Chengdu, China (ANTARA) - Berjalan-jalan di negeri yang tidak didominasi penduduk muslim tentu menjadi hal yang cukup menantang bagi pelancong yang mencari makanan halal sekaligus lezat.

Namun, jika Anda menjejakkan kaki ke Kota Chengdu yang terletak di Provinsi Sichuan, China, rasanya tidak terlalu sulit untuk menemukan berbagai pilihan kuliner khas dan ramah bagi wisatawan muslim.
 

Hotpot Sichuan

Salah satu makanan autentik yang harus dicoba saat berkunjung ke tempat berjuluk “Kota Panda Raksasa” ini adalah hotpot pedas khas Sichuan.

Meskipun terdapat di sepanjang sisi jalan di Chengdu, tidak semua hotpot bersertifikat halal. Jalan termudah untuk menemukan hotpot halal di sini adalah dengan mampir ke depot atau restoran hotpot yang terletak di kawasan Alun-alun Tianfu atau Masjid Chengdu Huangfeng.

Salah satu tempat makan hotpot halal yang paling populer di kawasan ini adalah Tianfu Hotpot yang berdiri tepat di seberang alun-alun.

Berbeda dari hotpot yang biasa dijumpai di Indonesia, hotpot khas provinsi yang terletak di barat daya China tersebut berwarna merah menyala karena di dalamnya terdapat berbagai rempah-rempah seperti ginseng, bawang putih, kayu manis, aneka cabai, dan lada spesial yang hanya bisa ditemukan di kawasan ini.

Makanan ini sangat populer di Chengdu karena menawarkan cita rasa yang “nendang” serta kehangatan di sepanjang musim, mengingat kota ini cukup sering diselimuti udara sejuk dan hujan ringan terutama pada pergantian musim semi ke musim panas.

Hotpot Sichuan biasanya disajikan dengan dua kuah, masing-masing dengan cita rasa yang berbeda. Jika kuah pertama adalah pedas, kuah lainnya biasanya memiliki rasa yang lebih ringan dan segar seperti kuah kaldu jamur atau tomat.

Aneka jenis isian seperti daging sapi, babat, udang, cumi-cumi, bakso ikan atau daging, telur puyuh, tahu-tahuan, sayur-mayur, rumput laut, hingga kue beras (tteok) menjadi pelengkap yang sempurna.

Tak hanya itu, Anda juga dapat membuat saus cocol (dipping sauce) sendiri dengan berbagai bahan yang tersedia, seperti bawang putih, daun bawang, daun parsley, irisan cabai, chili oil, saus tiram, kecap asin, dan minyak wijen.

Cara terbaik untuk menikmati hidangan ini adalah memasukkan potongan atau lembaran daging sapi ke dalam kuah yang mendidih selama 10-15 detik. Setelah daging matang, Anda bisa mencocolnya dengan saus yang telah dibuat sebelumnya. Perpaduan daging sapi yang masih panas bersama tendangan cita rasa yang melumurinya, membuat hidangan ini begitu nikmat dan terasa menyenangkan untuk disantap bersama orang-orang terkasih.

Ketika perut sudah mulai kenyang, rasanya pas untuk mengakhirinya dengan minum jus plum yang segar, serta hidangan penutup seperti meigui ciba bing fen atau es jeli dengan buah-buahan dan gula merah, serta hongtang ciba atau kue beras (sticky rice) berbalur bubuk kayu manis dan gula merah. Keduanya juga merupakan kuliner ringan khas Chengdu.

Biaya yang diperlukan untuk menyantap hotpot Sichuan di restoran adalah sekitar 90 hingga 150 yuan atau Rp199.000 hingga Rp300 ribuan per orang.

Setelah makan dan keluar dari restoran, jangan lupa untuk segera menyemprot pakaian Anda dengan parfum karena aroma cabai-cabaian dari kuah pedas hotpot sungguh menyengat dan menempel di tubuh!
 

Roti isi daging sapi

Keluar dari Tianfu Hotpot, terlihat antrean yang mengular di sebuah kedai kecil yang masih berada kawasan Masjid Chengdu Huangfeng. Tak membutuhkan waktu lama memutuskan untuk ikut mengantre karena aroma sedap segera menggelitik indera penciuman bagi siapa pun yang melewatinya.

Kedai kecil yang begitu populer di jagat maya China itu menjual qingzhen niurou bing atau roti isi daging sapi. Selain karena dijamin halal, makanan ringan ini menjadi favorit warga lokal karena penuh cita rasa yang ramah di lidah, dan rasanya semakin lebih lezat jika dinikmati di tengah cuaca yang mendung dan rintik hujan yang sering menghampiri kota ini.

Sembari mengantre, pengunjung bisa melihat bagaimana roti isi mereka dibuat. Isi dari pancake atau roti ini adalah daging sapi cincang yang sudah dibumbui bersama potongan bawang bombai, lalu dipanggang langsung dengan adonan roti yang menyelimutinya.

Sekilas, bentuk street food ini seakan mengingatkan kita akan hotteok dari Korea Selatan. Jika hotteok memiliki cita rasa yang cenderung manis, maka qingzhen niurou bing didominasi oleh rasa gurih yang mengingatkan warga Indonesia dengan martabak asin.

Dengan rasanya yang kaya dan harganya yang hanya dibanderol 6 yuan (Rp13.200an), tak mengherankan jika qingzhen niurou bing sangat disukai oleh para penduduk lokal maupun wisatawan.
 

Mi daging sapi dan kentang

Beralih ke sudut kota lainnya di Chengdu, berdiri sebuah kedai kecil bernama Mi Daging Sapi Aliye, dengan warna hijau dan logo halal yang terlihat mencolok di antara gedung-gedung tinggi yang berada di kawasan tersebut.

Warga lokal berkata, salah satu hal yang memudahkan turis muslim untuk menemukan makanan halal di Tiongkok adalah dengan mencari bangunan dengan ciri-ciri tersebut.

Jika biasanya mi atau mian China disajikan dengan daging babi dengan kuah bening dan segar, ternyata ada juga mi yang memiliki kuah kental yang penuh dengan rempah.

Tudou niurou ban mian atau mi daging sapi rebus dengan kentang, merupakan salah satu makanan tradisional Tiongkok yang disukai dan menjadi salah satu pilihan kuliner halal bagi para pelancong maupun warga muslim di sana.

Seperti namanya, mi ini diisi dengan daging rebus yang dimarinasi hingga lembut, bersama dengan potongan kentang dan wortel. Sekilas, ini mengingatkan kita dengan nasi kare ala Jepang, akan tetapi, sausnya berwarna lebih terang serta kental.

Cita rasanya didominasi dengan rasa gurih dan familier di mulut sehingga tak mengherankan bahwa makanan ini cocok untuk dihidangkan dan disantap bersama keluarga, terlebih, porsi tudou niurou ban mian ini juga terbilang cukup besar.

Makanan pendamping lainnya adalah sate daging domba yang telah dimarinasi hingga empuk, dan dibumbui dengan bumbu serbuk pedas-gurih.

Makanan di kedai ini dihargai mulai dari 16 sampai 110 yuan atau Rp35.200 hingga Rp240 ribuan.


Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024