Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Hukum Dewan Pers Hendrayana mengandalkan Satuan Tugas (Satgas) Kekerasan terhadap Wartawan untuk menangani apabila ditemukan laporan-laporan mengenai kekerasan terhadap wartawan baik secara fisik maupun di ruang digital.

"Dewan Pers dalam meresponi kasus kekerasan terhadap wartawan kami membentuk Satgas kekerasan terhadap wartawan. Jadi kasus yang ditangani gak cuma kekerasan fisik tapi kami juga ada temuan dari satgas kekerasan di ruang digital begitu," kata Hendrayana dalam diskusi yang berlangsung hybrid dari Jakarta, Kamis.

Dengan hadirnya Satgas Kekerasan terhadap Wartawan tersebut diharapkan Dewan Pers dapat mendorong kemajuan proses hukum yang diambil oleh korban setelah mengalami kekerasan saat melakukan kerja profesionalnya sebagai awak pers.

Lebih lanjut, Hendrayana mencontohkan pendampingan dari Satgas besutan Dewan Pers itu telah dilakukan di beberapa kasus besar yang melibatkan pers seperti kasus peretasan akun media sosial pribadi dari para jurnalis yang bekerja di Narasi.tv.

Lalu ada juga pengawalan pada kasus peretasan situs web media Konde.co yang dinilai sebagai kekerasan terhadap jurnalis di ruang digital.

Terbaru, pendampingan oleh Satgas Dewan Pers tersebut juga dilakukan pada wartawan asal NTT yang rumahnya dibakar oleh orang tidak dikenal setelah dirinya meliput kasus mengenai judi online.

Menurut Hendrayana kasus-kasus di atas membuktikan bahwa masih ada aktor-aktor yang mengancam keselamatan jurnalis sehingga memang dibutuhkan komitmen besar untuk melindungi para jurnalis dalam melakukan pekerjaannya.

"Maka ini (satgas dari Dewan Pers) adalah bentuk komitmen bersama, karena betul seperti yang disampaikan LBH Pers dan AJI, setelah ada pelaporan kerap penyelesaian kasus-kasus ini sering kali mandek di kepolisian atau tidak sampai meja hijau," katanya.

Tak hanya melakukan pendampingan lewat Satgas Kekerasan terhadap Wartawan, Dewan Pers dari sisi pencegahan atau preventif secara rutin juga memberikan pembekalan terhadap perusahaan-perusahaan media.

Para perusahaan media diminta untuk menyediakan standar operasional prosedur (SOP) yang diharapkan mampu menjaga keselamatan jurnalis saat bertugas.

Beberapa SOP yang didorong meliputi penanganan kasus kekerasan seksual yang dialami jurnalis, panduan bagi jurnalis meliput di daerah konflik, hingga penanganan apabila adanya kekerasan fisik dialami jurnalis di lingkungan kerja.

Baca juga: Dewan Pers awasi penyebaran paham terorisme di medsos
Baca juga: Dewan Pers dorong pentingnya pendataan dan verifikasi media massa

"Kami juga sudah buat beberapa contoh SOP dan itu dapat dijadikan acuan oleh perusahaan media," kata Hendrayana.

Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat lebih menjamin keselamatan diri jurnalis dalam menjalankan tugasnya mewartakan kebenaran.




 

Pewarta : Livia Kristianti
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024