Mataram (Antara NTB) - Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tengara Barat Dr Ir Widada MM mengungkapkan populasi burung Kakatua Jambul Kuning yang hidup di alam liar di daerah itu saat ini tersisa 145 ekor.
"Kalau habitatnya banyak ditemukan di Taman Buru Pulau Moyo dan Kawasan Wisata Alam Jereweh," kata Widada didampingi Kasubag TU BKSDA NTB Lugi Hartanto dan Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA NTB Tri Endang di Mataram, Senin.
Secara umum populasi burung Kakatua Jambul Kuning banyak berada di Pulau Sumbawa, yakni Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa sebanyak 115 ekor dan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat tersisa 30 ekor. Sementara, di Pulau Lombok sudah tidak ada.
"Karena di bawah punah, burung ini oleh pemerintah statusnya masuk 20 binatang yang diprioritaskan untuk di lindungi," jelasnya.
Bahkan, lanjut Widada, burung Kakatua jambul kuning telah dinyatakan kritis oleh lembaga konservasi dunia (IUCN), karena jumlahnya yang semakin sedikit.
"Selain NTB, burung Kakatua Jambul Kuning juga ada di sejumlah provinsi, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku," ujarnya.
Menurut Widada, di era tahun 1980-an populasi burung Kakatua Jambul Kuning di NTB jumlahnya cukup banyak. Hanya saja, setelah itu jumlahnya terus berkurang karena adanya perburuan liar oleh manusia. Meski saat ini, diakuinya perburuan terhadap burung Kakatua Jambul Kuning sudah jauh menurun.
"Jadi berkurang ini bukan karena perburuan liar. Tetapi juga faktor alam. Karena sifat burung Kakatua ini penakut, bahkan dalam setahun bertelur 2 butir. Itupun kalau jadi, kadang kalau sarangnya sudah jadi, tidak jadi bertelur," ungkapnya.
Ia menambahkan, untuk mencegah kepunahan, burung Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya Cacatua Sulphurea, BKSDA sudah melakukan sejumlah upaya, salah satunya melalui pembangunan lokasi konservasi dan penangkaran burung Kakatua Jambul Kuning, seperti di Taman Wisata Alam Kerandangan.
Burung Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya Cacatua Sulphurea adalah burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 35 cm, dari marga Cacatua. (*)
"Kalau habitatnya banyak ditemukan di Taman Buru Pulau Moyo dan Kawasan Wisata Alam Jereweh," kata Widada didampingi Kasubag TU BKSDA NTB Lugi Hartanto dan Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA NTB Tri Endang di Mataram, Senin.
Secara umum populasi burung Kakatua Jambul Kuning banyak berada di Pulau Sumbawa, yakni Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa sebanyak 115 ekor dan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat tersisa 30 ekor. Sementara, di Pulau Lombok sudah tidak ada.
"Karena di bawah punah, burung ini oleh pemerintah statusnya masuk 20 binatang yang diprioritaskan untuk di lindungi," jelasnya.
Bahkan, lanjut Widada, burung Kakatua jambul kuning telah dinyatakan kritis oleh lembaga konservasi dunia (IUCN), karena jumlahnya yang semakin sedikit.
"Selain NTB, burung Kakatua Jambul Kuning juga ada di sejumlah provinsi, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku," ujarnya.
Menurut Widada, di era tahun 1980-an populasi burung Kakatua Jambul Kuning di NTB jumlahnya cukup banyak. Hanya saja, setelah itu jumlahnya terus berkurang karena adanya perburuan liar oleh manusia. Meski saat ini, diakuinya perburuan terhadap burung Kakatua Jambul Kuning sudah jauh menurun.
"Jadi berkurang ini bukan karena perburuan liar. Tetapi juga faktor alam. Karena sifat burung Kakatua ini penakut, bahkan dalam setahun bertelur 2 butir. Itupun kalau jadi, kadang kalau sarangnya sudah jadi, tidak jadi bertelur," ungkapnya.
Ia menambahkan, untuk mencegah kepunahan, burung Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya Cacatua Sulphurea, BKSDA sudah melakukan sejumlah upaya, salah satunya melalui pembangunan lokasi konservasi dan penangkaran burung Kakatua Jambul Kuning, seperti di Taman Wisata Alam Kerandangan.
Burung Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya Cacatua Sulphurea adalah burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar 35 cm, dari marga Cacatua. (*)