Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Poros Pemuda Indonesia (PPI) Muhlis Ali mewacanakan perlunya inisiasi rekonsiliasi lebih cepat Pasca-Pilpres 2024 untuk memperkuat soliditas di antara elemen bangsa, serta untuk mengatasi potensi perpecehan yang makin meruncing. 

"Rekonsiliasi yang dilakukan lebih cepat akan membawa dampak positif bagi demokrasi, memperkuat soliditas di antara elemen bangsa, mempercepat proses pemulihan ekonomi, serta menciptakan suasana yang kondusif bagi kemajuan bersama," kata Muhlis Ali dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Mataram, Minggu.

Dengan rekonsiliasi lebih cepat, kata Muhlis, Bangsa Indonesia dapat membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik, yang berkembang dengan kokoh dalam persatuan.

"Bangsa ini di masa lalu pernah menunjukkan catatan persatuan yang kokoh sehingga para pemimpin politik saat ini perlu bekerjasama lebih erat mengembalikan kerinduan pada kehidupan sosial yang sejuk tanpa perpecahan," katanya.

Muhlis meyakini semua pihak pada akhirnya akan menerima hasil Pilpres sehingga bagi pihak pemenang diharapkan dapat merangkul yang kalah sambil tetap memberikan ruang bagi oposisi agar demokrasi berjalan sehat.


Catatan Untuk Presiden Terpilih

Muhlis menegaskan, Presiden terpilih nantinya akan menghadapi tantangan yang tidak ringan sehingga harus merangkul segenap elemen bangsa dan melibatkan rakyat dalam setiap pengambilan keputusan.

Selanjutnya, Muhlis memberikan catatan penting bagi Presiden Terpilih dalam memimpin Indonesia.

Pertama, Presiden terpilih harus menjadi negarawan yang menganggap semua warga negara sebagai rakyatnya dengan posisi yang setara. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif terhadap kelompok manapun.

"Presiden harus memberi perlakuan yang sama terhadap warganya. Hal ini tentu tidak sulit untuk dilakukan Pak Prabowo sebagai seorang patriot, apalagi sudah berjanji akan menjadi Presiden bagi semua, termasuk presiden bagi yang tidak memilih dia," kata Muhlis.

Kedua, Negara harus berperan aktif dalam mencegah perpecahan di tengah masyarakat. Karena itu Presiden Terpilih mesti menertibkan praktik buzzer untuk mengembalikan kesehatan ruang publik dan mencegah polarisasi yang merugikan bangsa.

"Praktik buzzer telah terbukti mengganggu ruang publik dan memicu perpecahan. Hanya dengan ruang publik yang sehat kita dapat mencegah perpecahan," kata mantan Ketua PB HMI ini.

Ketiga, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan profesional, tanpa pandang bulu baik terhadap kawan politik maupun lawan politik. Keadilan harus menjadi landasan utama dalam semua proses hukum yang dilakukan oleh negara.

Keempat, Presiden Terpilih harus menghindari segala bentuk kriminalisasi terhadap oposisi  dan aktivis pro demokrasi. Hak untuk menyuarakan pendapat dan berpartisipasi dalam proses demokrasi harus dijamin dan dilindungi oleh negara. 

Selain terhadap Presiden Terpilih, Muhlis juga mengajak kepada pihak oposisi dan para pengkritik untuk menyampaikan kritik yang beradab dan semangat membangun. Kritik haruslah berlandaskan rasa cinta terhadap bangsa dan semangat untuk meningkatkan kondisi bangsa, bukan karena kebencian atau kepentingan personal.

Muhlis menegaskan bahwa baik pemerintah maupun oposisi sama-sama terhormat dalam demokrasi serta bisa dijalankan bersamaan tanpa mengganggu percepatan rekonsiliasi.
 
Ditegaskan Muhlis, jika rekonsiliasi dapat tercapai lebih cepat, maka hak angket DPR tidak diperlukan lagi. 

"Namun kalaupun dianggap tetap perlu dilakukan, penggunaan hak angket haruslah bertujuan untuk memperbaiki sistem pemilu di masa mendatang, bukan untuk mendelegitimasi hasil pemilu 2024," ucap Muhlis Ali mengakhiri.

Pewarta : ANTARA NTB
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024