BURUNG KAKATUA KECIL JAMBUL KUNING TERANCAM PUNAH

id

     Mataram, 26/6 (ANTARA) - Burung kakatua kecil jambul kuning (cacatua sulphurea) di Provinsi Nusa Tenggara Barat kini terancam punah  akibat perburuan liar dan pemanfaatannya yang tidak terkendali.

     Pelaksana harian (Plh) Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi NTB Budhi Kurniawan di Mataram, Selasa, mengatakan hingga kini populasi satwa dilindungi itu di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa hanya sekitar 83 ekor.

     "Jenis burung kakatua kecil jambul kuning itu terdapat di Kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, kawasan Gunung Tambora (Dompu) dan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok," katanya.

     Ia mengatakan, penurunan populasi burung kakatua kecil jambul kuning tersebut sangat dratis terutama di habitatnya di wilayah Kecamatan Jereweh, kawasan Tambora dan Rinjani. Ini akibat pemanfatan yang tidak terkendali.

     Karena, itu, menurut Budhi, pihaknya sedang melakukan pemantauan dan pembinaan habitat. Ini dimaksudkan untuk mencegah polulasi satwa yang dilidungi itu dari kepunahan.

     "Pemanfaatan burung kakatua kecil jambul kuning tersebut sejak tahun 2000-an cukup tinggi, karena harganya cukup mahal mencapai Rp5 juta per ekor. Jenis burung tersebut banyak dipasarkan di pasar Pramuka Jakarta dan Pasar Turi Surabaya," kata Budhi.

     Di pasar burung tersebut bisa ditemukan berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar termasuk burung khas berparuh bengkok yang jinak jika dipelihara ini.

     "Kini satwa tersebut mulai sulit ditemukan baik di Pulau Lombok maupun Sumbawa," katanya.

     Menurut dia, pengendalian populasi burung kaktua kecil jambul kuning itu merupakan instruksi BKSDA pusat, mengingat populasinya menurun drastis.

     Kawasan Rinjani dan sejumlah kawasan hutan di Sumbawa dulunya merupakan habitat kakatua jambul Kuning, namun kini mulai langka.

     "Untuk mencegah punahnya burung tersebut, BKSDA NTB akan mulai melakukan berbagai langkah, antara lain pendataan populasi secara berkala dan pembenahan habitat satwa," katanya.

     Selain itu, kata Budhi, pihaknya juga akan menyosialisasikan ke masyarakat agar tidak memburu burung tersebut, sebab  burung kakatua jambul kuning itu termasuk jenis satwa liar yang dilindungi sebagaimana diatur dalam PP No.7/1999, dan Undang-Undang No.5/1990.

     Pada pasal 40 ayat 2 UU No. 5/1990 disebutkan siapa saja yang sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. (*)