Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan mengajak segenap insan pers menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran karena dapat mengancam kebebasan pers.

"Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi UU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform," kata Herik dalam jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Selasa.

Herik menyebutkan ada beberapa unsur dalam RUU tersebut yang mengancam kebebasan pers di dunia penyiaran, salah satunya larangan untuk membuat karya jurnalistik bersifat investigatif.

Poin tentang larangan membuat berita bersifat investigatif itu, kata dia, ada dalam Pasal 50 B ayat (2) huruf c RUU Penyiaran. Hal tersebut, menurut Herik, membuat insan pers di dunia penyiaran tidak dapat melahirkan karya jurnalistik berkualitas. Selain itu, hal tersebut juga dapat mempertumpul pers dalam melakukan kontrol masyarakat terhadap pemerintah.

"Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan di televisi," kata dia.

Tidak hanya IJTI, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nani Afrida juga menilai larangan membuat karya jurnalistik bersifat investigatif dapat merontokkan independensi media Indonesia.

Menurut dia, jurnalisme investigatif sangat berperan dalam mencerdaskan bangsa. Bahkan, tidak jarang hasil dari jurnalisme investigatif justru membantu pihak pemerintah.

Baca juga: Ketua AJI Sasmito sebut kekerasan terhadap jurnalis perempuan perlu diintervensi
Baca juga: Djanur mengungkap alasan memilih kembali melatih Persikabo 1973

"Bagaimanapun jurnalisme investigasi itu adalah strata tertinggi dari jurnalisme, dan itu tidak semua orang bisa. Itulah yang membantu aparat keamanan kadang-kadang dalam mendapatkan informasi," kata dia.

Ia berharap pembahasan RUU Penyiaran yang sedang berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ditunda sementara.

"Jadi, kalau bisa tolong ditunda sampai masa kepengurusan DPR yang baru, kemudian melibatkan semua orang sehingga ini bisa tetap mempertahankan kemerdekaan pers kita," kata dia.


 

Pewarta : Walda Marison
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024