Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri China Wang Yi menganggap pemilihan umum di wilayah Taiwan sebagai pemilu lokal dalam negara Tirai Bambu tersebut.
"Pemilu di wilayah Taiwan hanyalah pemilu lokal di China, dan hasil pemilu tersebut tidak dapat mengubah fakta dasar bahwa Taiwan adalah bagian dari China," kata Menlu Wang Yi dalam konferensi pers bertopik "Kebijakan diplomasi dan hubungan luar negeri China" di Beijing, China pada Kamis.
Taiwan telah menyelenggarakan pemilu pada 13 Januari 2024 yang dimenangkan kandidat dari partai berkuasa Partai Progresif Demokratik (DPP) William Lai Ching-te yang dianggap sebagai pembela demokrasi Taiwan. Namun Beijing menilai berbeda, dan menganggapnya sebagai salah satu "kelompok separatis" yang dapat memicu konflik lintas Selat.
"Sedikit pun juga tidak dapat mengubah tren sejarah bahwa Taiwan pasti akan kembali ke tanah airnya," tambah Wang Yi.
Setelah "pemilu lokal" Taiwan, Wang Yi mengatakan lebih dari 180 negara dan organisasi internasional menegaskan kembali kepatuhan terhadap prinsip "Satu China" dan mendukung China dalam menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayah.
"Hal itu menunjukkan sepenuhnya bahwa prinsip Satu China telah menjadi konsensus universal komunitas internasional. Jika masih ada pihak yang merestui dan mendukung 'kemerdekaan Taiwan', hal itu merupakan tantangan bagi kedaulatan China," jelas Wang Yi.
Dia menyebut jika suatu negara bersikeras mempertahankan hubungan resmi dengan wilayah Taiwan, maka artinya negara tersebut ikut campur dalam urusan dalam negeri China.
"Saya yakin cepat atau lambat, Anda akan melihat 'foto keluarga' komunitas internasional yang mematuhi prinsip Satu China, dan ini hanya masalah waktu saja," tambah Wang Yi.
Masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan, kata Wang Yi, dihubungkan oleh darah dan daging serta akar bangsa tidak dapat dipisahkan.
"Semua keturunan Yan dan Huang, serta semua keturunan naga harus menjunjung tinggi kepentingan bangsa, bersama-sama menentang 'kemerdekaan Taiwan', dan mendukung reunifikasi secara damai," kata Wang Yi.
Menurut dia, reunifikasi Taiwan akan dilakukan dengan jalan damai.
"Intinya juga sangat jelas, kami tidak akan pernah membiarkan Taiwan berpisah dari tanah airnya. Siapa pun di Pulau Taiwan yang ingin memperjuangkan 'kemerdekaan Taiwan' pasti akan tersingkir oleh sejarah. Siapapun yang ingin berkomplot dan mendukung 'kemerdekaan Taiwan' di dunia internasional pasti berarti menempatkan dirinya sendiri dalam api dan memakan pil pahit," jelas Menlu Wang.
Wang Yi juga mengatakan tindakan separatis "kemerdekaan Taiwan" adalah faktor yang paling merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
"Untuk benar-benar menjaga perdamaian di Selat Taiwan, kita harus mengambil sikap tegas terhadap 'kemerdekaan Taiwan'. Semakin kuat prinsip Satu China ditegakkan, semakin terjamin perdamaian di Selat Taiwan," tegas Wang Yi.
Baca juga: Menlu China janji lanjutkan negosiasi Laut China Selatan dengan negara ASEAN
Baca juga: Belanja pertahanan China tumbuh stabil
Saat ini William Lai Ching-te masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut. Di bawah kepemimpinan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP), Taiwan sejak 2016 mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu China".
"Pemilu di wilayah Taiwan hanyalah pemilu lokal di China, dan hasil pemilu tersebut tidak dapat mengubah fakta dasar bahwa Taiwan adalah bagian dari China," kata Menlu Wang Yi dalam konferensi pers bertopik "Kebijakan diplomasi dan hubungan luar negeri China" di Beijing, China pada Kamis.
Taiwan telah menyelenggarakan pemilu pada 13 Januari 2024 yang dimenangkan kandidat dari partai berkuasa Partai Progresif Demokratik (DPP) William Lai Ching-te yang dianggap sebagai pembela demokrasi Taiwan. Namun Beijing menilai berbeda, dan menganggapnya sebagai salah satu "kelompok separatis" yang dapat memicu konflik lintas Selat.
"Sedikit pun juga tidak dapat mengubah tren sejarah bahwa Taiwan pasti akan kembali ke tanah airnya," tambah Wang Yi.
Setelah "pemilu lokal" Taiwan, Wang Yi mengatakan lebih dari 180 negara dan organisasi internasional menegaskan kembali kepatuhan terhadap prinsip "Satu China" dan mendukung China dalam menjaga kedaulatan nasional dan integritas wilayah.
"Hal itu menunjukkan sepenuhnya bahwa prinsip Satu China telah menjadi konsensus universal komunitas internasional. Jika masih ada pihak yang merestui dan mendukung 'kemerdekaan Taiwan', hal itu merupakan tantangan bagi kedaulatan China," jelas Wang Yi.
Dia menyebut jika suatu negara bersikeras mempertahankan hubungan resmi dengan wilayah Taiwan, maka artinya negara tersebut ikut campur dalam urusan dalam negeri China.
"Saya yakin cepat atau lambat, Anda akan melihat 'foto keluarga' komunitas internasional yang mematuhi prinsip Satu China, dan ini hanya masalah waktu saja," tambah Wang Yi.
Masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan, kata Wang Yi, dihubungkan oleh darah dan daging serta akar bangsa tidak dapat dipisahkan.
"Semua keturunan Yan dan Huang, serta semua keturunan naga harus menjunjung tinggi kepentingan bangsa, bersama-sama menentang 'kemerdekaan Taiwan', dan mendukung reunifikasi secara damai," kata Wang Yi.
Menurut dia, reunifikasi Taiwan akan dilakukan dengan jalan damai.
"Intinya juga sangat jelas, kami tidak akan pernah membiarkan Taiwan berpisah dari tanah airnya. Siapa pun di Pulau Taiwan yang ingin memperjuangkan 'kemerdekaan Taiwan' pasti akan tersingkir oleh sejarah. Siapapun yang ingin berkomplot dan mendukung 'kemerdekaan Taiwan' di dunia internasional pasti berarti menempatkan dirinya sendiri dalam api dan memakan pil pahit," jelas Menlu Wang.
Wang Yi juga mengatakan tindakan separatis "kemerdekaan Taiwan" adalah faktor yang paling merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
"Untuk benar-benar menjaga perdamaian di Selat Taiwan, kita harus mengambil sikap tegas terhadap 'kemerdekaan Taiwan'. Semakin kuat prinsip Satu China ditegakkan, semakin terjamin perdamaian di Selat Taiwan," tegas Wang Yi.
Baca juga: Menlu China janji lanjutkan negosiasi Laut China Selatan dengan negara ASEAN
Baca juga: Belanja pertahanan China tumbuh stabil
Saat ini William Lai Ching-te masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut. Di bawah kepemimpinan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP), Taiwan sejak 2016 mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu China".