Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto meminta segenap jajaran pemerintah daerah Jawa Timur untuk mewaspadai secara serius prediksi curah hujan pada Februari, yang merupakan puncak musim hujan pada awal tahun 2024.
Ia mengatakan prediksi tersebut harus waspadai secara serius, sejalan dengan kejadian bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan tanah longsor yang telah terjadi pada beberapa wilayah pada Januari 2024.
“Prediksi dari BMKG menyatakan puncak musim hujan bulan Januari 2024 lalu salah satunya di Jawa Barat, kemudian terjadi bencana tanah longsor di Subang dan banjir di Dayeuhkolot. Prediksi ini wajib ditindaklanjuti dengan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan daerah,” ujar Suharyanto dalam keterangan di Jakarta, Selasa (16/1) malam.
Suharyanto mengatakan prediksi curah hujan pada tahun 2024 oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jawa Timur menjadi salah satu wilayah dengan puncak musim hujan di bulan Februari, ujar Suharyanto pada Rapat Koordinasi Antisipasi dan Siaga Bencana Hidrometeorologi Tahun 2024 di wilayah Provinsi Jawa Timur, Selasa.
Selain Jawa Timur, adapun wilayah lainnya dengan prediksi dilanda puncak musim hujan pada Februari 2024 meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Suharyanto mengemukakan beberapa langkah mitigasi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak dari ancaman bencana hidrometeorologi basah.
“Pertama lakukan penanaman vegetasi dan pemangkasan ranting pohon yang rentan patah, kemudian memperkuat tanggul sungai dan lereng serta pembersihan drainase,” terangnya.
Selain itu, ia meminta adanya penataan pemukiman di sepanjang bantaran sungai dan kembangkan jaringan komunikasi sebagai suatu sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Sehingga jika terjadi potensi bahaya, informasi dapat langsung diketahui warga setempat.
Suharyanto turut mengingatkan penetapan rambu rawan bencana dan jalur evakuasi serta pengerukan sedimen sungai yang berguna untuk restorasi daya tampung debit air.
“Terakhir upaya melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas curah hujan yang melanda wilayah dengan ancaman bencana banjir dan tanah longsor,” pungkasnya.
Baca juga: Banjir Kota Pangkalpinang sebabkan 458 rumah terendam
Baca juga: Puluhan ribu jiwa terdampak banjir dan cuaca ekstrem
Ia mengatakan walaupun prediksi di bulan Februari, tidak berarti kewaspadaan kita menurun pada bulan-bulan selanjutnya, sehingga agar selalu tingkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
Dari total 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, sebanyak 27 di antaranya telah menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi dan tiga kabupaten menetapkan status tanggap darurat, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Blitar.
Ia mengatakan prediksi tersebut harus waspadai secara serius, sejalan dengan kejadian bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan tanah longsor yang telah terjadi pada beberapa wilayah pada Januari 2024.
“Prediksi dari BMKG menyatakan puncak musim hujan bulan Januari 2024 lalu salah satunya di Jawa Barat, kemudian terjadi bencana tanah longsor di Subang dan banjir di Dayeuhkolot. Prediksi ini wajib ditindaklanjuti dengan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan daerah,” ujar Suharyanto dalam keterangan di Jakarta, Selasa (16/1) malam.
Suharyanto mengatakan prediksi curah hujan pada tahun 2024 oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jawa Timur menjadi salah satu wilayah dengan puncak musim hujan di bulan Februari, ujar Suharyanto pada Rapat Koordinasi Antisipasi dan Siaga Bencana Hidrometeorologi Tahun 2024 di wilayah Provinsi Jawa Timur, Selasa.
Selain Jawa Timur, adapun wilayah lainnya dengan prediksi dilanda puncak musim hujan pada Februari 2024 meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Suharyanto mengemukakan beberapa langkah mitigasi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak dari ancaman bencana hidrometeorologi basah.
“Pertama lakukan penanaman vegetasi dan pemangkasan ranting pohon yang rentan patah, kemudian memperkuat tanggul sungai dan lereng serta pembersihan drainase,” terangnya.
Selain itu, ia meminta adanya penataan pemukiman di sepanjang bantaran sungai dan kembangkan jaringan komunikasi sebagai suatu sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Sehingga jika terjadi potensi bahaya, informasi dapat langsung diketahui warga setempat.
Suharyanto turut mengingatkan penetapan rambu rawan bencana dan jalur evakuasi serta pengerukan sedimen sungai yang berguna untuk restorasi daya tampung debit air.
“Terakhir upaya melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas curah hujan yang melanda wilayah dengan ancaman bencana banjir dan tanah longsor,” pungkasnya.
Baca juga: Banjir Kota Pangkalpinang sebabkan 458 rumah terendam
Baca juga: Puluhan ribu jiwa terdampak banjir dan cuaca ekstrem
Ia mengatakan walaupun prediksi di bulan Februari, tidak berarti kewaspadaan kita menurun pada bulan-bulan selanjutnya, sehingga agar selalu tingkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
Dari total 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, sebanyak 27 di antaranya telah menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi dan tiga kabupaten menetapkan status tanggap darurat, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Blitar.