Kabupaten Bandung (ANTARA) - Lantunan ayat suci Al-Qur’an berkumandang dari sebuah ruangan  di kompleks pondok pesantren khusus di pinggiran Bandung, Jawa Barat. Lantunan itu berasal dari para santri yang belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur'an. Mereka adalah santri disabilitas penyandang tunanetra.

Para santri tersebut kini sedang menjalani puasa Ramadhan. Meski begitu, mereka tidak lupa membiasakan diri untuk membaca Al-Qur’an dengan khusyuk dan irama qiroah yang terlatih. Qiroah merupakan salah satu keterampilan dalam membaca Al Quran dengan alunan suara merdu.

Kendati mereka melantunkan ayat suci dalam kegelapan netra, tapi santri-santri ini justru memancarkan ketekunan yang luar biasa dalam menghafal dan membaca Al-Qu’ran dalam huruf braille.

Saat itu ada sebanyak 21 santri yang tengah menimba ilmu di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Pesantren ini didirikan pada tahun 2018 oleh Ridwan Effendi yang juga seorang tunanetra.


  Dua santri tunanetra bergegas menuju suatu ruangan hafalan Al-Qur’an dengan dipandu "guiding block" atau ubin jalur khusus di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/3/2024). (ANTARA/Rubby Jovan)  
Ridwan yang merupakan lulusan S3 Bahasa Arab ini telah berhasil mewujudkan sebuah mimpi besarnya itu. Ridwan sejak masih kuliah mempunyai mimpi ingin mendirikan pesantren dan membuat sebuah metode guna memudahkan membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan mudah bagi para penyandang  tunanetra.

Sejak tahun 2009, ide itu pun dituangkannya dalam buku yang ia terbitkan sendiri dengan judul "Metode Sam’an". Buku itu  ia persembahkan sebagai bentuk kepedulian terhadap penyandang tunanetra.

"Metode tersebut saya bukukan. Sebelumnya saya uji coba dulu ke komunitas tunanetra. Ternyata mudah diterima,” ujar Ridwan.

Nama Sam’an sendiri diambil dari bahasa Arab yang artinya mendengar. Metode ini selaras dengan keterbatasan dari seluruh santri tunanetra. Mereka mengutamakan pendengarannya dalam memahami Al Qur’an.

Selain Ridwan,  di pesantren tersebut ada pula Ketua Yayasan Sam'an Netra Mulia Berkah,  Zuhud Al Ghifari, yang sekaligus menjadi tenaga pendidik bagi ke-21 santri.

Bagi Zuhud, menjadi guru yang juga mengalami keterbatasan penglihatan, tak menyurutkan kegigihannya untuk memberikan ilmu demi ilmu kepada seluruh santri di pondok pesantren khusus ini.

Ilmu yang diberikan Zuhud kepada setiap muridnya itu tidak hanya melalui metode Sam’an saja, melainkan dengan penggunaan Al-Qur’an braille maupun media speaker murotal.

Penggunaan Al-Quran braille adalah metode lain yang sangat penting bagi santri tunanetra. Al-Qur'an braille adalah versi yang ditulis dalam bentuk sebuah sistem tulisan yang dapat dibaca oleh sentuhan.

Dengan menggunakan jari-jari mereka, santri tunanetra dapat membaca Al-Qur’an dengan merasakan titik-titik huruf yang membentuk ayat-ayat suci Al-Qur’an.

“Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk memahami tata letak halaman Al-Qur’an dan mencari ayat-ayat yang ingin mereka hafal atau pelajari,” kata Zuhud.  Sedangkan speaker murotal adalah perangkat audio yang dirancang khusus untuk membantu santri tunanetra dalam menghafal dan memahami Al-Qur’an. Ini merupakan solusi yang luar biasa, mengingat para santri tunanetra mengandalkan pendengaran dan perasaan untuk memahami isi Al Qur’an.

Speaker ini memiliki kemampuan untuk memutar ayat-ayat Al -Qur’an dalam berbagai qari (pembaca) dan nada, sehingga santri dapat memilih dan mendengarkan dengan nyaman.
 

Keterbatasan bukan penghalang

Salah seorang santri yang belajar di  Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an  itu adalah Rahmat (22). Dia mengaku ingin ilmu yang diperolehnya saat membaca Al-Qur’an melalui berbagai metode dapat ia sebarkan kembali kepada teman-teman penyandang tunanetra lainnya yang ingin mempelajari Al-Qur’an.

Sebab, kata dia, masih belum banyak yang tahu bahwa penyandang tunanetra bisa melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an meski dengan gerakan jari-jari tangan di atas halaman braille.

“Harapan setelah di sini, kalau bidang keilmuan inginnya terjun ke masyarakat dan bisa menjadi seorang yang bisa menyampaikan ilmu ataupun pendakwah,” kata Rahmat.

Dengan keterbatasan yang dimilikinya saat ini, tak menyurutkan semangatnya untuk terus mempelajari Al Qur’an. Dia tak ingin kalah bersaing dengan penghafal Quran lainnya yang memiliki indra penglihatan yang sempurna.

“Dalam hati kami, semua kekurangan tidak menjadikan hambatan. Justru, bagaimana kekurangan ini saya harus bisa seperti mereka-mereka yang pada pada umumnya bisa melihat,” ucapnya.

Lain halnya dengan santri perempuan Zarfa (19) yang bercerita kebahagiannya, Tahun ini merupakan tahun pertamanya mengikuti kegiatan di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an.

Berkat ilmu yang diberikan oleh tenaga pendidik di pondok tersebut, ia mengaku selalu mampu menuntaskan target yang diberikan dengan hafalan 1 juz Quran dalam setiap bulannya. “Mungkin buat yang baru awal-awal, masih sulit. Tapi kalau udah terbiasa, mah bisa,” kata Zarfa.

Dalam semangat kepedulian sosial di bulan suci Ramadhan, Kemenag Bandung secara khusus  akan memberikan bantuan sembako, sejumlah uang sekaligus memberikan dorongan moral  kepada para santri di pesantren tersebut untuk terus semangat dalam memahami Al-Qur’an di tengah keterbatasan. 

Keterbatasan fisik tunanetra tidak menghalangi para santri  di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an  untuk mengakses pelajaran agama Islam, bahkan untuk dapat membaca sekaligus menghafal Al-Qur'an. 

 

Pewarta : Rubby Jovan Primananda
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024