Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan anak berkonflik dengan hukum biasanya melakukan kejahatan karena mereka berada dalam relasi kuasa orang dewasa.
"Seringkali anak-anak ABH (anak berkonflik dengan hukum) sebenarnya bukan peristiwa tunggal, dan anak terdorong melakukan itu karena kebutuhan perlindungan, sehingga berada dalam relasi kuasa," kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Hal tersebut menanggapi adanya salah satu pelaku pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016, yang saat itu masih berusia anak. Pihaknya mengatakan anak yang terjebak dalam relasi kuasa akan sulit untuk keluar dari lingkungan tersebut karena kemungkinan mendapatkan ancaman dari anggota kelompok yang lain.
"Orang dewasa ketika berhasil menjebak anak dalam perlakukan salah, tidak mudah anak-anak untuk keluar. Karena jika keluar akan diancam akan disebarkan perbuatannya selama ini," katanya.
Jasra Putra menambahkan anak terjebak masuk ke dalam lingkungan yang salah disebabkan karena anak membutuhkan sosok figur atau contoh dalam tumbuh kembangnya. Hal tersebut diperparah dengan adanya kelompok-kelompok di masyarakat yang terpapar minuman keras maupun rokok yang menarik perhatian anak remaja.
"Anak-anak yang terpapar industri candu, mulai dari miras akan terus berkaitan dengan industri candu lainnya, baik kekerasan, rokok yang kita sepakat harusnya dijauhkan dari anak anak, miras, narkoba, judi online, pornografi," katanya.
Baca juga: KPAI minta pemilik PO bus bertanggung jawab kelayakan bus
Baca juga: Limit children's access to games containing violence: KPAI to govt
KPAI berharap kasus Vina menjadi pemicu agar semua pihak memperhatikan kebutuhan anak dengan baik agar mereka tidak terjerumus dalam lingkungan yang salah.
"Salah satu pelaku yang saat itu berumur 15 tahun, dan baru dibebaskan setelah tiga tahun dalam masa pidana mengungkap bagaimana anak ditempatkan dalam perlakuan salah dan akhirnya kehidupan anak penuh risiko, dari situasi yang tidak dipahaminya," katanya.
"Seringkali anak-anak ABH (anak berkonflik dengan hukum) sebenarnya bukan peristiwa tunggal, dan anak terdorong melakukan itu karena kebutuhan perlindungan, sehingga berada dalam relasi kuasa," kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Hal tersebut menanggapi adanya salah satu pelaku pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016, yang saat itu masih berusia anak. Pihaknya mengatakan anak yang terjebak dalam relasi kuasa akan sulit untuk keluar dari lingkungan tersebut karena kemungkinan mendapatkan ancaman dari anggota kelompok yang lain.
"Orang dewasa ketika berhasil menjebak anak dalam perlakukan salah, tidak mudah anak-anak untuk keluar. Karena jika keluar akan diancam akan disebarkan perbuatannya selama ini," katanya.
Jasra Putra menambahkan anak terjebak masuk ke dalam lingkungan yang salah disebabkan karena anak membutuhkan sosok figur atau contoh dalam tumbuh kembangnya. Hal tersebut diperparah dengan adanya kelompok-kelompok di masyarakat yang terpapar minuman keras maupun rokok yang menarik perhatian anak remaja.
"Anak-anak yang terpapar industri candu, mulai dari miras akan terus berkaitan dengan industri candu lainnya, baik kekerasan, rokok yang kita sepakat harusnya dijauhkan dari anak anak, miras, narkoba, judi online, pornografi," katanya.
Baca juga: KPAI minta pemilik PO bus bertanggung jawab kelayakan bus
Baca juga: Limit children's access to games containing violence: KPAI to govt
KPAI berharap kasus Vina menjadi pemicu agar semua pihak memperhatikan kebutuhan anak dengan baik agar mereka tidak terjerumus dalam lingkungan yang salah.
"Salah satu pelaku yang saat itu berumur 15 tahun, dan baru dibebaskan setelah tiga tahun dalam masa pidana mengungkap bagaimana anak ditempatkan dalam perlakuan salah dan akhirnya kehidupan anak penuh risiko, dari situasi yang tidak dipahaminya," katanya.