Mataram (Antara NTB)- Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengusulkan agar gaji pegawai nonpegawai negeri sipil bisa setara dengan upah minimum kota (UMK) tahun 2017 sebesar Rp1.714.216.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram H Saiful Mukmin di Mataram, Rabu, mengatakan, sebenarnya usulan kenaikan gaji pegawai nonpegawai negeri sipil (non-PNS) sudah seringkali dilakukan.
"Namun, usulan itu selalu mental karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah," katanya kepada wartawan.
Dia mengakui, gaji pegawai non-PNS yang terdiri atas tenaga honorer, pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) bersumber dari APBD sehingga tidak bisa disamakan dengan perusahaan.
Pasalnya, kenaikan gaji pegawai non-PNS sangat tergantung dari kondisi keuangan pemerintah daerah. Dimana pegawai non-PNS di Kota Mataram saat ini sebesar Rp1,2 juta sampai dengan Rp1,5 juta.
"Harapannya, usulan kenaikan gaji kali ini bisa terealisasi agar semua pegawai non-PNS bisa terakomodasi menjadi penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," katanya.
Pasalnya, katanya menambahkan, untuk mengakomodasi pegawai non-PNS menjadi peserta PBI JKN, pihak BPJS Kesehatan mensyaratkan agar gaji pegawai non-PNS serata UMK.
Sementara terkait dengan penerapan UMK di perusahaan, lebih jauh Saiful mengatakan, untuk pengawasan UMK pihaknya telah membentuk tim pengawas penerapan upah UMK.
Keberadaan tim pengawas ini sekaligus menjadi tempat pekerja melapor jika gaji mereka tidak dibayarkan sesuai UMK.
"Tapi, sampai hari ini kami belum menerima laporan dari karyawan terhadap keluhan pembayaran UMK, begitu juga dari petugas kami," katanya.
Menurutnya, dalam pengawasan penerapan UMK pada sejumlah perusahaan di kota ini, pihaknya melakukannya secara terbuka dan tertutup.
Pengawasan terbuka dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pimpinan perusahan dan karyawan di lokasi bekerja.
"Sedangkan pengawasan tertutup, kami tanyakan kepada karyawan di luar jam kerja untuk mendapatkan informasi yang lebih riil," ujarnya. (*)
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram H Saiful Mukmin di Mataram, Rabu, mengatakan, sebenarnya usulan kenaikan gaji pegawai nonpegawai negeri sipil (non-PNS) sudah seringkali dilakukan.
"Namun, usulan itu selalu mental karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah," katanya kepada wartawan.
Dia mengakui, gaji pegawai non-PNS yang terdiri atas tenaga honorer, pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) bersumber dari APBD sehingga tidak bisa disamakan dengan perusahaan.
Pasalnya, kenaikan gaji pegawai non-PNS sangat tergantung dari kondisi keuangan pemerintah daerah. Dimana pegawai non-PNS di Kota Mataram saat ini sebesar Rp1,2 juta sampai dengan Rp1,5 juta.
"Harapannya, usulan kenaikan gaji kali ini bisa terealisasi agar semua pegawai non-PNS bisa terakomodasi menjadi penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," katanya.
Pasalnya, katanya menambahkan, untuk mengakomodasi pegawai non-PNS menjadi peserta PBI JKN, pihak BPJS Kesehatan mensyaratkan agar gaji pegawai non-PNS serata UMK.
Sementara terkait dengan penerapan UMK di perusahaan, lebih jauh Saiful mengatakan, untuk pengawasan UMK pihaknya telah membentuk tim pengawas penerapan upah UMK.
Keberadaan tim pengawas ini sekaligus menjadi tempat pekerja melapor jika gaji mereka tidak dibayarkan sesuai UMK.
"Tapi, sampai hari ini kami belum menerima laporan dari karyawan terhadap keluhan pembayaran UMK, begitu juga dari petugas kami," katanya.
Menurutnya, dalam pengawasan penerapan UMK pada sejumlah perusahaan di kota ini, pihaknya melakukannya secara terbuka dan tertutup.
Pengawasan terbuka dilakukan dengan menanyakan langsung kepada pimpinan perusahan dan karyawan di lokasi bekerja.
"Sedangkan pengawasan tertutup, kami tanyakan kepada karyawan di luar jam kerja untuk mendapatkan informasi yang lebih riil," ujarnya. (*)