan, media juga telah berperan memberikan informasi kepada publik, antara lain, informasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai peserta pemilu anggota legislatif (pileg).
Terdapat 18 partai politik peserta Pemilu 2024, yakni (sesuai nomor urut) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, Partai Gelora Indonesia, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Berikutnya Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Ummat.
Selain itu, Pemilu 2024 juga diikuti enam partai politik lokal, yakni Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh.
Pemungutan suara Pemilu 2024 dilakukan serentak dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 pada tanggal 14 Februari 2024.
KPU RI juga telah menetapkan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.
Dengan penerapan Kode Etik Jurnalistik, liputan kepemiluan akan memberi pencerahan kepada pemilih agar mereka benar-benar memilih pasangan calon presiden/wakil presiden dan caleg yang mumpuni.
Setidaknya pasangan calon dan caleg terpilih yang amanah (dapat dipercaya), sidik (jujur), fatanah (cerdas), dan tablig (menyampaikan pesan secara komunikatif).
Dengan demikian, sepanjang wartawan mematuhi Kode Etik Jurnalistik, secara langsung maupun tidak langsung ikut menyukseskan Pemilu 2024, sekaligus mewujudkan pemilu bermutu dan demokratis.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.
Bahkan, tidak ada larangan bagi wartawan untuk menjadi tim sukses pasangan calon dan/atau caleg tertentu, asalkan yang bersangkutan nonaktif terlebih dahulu dari profesinya itu.
Akan tetapi, ketika menjalankan profesi, wartawan harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta peraturan perundang-undangan lain yang bersentuhan dengan kewartawanan.
Jika tetap berada di rel KEJ, tidak mudah pasangan calon dan/atau caleg tertentu menjadikan wartawan dan/atau media "alat" untuk menyerang paslon dan/atau caleg lain.
Tidak mudah pula percaya dengan narasi-narasi peserta pemilu yang menjadikan suatu kejadian sebagai "amunisi" untuk menjatuhkan lawan politiknya. Apalagi, di tubuh berita yang berdasarkan opini narasumber itu tidak menyajikan fakta peristiwa sesungguhnya.
Dalam KEJ sudah ditegaskan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen. Dalam memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers.
Berita harus akurat (sesuai dengan fakta di lapangan), berimbang (memberi kesempatan semua pihak), dan tidak beriktikad buruk atau tidak ada maksud tertentu mendiskreditkan pasangan calon dan/atau caleg gegara tidak suka/tidak mendukung mereka.
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. (Vide Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang KEJ)
Pernyataan pasangan calon dan/atau caleg terkait dengan suatu peristiwa seyogianya jangan ditelan mentah-mentah. Perlu menguji informasi dengan melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Jangan sampai narasi yang mereka bangun justru menghakimi pihak tertentu yang seolah instansi tersebut tidak netral pada Pemilu 2024. Padahal, perbuatan oknum itu belum tentu representasi dari sebuah institusi yang menjunjung tinggi kenetralan dalam pesta demokrasi.
Di sinilah pentingnya wartawan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, jangan sampai isi pemberitaan menghakimi pasangan calon dan/atau caleg tertentu yang akan berdampak pada keterpilihan (elektabilitas) dalam Pemilu 2024.
Oleh karena itu, setiap opini sumber berita yang berisi tuduhan kepada peserta pemilu dan/atau institusi, wartawan dan/atau media memberi ruang atau waktu pemberitaan kepada si tertuduh secara proporsional.
Kode Etik Jurnalistik juga menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Di sinilah pentingnya mengedepankan kejujuran ketika menjalankan profesi sehingga tidak menyajikan berita hoaks dan fitnah terhadap peserta pemilu tertentu. Ibarat sebuah mata uang, kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana dan bernilai sepanjang masa.
Bab gratifikasi juga termaktub dalam KEJ. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Wartawan harus berani menolak pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pasangan calon dan/atau caleg tertentu yang memengaruhi independensi.
Kemandirian dalam menjalankan profesi ini sangat penting agar informasi kepemiluan tidak menyesatkan publik yang akan berujung salah pilih ketika mereka menggunakan hak konstitusinya di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari Rabu, 14 Februari 2024.
Jangan sampai gegara memburu kesenangan sesaat dengan menerima uang, barang, dan/atau fasilitas dari pasangan calon, caleg tertentu, dan/atau pihak tertentu berpengaruh pada proses demokrasi yang tengah berjalan.
KEJ juga melarang menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
Hal yang patut mendapat perhatian wartawan adalah menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Di dalam KEJ, wartawan segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa. Hal ini perlu dilakukan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Jika ada pasangan calon, caleg, partai politik, penyelenggara pemilu, dan/atau pihak lain memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, wartawan harus melayani hak jawab.
Begitu pula, apabila mereka ada pembaca yang membetulkan kekeliruan informasi dalam pemberitaan, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain, wartawan harus melayani hak koreksi secara proporsional.
Dalam konteks kepemiluan, media juga telah berperan memberikan informasi kepada publik, antara lain, informasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai peserta pemilu anggota legislatif (pileg).
Terdapat 18 partai politik peserta Pemilu 2024, yakni (sesuai nomor urut) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, Partai Gelora Indonesia, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Berikutnya Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Ummat.
Selain itu, Pemilu 2024 juga diikuti enam partai politik lokal, yakni Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh.
Pemungutan suara Pemilu 2024 dilakukan serentak dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 pada tanggal 14 Februari 2024.
KPU RI juga telah menetapkan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.
Dengan penerapan Kode Etik Jurnalistik, liputan kepemiluan akan memberi pencerahan kepada pemilih agar mereka benar-benar memilih pasangan calon presiden/wakil presiden dan caleg yang mumpuni.
Setidaknya pasangan calon dan caleg terpilih yang amanah (dapat dipercaya), sidik (jujur), fatanah (cerdas), dan tablig (menyampaikan pesan secara komunikatif).
Dengan demikian, sepanjang wartawan mematuhi Kode Etik Jurnalistik, secara langsung maupun tidak langsung ikut menyukseskan Pemilu 2024, sekaligus mewujudkan pemilu bermutu dan demokratis.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.