Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut program co-firing menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) tanpa menambah jumlah pembangkit baru.
"Co-firing merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk meningkatkan bauran EBT," ucap Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu saat konferensi pers "Capaian Kinerja Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 Ditjen EBTKE" di Jakarta, Kamis.
Kementerian ESDM mencatat program co-firing di 2023 yang diimplementasikan di 43 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1,05 juta ton CO2e.
"Co-firing ada 43 lokasi yang sudah kami implementasikan ada 991 ribu ton pemakaian biomassa, memproduksi 1,04 TWh (terawatt hour) green energy kemudian ada pengurangan emisi 1,05 juta ton CO2," kata dia.
Menurutnya, capaian itu menunjukkan bahwa program co-firing telah berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pemanfaatan EBT. Co-firing adalah proses pembakaran campuran bahan bakar fosil dengan bahan bakar EBT seperti biomassa, biogas, atau hidrogen. Program itu dilakukan dengan mencampur biomassa seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit dengan batu bara pada PLTU.
Adapun 43 lokasi PLTU tersebar di Jawa 13 lokasi, Sumatera 10 lokasi, Kalimantan delapan lokasi, Sulawesi tujuh lokasi, dan Nusa Tenggara dan Papua lima lokasi. Ia mencontohkan PLTU Paiton, PLTU Pacitan, PLTU Suralaya hingga PLTU Jeranjang yang sudah mengimplementasikan co-firing.
Baca juga: Menteri ESDM membeberkan upaya strategis capai target bauran EBT
Baca juga: Kaji potensi energi angin di Indonesia, PLN jalin kolaborasi dengan Powerchina
"Paiton memang sudah duluan, Pacitan juga sudah, Suralaya juga, bahkan di NTB (PLTU) Jeranjang sudah ada," ungkap Jisman.
Kementerian ESDM menargetkan pada 2024 ada penambahan tiga PLTU lagi yang mengimplementasikan co-firing sehingga total menjadi 47 PLTU.
"Kemudian nanti di 2024 ada 47 lokasi tambahannya," tuturnya.
"Co-firing merupakan salah satu teknologi yang potensial untuk meningkatkan bauran EBT," ucap Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu saat konferensi pers "Capaian Kinerja Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 Ditjen EBTKE" di Jakarta, Kamis.
Kementerian ESDM mencatat program co-firing di 2023 yang diimplementasikan di 43 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1,05 juta ton CO2e.
"Co-firing ada 43 lokasi yang sudah kami implementasikan ada 991 ribu ton pemakaian biomassa, memproduksi 1,04 TWh (terawatt hour) green energy kemudian ada pengurangan emisi 1,05 juta ton CO2," kata dia.
Menurutnya, capaian itu menunjukkan bahwa program co-firing telah berjalan dengan baik dan mampu meningkatkan pemanfaatan EBT. Co-firing adalah proses pembakaran campuran bahan bakar fosil dengan bahan bakar EBT seperti biomassa, biogas, atau hidrogen. Program itu dilakukan dengan mencampur biomassa seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit dengan batu bara pada PLTU.
Adapun 43 lokasi PLTU tersebar di Jawa 13 lokasi, Sumatera 10 lokasi, Kalimantan delapan lokasi, Sulawesi tujuh lokasi, dan Nusa Tenggara dan Papua lima lokasi. Ia mencontohkan PLTU Paiton, PLTU Pacitan, PLTU Suralaya hingga PLTU Jeranjang yang sudah mengimplementasikan co-firing.
Baca juga: Menteri ESDM membeberkan upaya strategis capai target bauran EBT
Baca juga: Kaji potensi energi angin di Indonesia, PLN jalin kolaborasi dengan Powerchina
"Paiton memang sudah duluan, Pacitan juga sudah, Suralaya juga, bahkan di NTB (PLTU) Jeranjang sudah ada," ungkap Jisman.
Kementerian ESDM menargetkan pada 2024 ada penambahan tiga PLTU lagi yang mengimplementasikan co-firing sehingga total menjadi 47 PLTU.
"Kemudian nanti di 2024 ada 47 lokasi tambahannya," tuturnya.