Jakarta (ANTARA) - Beras yang diolah menjadi makanan lain tidak hanya disajikan sebagai makanan pokok di tiap dapur rumah tangga, namun juga dijual di dunia usaha seperti warteg, restoran, dan rumah makan padang.

Alhasil, tidak hanya rumah tangga yang terdampak kenaikan harga beras. Dampaknya,  usaha-usaha yang menyajikan menu makanan berbahan beras juga terdampak inflasi.

Salah seorang penjual yang sudah berumur 60 tahun, Oma Sri, terpaksa tidak menjual kue lupis karena harga beras ketan yang melambung tinggi. Sudah lebih dari sepekan, Sri tidak menjual jajanan tersebut. Padahal, menurut dia, banyak peminat yang biasanya membeli kue tersebut di tempatnya.

Perempuan yang tinggal di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, itu mengaku harga beras ketan saat ini sudah naik menjadi Rp20 ribu, sementara terakhir kali ia membeli belum lama ini Rp17 ribu per kilogram.

Tentu saja kenaikan harga itu akan menambah biaya produksi kue lupis. Ia sendiri tidak ingin mengurangi kualitas dan komposisi bahan-bahan. Mau tidak mau Sri harus menaikkan harga kue. Namun, itu dirasa sulit karena dikhawatirkan sepi pembeli.

Karena bingung dengan keadaan yang ada, dan harga beras ketan tak kunjung turun, ia pun memutuskan untuk berhenti sementara berjualan kue lupis dan beralih berjualan makanan gorengan seperti bakwan, tahu, dan tempe goreng. Omzetnya sendiri turun sekitar 10--15 persen.

Belum lagi Sri mengeluhkan harga beras yang terus mengalami kenaikan dari Rp500 hingga Rp1.000 per kilogram. Bahkan ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika harga pangan terus beranjak naik, maka pengeluaran pun makin besar, sementara pendapatan tak bertambah.

Sri merupakan satu dari sekian banyak warga yang terdampak kenaikan harga beras. Hal itu juga dialami seorang pria yang bernama Rahmat (36), yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek, mengantarkan penumpang ke tempat tujuan dengan sepeda motornya.

Ia harus mencukupi kebutuhan dua anaknya yang masih kecil yang masih membutuhkan asupan susu pengganti ASI. Belum lagi untuk makanan mereka sehari-hari, biaya sewa rumah dan keperluan lainnya. Sementara, rata-rata per hari ia mampu membawa pulang uang sebanyak Rp40 ribu hingga Rp70 ribu. Ia dan istri yang hanya ibu rumah tangga harus bertahan dalam keadaan seperti itu entah sampai kapan.

Keadaan tersebut tentu terasa sesak bagi Rahmat, yang merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga tanpa pendapatan tetap.

Kenaikan harga bahan pokok akan terasa sangat menyulitkan terutama bagi penduduk berpendapatan rendah atau miskin dan rentan miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 tercatat 25,90 juta orang.

Garis kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458 per kapita tiap bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp408.522 dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp141.936.

Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657 per rumah tangga miskin tiap bulan.

Oleh karenanya, ketika harga bahan pokok naik seperti beras, cabai, dan aneka bawang, yang paling merasakan dampak adalah rakyat menengah ke bawah, rakyat miskin, dan rentan miskin.

Berdasarkan pantauan pada perkembangan harga pangan eceran di DKI Jakarta pada laman Badan Pangan Nasional, pada 2 Februari 2024 harga beras premium sebesar Rp15.770 per kilogram (kg), meningkat dibandingkan posisi 1 Januari 2024 sebesar Rp14.900 per kg, sementara harga beras medium pada 2 Februari 2024 Rp13.670, naik dari posisi pada 1 Januari 2024 sebesar Rp12.880 per kg.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas beras mengalami inflasi sebesar 0,64 persen pada Januari 2024, dengan andil terhadap inflasi utama sebesar 0,03 persen.

Inflasi beras terjadi di 28 provinsi termasuk seluruh provinsi di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sementara harga beras di 10 provinsi lainnya mengalami penurunan.

Selain itu, inflasi tahunan pada Januari 2024 tercatat sebesar 2,57 persen didorong oleh inflasi pada sejumlah komoditas, di antaranya beras, sigaret kretek mesin, bawang putih, dan tomat.

Adapun penyebab naiknya harga beras adalah berkurangnya suplai di sejumlah wilayah, terutama akibat faktor cuaca dan rusaknya beberapa akses jalan sehingga distribusi beberapa komoditas pangan terhambat.

Selain itu, ada pergeseran masa tanam padi di sebagian petani sehingga jadwal panen pun mundur dari biasanya. Pada Januari-Februari 2024 diperkirakan terjadi defisit persediaan beras nasional sekitar 2,7 juta ton.

Defisit persediaan beras nasional akibat dampak El Nino itu akan dipenuhi melalui program impor beras. Impor sekitar 2 juta ton beras didatangkan dari Vietnam dan Thailand.


22 juta penerima

Untuk mengatasi lonjakan harga beras pada awal 2024, Pemerintah, kementerian/lembaga, dan pihak terkait juga bersinergi dan bekerja sama melakukan upaya pengendalian inflasi, terutama dengan meningkatkan pasokan beras, memperlancar distribusi beras, operasi pasar, dan menyalurkan bantuan pangan beras.

Pemerintah akan menyalurkan bantuan pangan beras sebanyak 10 kilogram per bulan bagi tiap keluarga penerima manfaat (KPM) mulai Januari hingga Maret, lalu diperpanjang hingga Juni. Terdapat 22 juta KPM, masyarakat berpendapatan rendah, yang akan menerima bantuan tersebut.

Penyaluran bantuan pangan beras akan dilakukan segera setelah proses verifikasi data dengan pemerintah daerah (pemda) rampung untuk mendapatkan pembaharuan data bagi KPM.

Pemberian bantuan pangan beras dilakukan pemerintah untuk memudahkan masyarakat berpendapatan rendah menjangkau bahan pangan pokok di tengah kenaikan harga beras saat ini.

Bantuan pangan beras sudah dimulai sejak Maret 2023 oleh Bulog dan dibantu oleh transporter logistik penyalur profesional seperti PT Pos Indonesia. Program itu kemudian dilanjutkan kembali pada 2024.

Selain itu, Pemerintah juga mendistribusikan beras program stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) sebagai pilihan masyarakat untuk mendapatkan beras dengan harga murah namun tetap berkualitas sekaligus menjaga daya beli masyarakat.

Program tersebut bertujuan sebagai intervensi dalam menekan inflasi beras di pasar sehingga mendukung stabilisasi harga beras.

Menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Pemerintah telah membagikan 1.182.717 ton beras SPHP ke sejumlah daerah untuk menjaga harga bahan pangan itu tetap terjangkau. Beras Program SPHP secara berkala didistribusikan oleh Perum Bulog.

Dengan berbagai upaya sinergi dan pemberian bantuan pangan, masyarakat, terutama masyarakat berpendapatan rendah dan miskin, tetap dapat menikmati beras bagi kesejahteraan mereka.

Ke depan, stabilitas harga beras pun dapat terus tercipta dengan cara menjaga pasokan dan distribusi agar tetap lancar sehingga beras selalu terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.

 

Pewarta : Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024