Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengusulkan mengambil alih pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pihak swasta untuk meningkatkan retribusi layanan persampahan di kota ini.
"Jika usulan itu bisa disetujui, kami optimistis target retribusi sampah Rp14 miliar tahun 2024 bisa tercapai," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Sabtu.
Dikatakan, target retribusi layanan persampahan yang ditetapkan tahun 2024 Rp14 miliar meningkat signifikan dari tahun sebelumnya Rp5 miliar itu ditetapkan apabila tarif retribusi dinaikkan, tetapi kenyataannya hingga saat ini tarif sampah masih tetap Rp5.000 per satu rumah tangga.
Dengan tarif itu, realisasi retribusi layanan persampahan saat ini baru mencapai sekitar 12,43 persen dari target Rp14 miliar.
"Sementara ini sudah hampir mau masuk semester dua tahun 2024," katanya.
Terkait dengan itu, salah satu upaya untuk mencapai target tersebut dengan mengambil alih pengolahan sampah yang dilakukan pihak swasta dan secara mandiri.
Selain itu, jika memungkinkan seluruh kendaraan roda tiga pengangkut sampah di 325 lingkungan se-Kota Mataram diambil alih juga oleh DLH, namun pembayarannya tetap terpusat di kelurahan seperti proses pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
Kalau itu bisa berjalan, menurutnya, maka target Rp14 miliar bisa direalisasikan tanpa ada kenaikan tarif dan dengan konsekuensi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap gratis.
"Tapi kalau usulkan kita tidak disetujui, kami akan mengoptimalkan potensi yang ada. Kita optimistis bisa capai Rp8 miliar dari target Rp14 miliar tanpa kenaikan tarif," katanya.
Salah satu, potensi baru dari sampah yang bisa menjadi sumber retribusi adalah setelah tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) modern di Sandubaya mulai beroperasi pada akhir Mei 2024 sehingga bisa menjadi potensi baru sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Pasalnya, sampah yang masuk ke TPST akan diolah menjadi barang bernilai ekonomi atau dijual agar bisa menghasilkan pendapatan daerah.
Sejumlah program yang sudah disiapkan di TPST Sandubaya untuk menjadi sumber pendapatan daerah adalah budi daya maggot dengan target awal 6.900 biopond.
Sampah organik sisa makanan hasil pemilahan di TPST, akan langsung digiling hingga menjadi bubur kemudian dimanfaatkan sebagai pakan maggot.
"Produksi maggot baik maggot kering maupun basah bisa dijual kepada peternak ikan dan unggas," katanya.
Selain itu, sampah organik akan diolah menjadi kompos dan pupuk cair yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk program pemanfaatan pekarangan.
TPST Sandubaya juga akan dilengkapi dengan mesin pengolahan sampah plastik khususnya kantong kresek. Limbah kantong keresek akan diolah menjadi batako dan dapat jual atau dimanfaatkan untuk jalan lingkungan sehingga dapat mengurangi anggaran pemerintah daerah.
"Sementara untuk sampah plastik lainnya botol, gelas air mineral dan lainnya, bisa langsung dijual di bank sampah," katanya.
"Jika usulan itu bisa disetujui, kami optimistis target retribusi sampah Rp14 miliar tahun 2024 bisa tercapai," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Sabtu.
Dikatakan, target retribusi layanan persampahan yang ditetapkan tahun 2024 Rp14 miliar meningkat signifikan dari tahun sebelumnya Rp5 miliar itu ditetapkan apabila tarif retribusi dinaikkan, tetapi kenyataannya hingga saat ini tarif sampah masih tetap Rp5.000 per satu rumah tangga.
Dengan tarif itu, realisasi retribusi layanan persampahan saat ini baru mencapai sekitar 12,43 persen dari target Rp14 miliar.
"Sementara ini sudah hampir mau masuk semester dua tahun 2024," katanya.
Terkait dengan itu, salah satu upaya untuk mencapai target tersebut dengan mengambil alih pengolahan sampah yang dilakukan pihak swasta dan secara mandiri.
Selain itu, jika memungkinkan seluruh kendaraan roda tiga pengangkut sampah di 325 lingkungan se-Kota Mataram diambil alih juga oleh DLH, namun pembayarannya tetap terpusat di kelurahan seperti proses pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
Kalau itu bisa berjalan, menurutnya, maka target Rp14 miliar bisa direalisasikan tanpa ada kenaikan tarif dan dengan konsekuensi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap gratis.
"Tapi kalau usulkan kita tidak disetujui, kami akan mengoptimalkan potensi yang ada. Kita optimistis bisa capai Rp8 miliar dari target Rp14 miliar tanpa kenaikan tarif," katanya.
Salah satu, potensi baru dari sampah yang bisa menjadi sumber retribusi adalah setelah tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) modern di Sandubaya mulai beroperasi pada akhir Mei 2024 sehingga bisa menjadi potensi baru sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Pasalnya, sampah yang masuk ke TPST akan diolah menjadi barang bernilai ekonomi atau dijual agar bisa menghasilkan pendapatan daerah.
Sejumlah program yang sudah disiapkan di TPST Sandubaya untuk menjadi sumber pendapatan daerah adalah budi daya maggot dengan target awal 6.900 biopond.
Sampah organik sisa makanan hasil pemilahan di TPST, akan langsung digiling hingga menjadi bubur kemudian dimanfaatkan sebagai pakan maggot.
"Produksi maggot baik maggot kering maupun basah bisa dijual kepada peternak ikan dan unggas," katanya.
Selain itu, sampah organik akan diolah menjadi kompos dan pupuk cair yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk program pemanfaatan pekarangan.
TPST Sandubaya juga akan dilengkapi dengan mesin pengolahan sampah plastik khususnya kantong kresek. Limbah kantong keresek akan diolah menjadi batako dan dapat jual atau dimanfaatkan untuk jalan lingkungan sehingga dapat mengurangi anggaran pemerintah daerah.
"Sementara untuk sampah plastik lainnya botol, gelas air mineral dan lainnya, bisa langsung dijual di bank sampah," katanya.